3. Bujukan

212 30 4
                                    

Enjoy♥️♥️♥️

******

Alma kesal. Sangat-sangat kesal sekarang. Dua sahabat baiknya itu seolah melupakan keberadaan Alma tadi. Dan yang paling membuat Alma kesal, Alva sampai sebegitunya berebut soal Abiel dengan Arul.

Tidak. Alma tidak menyalahkan Abiel sama sekali. Alma akui, Abiel itu cewek yang cantik dan manis. Alma yang sesama cewek saja betah melihatnya, apalagi cowok-cowok kardus seperti Arul dan Alva.

Di tambah lagi, omongan Arul yang sedari pagi tidak enak di dengar oleh Alma. Bisa-bisanya Arul bilang Alma iri pada Abiel!?

Alma bukan iri, hanya sedikit, cemburu.

Iya, cemburu. Kalian tidak salah baca. Alma tidak terlalu suka saat Alva menatap Abiel sebegitunya. Meski Alma belum yakin soal perasaannya, tapi Alma tahu kalau dirinya menyimpaan perasaan lebih pada Alva, cowok baik yang selalu menjadi tempatnya bertukar cerita.

Sayangnya, Alma masih tahu diri untuk tidak mengatakan hal itu pada siapapun, termasuk Alva dan Arul.

Saat ini Alma sedang duduk di markas AAA, yaitu rooftop rumahnya sendiri. Posisinya duduk sila dengan bantal segiempat di pangkuan yang sudah ia pelintir-pelintir untuk menguapkan rasa kesalnya.

Terdengar suara seseorang datang dan langsung mengambil posisi duduk di samping Alma. Tanpa menoleh pun Alma tahu kalau itu adalah Arul, cowok menyebalkan yang memperparah suasana hatinya tadi.

"Al, marah ya sama gue?"

Pake nanya. Apa tendangan Alma tadi kurang menjelaskan situasi?

"Al, kasian bantalnya kali lo pelintir gitu."

Dari pada Arul yang Alma pelintir?

"Yah, padahal gue niatnya mau beliin lo es krim cokelat kesukaan lo, sebanyak yang lo mau, Al. Tapi kalau lo marah gini, pasti lo gak mau nerima ya?"

Sialan memang Arul ini. Paling tahu kelemahan Alma.

Alma melirik Arul yang sedang menatapnya, dia masih diam, tidak langsung bersuara.

"Kenapa? Mau?" tanya Arul.

IYA! Tentu saja Alma mau!

Alma mengangguk dengan mata penuh harap. Semoga Arul tidak menjahilinya lagi kali ini.

"Tapi jangan marah lagi sama gue ya?"

Alma mengangguk lagi. Rasanya sedikit malu mengingat amarahnya bisa hilang hanya di bujuk es krim.

"Janji?" Arul menunjukkan kelingkingnya, mengajak Alma melakukan simbolis maaf-maafan mereka jika habis bertengkar sedari kecil.

Alma tersenyum, kemudian membalas uluran kelingking itu. Ia sedikit tertawa mengingat simbolis ini tetap mereka pakai meski sudah berumur 17 tahun.

Wajah Arul juga sudah mencair, tidak semenyebalkan tadi. Cowok itu tersenyum baik pada Alma. Dia bahkan mengusap kepala Alma yang tertutup hijab pelan.

Kadang, berada di antara Arul dan Alva membuat Alma merasa selalu menjadi putri kecil.

*****

"Maaf ya, Al, kalau omongan gue hari ini ada yang bikin lo sakit hati."

Arul mengucapkannya dengan tulus, bukan hanya sekedar untuk membujuk Alma. Ya, Arul sadar memang dia sedikit berlebihan tadi.

"Gue juga minta maaf, Rul, udah nendang kaki lo tadi. Sakit gak?" Akhirnya Alma bersuara.

"Lumayan, Al. Kayanya patah tulang gue," Arul mengusap kaki kanan yang tadi di tendang Alma.

"Dih, ada ya patah tulang tapi bisa duduk sila begitu?"

Kisah Klasik [SLOW UPDATE]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin