Hal yang paling tidak menyenangkan bagi pemain basket adalah ketika posisi utama yang sudah diperjuangkan dengan susah payah harus diambil alih orang lain karna kesalahan diri sendiri.
Sebenarnya Delvin sudah mempersiapkan diri untuk keputusan terburuk yang akan diambil coach Alfred dalam pertandingan hari ini. Tapi tetap saja duduk di kursi sambil hanya menonton teman-temannya berlari kesana kemari dengan perasaan cemas membuatnya kecewa.
Kecewa karna kehilangan tempatnya. Kecewa karna tidak profesional. Kecewa pada dirinya sendiri karna tidak bisa memisahkan pekerjaan dan masalah pribadi.
Dan bagian terburuk selain menjadi pemain cadangan adalah, Delvin bahkan tidak bisa menemukan perempuan itu dimanapun. Perempuan yang paling ia harapkan kehadirannya untuk menghiburnya.
Tapi bukankah Delvin akan menjadi sangat tidak tahu diri kalau ia membutuhkan Dirandra hanya untuk menghibur kesedihannya?
"Dirandra nggak datang hari ini?" Delvin tidak menjawab pertanyaan Jefan ketika cowok itu berdiri di sebelahnya untuk time out.
Dirandra mungkin sedang belajar bersama dengan si cupu Julian atau malah pergi berkencan. Yang manapun itu, Delvin tidak mau membayangkannya.
Cowok itu hanya menggeleng samar sebelum kemudian menghela nafas panjang. Membuat Jefan langsung paham kalau Delvin masih belum menyelesaikan masalahnya.
"Lo beneran naksir Dirandra?" Jefan tau ini bukanlah saat yang tepat untuk bertanya. Tapi melihat Delvin yang biasanya hyperaktif di pertandingan basket berubah menjadi orang yang murung mau tidak mau mengusiknya sebagai sahabat.
Lagi-lagi Delvin memilih tidak menjawab. Dan tanpa perlu mendengarnya langsungpun Jefan tahu jawabannya. Cowok itu menepuk bahu Delvin dua kali sebelum mengikuti arahan coach Alfred untuk briefing singkat.
***
Delvin tidak ingat sudah berapa puluh kali ia melemparkan bola orange itu kedalam ring dari jarak three point. Tapi entah bagaimana, tidak ada satupun diantara mereka yang berhasil masuk.
Setelah pertandingan di stadion tadi, Delvin memilih untuk tidak langsung pulang atau pergi nongkrong bersama teman-temannya. Cowok itu memilih melipir ke sekolahnya sendiri dan memutuskan untuk berlatih basket di lapangan indoor.
Seperti biasa, sekolah mereka menang dengan skor unggul cukup besar. Hal itu membuat Delvin sadar kalau ia terus terpuruk, ia mungkin tidak akan dibutuhkan lagi oleh tim basket sekolahnya. Karna tim sekolahnya bisa tampil bagus tanpa kehadirannya di lapangan. Jadi bukan tidak mungkin mereka mendepak Delvin dari line up utama sampai seterusnya.
Sebanyak peluh yang membanjiri jerseynya, sebayak itu pula bola yang ia dribble dan shooting.
Delvin menghembuskan nafas lelah dan terduduk di lantai lapangan dengan frustasi. Bola-bola di lapangan itu tergeletak berantakan sama halnya dengan pikirannya.
Baru saja Delvin kembali berdiri dan mendribble bola di dekatnya, terdengar langkah kaki seseorang memasuki lapangan. Cowok itu refleks menoleh dan menemukan siluet perempuan berjalan mendekat.
"Delvin kamu belum pulang?"
Ranya.
Delvin mendesah kecewa ketika melihat siapa perempuan itu. Untuk sepersekian detik ia berharap kalau yang mendatanginya saat ini adalah Dirandra.
"Hm..." berdeham singkat, cowok itu kembali melakukan shooting kedalam ring.
Bola berputar selama beberapa saat sebelum akhirnya jatuh diluar ring. Delvin menggertakan gerahamnya mulai kesal.
"Tadi aku ikut nonton di stadion tapi nggak liat kamu main. Kamu lagi cidera ya Vin? Soalnya gak biasanya kamu nggak turun main sama sekali." Lanjut Ranya.
