No time to die

209 29 6
                                    

"PAK DEHANNN!" teriak Naraka ketika ia melihat Pak Dehan yang merintih bersimbah darah mulai. Di dadanya tertancap pisau cukup dalam.

"kita harus apa Dapppp!!!" Naraka panik mondar-mandir sambil nangis.

"Oke oke tenang dulu, jangan cabut pisaunya, buat pisaunya stabil biar ngga lukain sekitarnya, Nar telpon 911" Daffa membuka kaos yang dikenakannya dan melilitkannya menjadi bundar di sekitar pisau tanpa menekan lukanya lebih dalam agar pisau tetap berada di posisinya.

"Bu..bur.." gumam Pak Dehan lirih membuat Daffa dan Naraka serempak melihat beliau.

"Aduh pak lapernya nanti dulu apa enggak sakit ini" ujar Naraka yang berlinang air mata yang langsung di hadiahi death glare oleh Daffa yang masih memegagangi pisau yang telah ia balut kain agar tak merusak bukti.

"Burr... burr... han..."

"Pak nafas pelan pelan oke? Sebentar lagi ambulan dateng" Daffa rasanya ingin menangis sekarang, ia tak sanggup melihat keadaan gurunya sekarat di depan matanya.

"Di.. ba..wa"

"Jj... jar... win"

"Pak? Pak Dehan? Pak Dehan please sadar ambulannya dah dateng pak please. PAK DEHAN!" Rusuh Naraka kini menangis tersedu-sedu tatkala Pak Dehan mulai menutup matanya beriringan dengan suara ambulan terdengar semakin keras.

"Masih nafas, detaknya kecil banget hampir ga kerasa. Telpon Jenan sekarang!" Perintah Daffa panik, ia benar-benar menangis sekarang.

"GUDANG BELAKANG! DISINI! AMBULAN PLEASE CEPETAN!!! GUDANG BELAKANG!! GUDANG!!!" Teriak Daffa ketika salah satu perawat dari ambulan teriak mencari keberadaan bereka.

"Jen, Gudang belakang! Pak Dehan sekarat!"

---

"Oh fuck!! Jen, Dehan ditusuk di gudang belakang lagi di bawa ambulan. Kata Naraka sebelum Dehan pingsan dia bilang Pak Burhan dibawa Pak Jarwin" ucapan Pak Dyo membuat Jenan terkejut mendelikkan matanya melihat ke arah Pak Dyo.

Jenan sekarang berada di pager belakang menelpon Kak Pram yang sekarang berada di RSJ Mentari setelah sebelumnya Chandra menelponnya berhasil mengingat nama RSJ tempat dimana Radaffa di rawat sama dengan kata yang di lontarkan Yolanda, Chandra juga Yasa yang di ketahui sebagai anak dari Bu Arafah pemilik Rumah sakit jiwa tersebut. Dengan kata lain Bu Arafah sendiri adalah ibu kandung dari Radaffa dan Yasa.

"Kak? Masih disana? Bisa tolong kesini? Kak Marsyand atau siapapun yang Kak Pram percaya"

"Kenapa, kenapa lagi Jen?"

"Chaos, Pak Dehan di tusuk, Pak Burhan ilang dibawa Pak Jarwin"

"Gue kirim Gandhi kesana. Jen.. kita dapet Yolanda pingsan, lebam, berdarah. Oh ya tuhan. Bentar lagi Gandhi dateng. Tunggu, Jen"

Setelah mematikan panggilan tersebut Jenan bersama Pak dyo berlari menuju gudang belakang, dimana ia melihat Naraka yang meraung, Daffa yang berlumuran darah, dan Pak Dehan yang masuk ke dalam ambulan.

"Satu orang dewasa harus ikut, apa kamu luka?"

"Saya baik-baik saja"

"Saya ikut, dia rekan saya. Kalian ke ruang cctv diam disana sampai Pak Tama sama Pak Bram dateng, okay? Saya sudah telpon beliau"

Setelah Pak Dyo mengucapkan itu mobil ambulan melaju menuju rumah sakit, ketiganya berlari ke ruang cctv.

Sesampainya di sana, Chandra terkejut melihat Daffa shirtless yang berlumuran darah Pak Dehan. Chandra dengan senang hati melepaskan hoodienya memberikannya pada Daffa dan menyuruh sahabatnya itu bebersih di kamar mandi samping ruang cctv. Jenan yang berusaha menenangkan Naraka dan Daffa.

In The Darkness (Selesai)Where stories live. Discover now