Berubah

65 4 1
                                    

Perubahan itu terasa sangat nyata, semua orang sangat menyadarinya semenjak pulang dari rumah sakit, Azel belum pernah keluar dari rumah. Teman yang sengaja datang menjengukpun diusir setelah beberapa menit muncul didepan Raizel, wajahnya semakin datar tanpa emosi, hanya ada guratan kelelahan yang terlukis disana. Berkali-kali bujukan datang, untuk mengajak Raizel keluar dari kamarnya sekedar menikmati cahaya matahari, tapi semakin dibujuk Raizel semakin mengurung diri.
Hal ini membuat resah keluarganya, takut kalau Raizel akan jatuh sakit lagi, awalnya Raizel masih mau makan bersama keluarganya, lalu perlahan menolak untuk keluar kamar, kamar miliknya dikunci rapat tanpa membiarkan seorangpun masuk.

" Tuan muda, waktunya sarapan semua orang telah menunggu anda! "
Tidak ada jawaban, Arend menghela nafas sedih, kenapa Raizel mendadak berubah seperti ini? Makanan yang dibawanya selalu tidak tersentuh sama sekali, Raizel selalu tidur dan tidur seakan tidak ingin bangun untuk melihat kenyataan.
" Tuan muda, jika anda tidak ingin keluar setidaknya tolong makan sesuatu!" Arend bahkan hampir menangis.
Derap langkah terdengar mendekati kamar Raizel, kedua kakaknya datang turut untuk mengajaknya keluar, banyak iming-iming dan janji-janji manis tapi hal itu tidak juga menggerakkan hati Raizel.
"Bajingan itu mengunci kamarnya lagi? "
Pertanyaan retoris Raihan keluar.
" Semenjak kemarin, Tuan muda Raizel belum makan sedikitpun!"
" Buka pintunya!"
Arend langsung menaati perintah Railo, saat pintu kamar terbuka hanya kegelapan yang ada, suasana kamar itu terasa suram seakan ada kesedihan abadi yang mengalir disana. Sama seperti biasanya, Raizel masih terbaring nyaman diranjangnya entah ia sudah bangun atau memang masih menjelajahi alam mimpi.
" Raizel, bangun! " Railo mengguncang bahu Raizel dengan kuat, aksi itu membuahkan hasil karena Raizel sedikit membuka matanya. Tidak ada reaksi lebih lanjut, tatapan mata Raizel seolah sedang menunggu Railo menyampaikan sesuatu.
"Keluarlah! Bermain atau apa saja, lakukan sesuatu, pergi ke bar atau balap liar! Jangan hanya mengurung diri! "
" Aku mengantuk!" Jawaban yang sama seperti biasanya.
" kau sudah berada dikamar ini hampir satu bulan, aku tidak akan marah kau pergi bermain! Mobil yang kau inginkan juga sudah dibeli Raihan! Jangan tidur lagi!"
Padahal Raizel senang sekali bermain, entah itu berpesta, balap liar, minum dan melakukan kenakalan lainnya, membuat keluarganya dilanda kemarahan melihat tingkah putra bungsunya yang hanya bisa menghabiskan uang, sekarang Railo bahkan lebih senang adiknya bermain gila seperti dulu, itu lebih baik daripada terus berada dikamar dengan suasana suram.

Raihan tidak sabar mendengar Railo terus membujuk Raizel, dengan gerakan cepat Raihan langsung mengangkat tubuh Raizel dengan mudah lalu membawanya keruang makan, tidak ada yang menghentikannya bahkan Raizelpun diam dan hanya pasrah dibawa seperti karung.
" Kalau kau tidak mau keluar, setidaknya makan! "
Raihan mendudukan Raizel dikursi ruang makan, Raizel hanya menatap datar piring didepannya Vika sudah sibuk mengambilkan makanan untuknya tapi tangannya bahkan tidak bergerak untuk mengambil sendok.
" Berhenti termenung! Makan sekarang!" Ucapan Luca membangunkan dirinya, Raizel sama sekali tidak berniat untuk makan. Dia ingin menghabiskan waktu untuk tidur sudah seribu tahun ia menjalani hidup, keinginan apalagi yang ada? Semuanya sudah hilang, emosi sedih, bahagia, amarah, memudar seiring berjalannya waktu, bagi keluarganya seakan perubahaan ini sangat mendadak, tapi bagi Raizel sudah lebih seribu tahun perubahan demi perubahan terjadi pada dirinya hingga berakhir seperti ini.

