Prolog

813 44 3
                                    

******

Cowok itu menatap langkah cewek yang pergi dengan wajah cemberut di hadapan nya. Arul tidak bermaksud membuat dia marah, tapi Arul sendiri bingung harus mengatakan apa.

Seumur hidup, Arul tidak pernah melakukan hal yang menurutnya menggelikan itu, sumpah! Terutama pada cewek yang sekarang menjadi pemilik hatinya.

Romantis?

Apa itu romantis?

Hal apa yang di maksud romantis!?

Arul menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal, berpikir keras mencari cara untuk membujuk ceweknya itu.

Tolong, ada yang bisa membantu Arul sekarang? Ini bahkan lebih parah dari sekedar ujian sekolah. Ini antara hidup dan matinya Arul!

"Mikir, Rul. Jangan goblok mulu!" keluhnya pada dirinya sendiri.

Arul membuka ponselnya, memesan sebuah makanan delivery yang sekiranya bisa meredakan amarah.

Kalau masih kurang, Arul tidak ragu untuk membeli es kristal sekarung, khusus untuk mendinginkan pikiran cewek itu.

Saking terlalu fokus dengan ponselnya, Arul bahkan tidak sadar bahwa ia belum beranjak sama sekali dari motornya. Masih setia parkir di depan rumah cewek yang tadi cemberut, namun justru terlihat menggemaskan bagi Arul.

Senyuman terukir begitu pesanan makanannya selesai. Buru-buru Arul mengambil salah satu buku dari tasnya, dan menyobek asal selembar kertas.

Pulpen sudah siap di tangan kanannya. Posisinya pun sudah cukup nyaman untuk menulis.

Tapi apa yang harus Arul tulis!?

Selamat makan?

Tidak. Arul ini pacar, bukan mas-mas pramusaji.

Jangan marah lagi?

Bego. Sama saja seperti Arul membocorkan bahwa ini adalah sogokan.

Pikir, Arul!

Setelah menimbang-nimbang dari segala aspek, Arul pasrah. Dia serahkan pada tangannya sendiri, mempercayakan pada anggota tubuhnya itu untuk apapun yang di tulis.

Gue gak tau hal romantis yang lo maksud itu gimana, tapi gue cuma bisa bilang, kalau lo satu-satunya A yang gue sayang.

-A-

Itu adalah kata maksimal yang terlintas di pikiran Arul sekarang.

Memang, otak seringkali membeku jika sedang di butuhkan.

Tidak lama, ojek online yang mengantar makanan itu datang. Dan Arul menyisipkan kertas berharga yang di tulisnya tadi.

"Pak, minta tolong anterin ke dalem rumah ya, Pak. Ini uangnya, kembaliannya buat Bapak aja." ucap Arul pada Bapak ojek online itu.

"Siap, Mas. Tapi saya bilang ini buat siapa ya?"

Ck. Arul lupa.

Arul pun menyebutkan satu nama yang membuatnya melakukan ide konyol ini.

"Oke, Mas. Kalau gitu saya masuk dulu."

Begitu Bapak ojek itu masuk ke dalam rumah yang gerbangnya terbuka lebar karena si empunya rumah sedang marah dan tidak sempat menutup tadi, Arul langsung menghidupkan mesin motornya.

Dalam hitungan detik, dia sudah pergi, masuk kedalam rumahnya sendiri yang memang masih berada di sekitar cluster situ juga.

Sepayah itu memang Arul ini.

******

Alva masih setia menunggu seorang cewek yang sedang membeli roti di dalam toko itu.

Tadinya, dia mau ikut masuk. Tapi di karenakan dia melihat sesuatu di seberang jalan, jadilah Alva izin untuk pergi.

Gulali yang bisa di bentuk-bentuk lucu, pasti cewek itu suka.

Dan karena tidak enak jika membawa gulali itu masuk ke dalam toko, Alva memilih menunggu di depan.

"Halo, Kak."

Alva melirik asal suara yang barusan terdengar. Rupanya seorang cewek yang cukup cantik tapi masih kalah cantik jika di bandingkan pacar Alva.

Siapa cewek ini? Alva tidak merasa kenal.

"Halo?" Jawabnya ragu-ragu. Mau tidak di jawab pun tidak enak. Alva bukan Arul yang bisa bersikap cuek pada orang lain. Terutama seorang cewek.

"Sorry sebelumnya, nama gue Kayla. Boleh kenalan?" Cewek yang mengaku bernama Kayla itu mengulurkan tangannya, mengajak Alva untuk berjabat tangan.

Ah iya, Alva ingat sekarang. Cewek ini kan cewek yang sangat obses pada Arul, tapi tidak pernah di lirik balik oleh sahabatnya itu.

Kenapa tiba-tiba dia mengajak Alva berkenalan?

Atau Alva sudah menjadi target baru?

Wah, bahaya ini!

"Gue Alva," Jawab Alva singkat, senyum yang di paksakan, juga tangan yang terulur sekilas.

Siapapun, tolong Alva!

"Ehem!"

Alva melirik belakang tubuhnya, cewek yang sedari tadi ia tunggu sudah menatapnya dengan tajam.

"Eh, udah selesai?" tanya Alva, sebenarnya ia senang karena akhirnya Alva memiliki alasan untuk meninggalkan Kayla.

"Sorry, gue harus nganter cewek gue pulang." pamit Alva, tidak peduli dengan raut wajah Kayla yang berubah drastis. Bahkan cewek itu pergi tanpa mengatakan apapun.

Cewek aneh!

"Bagus ya, bilangnya mau beli sesuatu tapi malah tebar pesona ke cewek lain."

"Eh, gak gitu. Tadi abis beliin ini, suka gak?" Alva memberikan gulali berbentuk bunga dengan ukuran cukup besar itu.

"Alesan. Makan aja sendiri!"

Yah, Alva di tinggal.

Mampus!

******

Cek ombak dulu, hehe. Kalau rame bakal di lanjutin.

Yang mau nitip sendal boleh. Untuk cerita ini, sengaja nama mereka di samarkan, wkwk

Tapi pasti pada tau kan 'mereka' yang aku maksud siapa aja?

Dan kayanya, cerita ini bakal up kalau salah satu cerita aku yang lain udah ada yang tamat.

Oh iya, kalian lebih suka latar SMA atau Mahasiswa buat 4A di sini? Atau udah bekerja?

Asalkan bukan artis yaa, wkwk

Jangan lupa tinggalkan jejak!
Enjoy♥️🖤♥️♥️

Kisah Klasik [SLOW UPDATE]Where stories live. Discover now