Delvin menghela nafas kasar dan memilih sibuk dengan bolanya yang lain. "Kalo gue cidera gak mungkin gue ada disini sekarang."
"Oh iya ya..." Ranya mengusap tengkuknya lantas tersenyum salah tingkah. "Ngomong-ngomong, aku udah lama nggak liat kamu bareng Dirandra. Kalian... Putus?"
Delvin menutup matanya frustasi melihat bola yang gagal memasuki ring lagi. Kali ini justru semakin menjauhi ring.
"Nya, lo gak liat apa gue lagi latihan? Gue butuh space buat fokus jadi bisa gak lo jangan ganggu gue?" Delvin menggeram menahan suaranya untuk tidak meninggi.
Ranya yang sadar kalau ekspresi Delvin sama sekali tidak bersahabat langsung terkesiap kaget. "Oh o-oke. Sorry..."
Melihat Delvin yang kembali sibuk dengan bola-bola yang berserakan, Ranya terdiam sebentar sebelum memutuskan untuk pergi darisana.
***
Jam menunjukan pukul 9 pagi ketika Dirandra selesai membersihkan seluruh bagian ruang tamu dan dapur apartemen. Perempuan itu sedang menyiapkan cemilan ketika tersadar kalau Delvin masih belum terbangun. Padahal hari ini tugas bersih-bersih dan cowok itu bertugas membersihkan kamar tidur dan toilet tapi cowok pemalas itu masih belum bangun juga.
Melangkah cepat memasuki kamar, Dirandra berkacak pinggang melihat cowok itu masih bergelung didalam selimut. Dirandra tahu belakangan cowok itu selalu pulang larut malam dengan jersey basket yang basah oleh keringat, tapi bukan berarti ia bisa lepas dari tanggung jawab membersihkan rumah hanya karna kelelahan bermain basket.
"Delvin! Delvin bang—"
Dirandra menurunkan selimut cowok itu tapi langsung terdiam ketika melihat keringat membasahi kening hingga pelipisnya. Padahal jelas-jelas air conditioner di kamar mereka menunjukan angka 16 derajat celsius.
"Delvin?" Dirandra membungkuk dan langsung terkejut melihat wajah pucat Delvin. Dengan sigap mengecek suhu dahinya menggunakan punggung tangan.
Panas.
Berlari menuju kotak P3K di laci dapur, Dirandra langsung meletakan ujung termometer kedalam mulut Delvin. 39,8 derajat celsius.
Astaga...
Harusnya cowok ini langsung memberitahu Dirandra ketika badannya mulai terasa tidak enak. Kenapa malah membiarkannya hingga suhu tubuhnya naik hampir 40 derajat???!
Dirandra hendak berdiri untuk mengambil kompresan ketika tangannya digenggam dengan lemah oleh lengan yang terasa hangat.
"Dira..."
Delvin bergumam lemah dan pelan. Namun kedua matanya masih tertutup seolah sedang mengigau.
"... Dira... Jangan pergi..."
Dirandra mengernyitkan keningnya bingung. "... Jangan cerein gue... Gue gak mau jadi duda hhh..."
Dira menganga dan mengerjap tak percaya. Bingung apakah ia harus menganggap ini lucu atau malah kasihan.
"Dira..." lengan Delvin yang menggenggam pergelangan Dirandra terjatuh dengan lunglai. Nafasnya berubah pendek seolah berbicara membuatnya begitu lelah.
"... Gue sayang sama lo..."
***
Btw, gw baru sadar ini kebanyakan narasi. Kyknya efek kebanyakan nugas paper. Ntar gw revisi lagi kalo ada waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
End Game [END]
Teen FictionThe Player and the last game. *** "Kissing burns 6,4 calories a minute. Wanna workout?" Bagaimana jika Delvin Atharizz, cowok player yang dikenal sering bergonta-ganti pacar di sekolah dijodohkan dengan Dirandra Selena, alpha female yang cantik, cer...
26. Maybe i'm the problem
Mulai dari awal
![End Game [END]](https://img.wattpad.com/cover/349369782-64-k80400.jpg)