" Kenapa kau melamun lagi?"
Suara Raihan terdengar frustasi. Saat suasana hening, Raizel membuka bibirnya.
" Ayah..! Aku ingin membeli sesuatu!"
" Katakan, ayah akan membelikannya!"
Raka bersemangat karena Raizel akhirnya meminta sesuatu, menghabiskan uang tidak sebanding dengan kebahagiaan anaknya.
" Belikan aku apaterment, aku ingin hidup sendiri! "
Begitu kata-kata Raizel berakhir, suasana ruang makan itu langsung mendingin.
" Tidak, aku tidak mengizinkanmu tinggal sendiri!" Jawaban Raka tegas tanpa ada peluang untuk bernegosiasi.
Bagaimana mungkin dia berani melepas Raizel untuk hidup mandiri, jika sekarang anak itu seperti mayat hidup.
" Tidak boleh? "
Raizel bertanya linglung.
" Tidak boleh! "
Raizel hanya mengangguk pelan, hanya menerima tanpa pemberontakan sama sekali, hal ini malah membuat keluarganya semakin merasa tidak nyaman, sedikit merasa bersalah karena mereka sendiri yang berjanji untuk mengabulkan keinginannya tapi sekarang malah mereka juga yang mengingkarinya.
" Kau boleh meminta yang lain, kakak yang akan membelinya!"
Railo berusaha menghibur adiknya. Raizel hanya menggelengkan kepala.
" Tidak apa-apa! Tidak ada yang kuinginkan!"
Tanpa menyentuh makanannya, Raizel beranjak dari kursi dan berniat kembali kekamarnya, tapi tangan Raihan dengan sigap menahan Raizel.
" Sudah kubilang makan dulu!"
" Tidak lapar!"
Raihan semakin geram, sudah jelas kalau Raizel belum makan sejak kemarin, tapi dia tidak lapar? Apa yang dimakannya? Angin?.
"Apa yang sebenarnya terjadi padamu?"
" Raihan, jangan membentak Azel!" Vika langsung menegur putra keduanya, seakan tidak mendengar kemarahan kakaknya, Raizel melenggang pergi kekamarnya semua orang hanya bisa menatap kosong punggung Raizel yang semakin menjauh.

Raizel kembali menatap kosong langit-langit kamarnya, perasaannya hampa, entah alasan apa Tuhan memberikan kutukan ini padanya. Setiap ia mati, Raizel akan kembali ke umur 18 tahun mengulangi siklus ini berulang kali.
Saat pertama kali mengalami regresi Raizel merasa senang, ia belajar dengan sangat giat dan membanggakan orangtunya, ia berfikir kalau ini adalah berkah karena dia bisa menebus kesalahan masa lalu. Raizel menjalani regresi pertamanya dengan perasaan bahagia  dan mati dengan senyuman, saat menyambut kematian dengan tenang  keanehan terjadi Raizel bangun diusia 18 tahun sama seperti sebelumnya, mati lalu bangun lagi, mati mati mati mati lalu tetap kembali keusia 18 tahun.
" Apa yang akan kulakukan kali ini ?"
Raizel bergumam pelan, bingung bagaimana dia akan menghabiskan hidupnya, segala macam hobi, pekerjaan, keterampilan telah dilakukannya untuk menghabiskan waktu, bunuh diri juga tidak akan membuat time loop ini berhenti, Raizel malah takut kalau dia akan mati rasa karena terlalu sering bunuh diri.

" Apa kau memiliki rencana untuk kuliah? "
Raizel melirik Railo yang bersandar di sofa kamarnya, diatas meja terdapat sop dan aneka roti yang mungkin dibawa Railo, entah sejak kapan kakaknya itu datang.
"Aku tidak memiliki rencana apapun!"
" Fikirkan perlahan, kalau kau belum ingin kuliah tidak apa-apa! "
Jika obrolan ini terjadi dua bulan yang lalu, mungkin Railo akan marah dan kesal karena Raizel tidak memiliki rencana untuk melanjutkan pendidikan, tapi setelah berbagai kejadian dan perubahan yang menimpa Raizel, semua orang seakan berfikiran sama, asalkan Raizel sehat dan baik-baik saja maka tidak masalah, apapun yang ingin dilakukannya tidak perlu dilarang, jika dia tidak ingin belajar atau bekerja juga tidak apa-apa, Railo dan Raihan sudah lebih dari cukup untuk meneruskan perusahaan ayahnya, Raizel hanya perlu sehat dan bahagia.

"Aku tidak tau apa yang sebenarnya mengganggumu, jangan menyimpannya sendiri! Jika ada yang mengusik atau membuatmu tidak senang, katakan padaku!"
Raizel tertawa kecil mendengar kata penghiburan dari kakaknya, bukannya Raizel tidak pernah mencoba untuk membagikan rahasianya kepada keluarganya, tapi Raizel malah berakhir di Rumah Sakit Jiwa, keluarganya berfikir dia delusi.
" Kau akan menganggapku gila!"
Raizel terkekeh dengan getir.
" Bagaimana mungkin aku berfikir seperti itu!" Railo langsung kesal.

Kamar itu menjadi hening kembali, Railo ingin bersikap seperti tidak terjadi apa-apa tapi jiwa brother complex nya tidak bisa ditekan saat melihat wajah sedih Raizel.
" Aku akan berangkat kerja, makanlah sesuatu! " Railo kembali kesifat acuh tak acuhnya, dan pergi dengan wajah datar.

Raizel juga tau kalau dia tidak boleh terlalu lama hanyut seperti ini, ia harus bangun dan melakukan sesuatu agar keluarganya tidak khawatir. Raizel menjernihkan isi kepalanya dan bangkit untuk membersihkan diri, berniat melakukan hobi yang hampir seribu tahun ini tidak bosan ia lakukan, semenjak time loop ke-13 Raizel menggeluti barbagai olahraga ekstrim. Perasaan adrenalin yang terpacu saat nyawanya berada diujung tanduk terasa menyegarkan, entah sejak kapan dia berubah menjadi masokis seperti ini. Menjalani hidup ribuan tahun dengan pengulangan yang sama tentu membuat orang tidak waras, wajah-wajah familiar yang dulu sangat dekat dengannya kini hanya menjadi orang asing yang baru bertukar sapa, berbagai kenangan pahit dan indah hanya dirinya seorang yang bisa mengingatnya, siapa yang sanggup terus menjalaninya? Raizel bahkan yakin kalau sebenarnya kalau dia sudah gila

TIME LOOPWhere stories live. Discover now