Kesaksian Radaffa

170 26 2
                                    

"Pergi!" Usir Radaffa dari balik pintu. Detektif Pram kekeuh tak ingin kembali tanpa hasil.

"Kami dari kepolisian, Radaffa Ganesha Prabawa kami ingin menanyakan beberapa hal pada anda"

"Pergi!" Radaffa yang meninggikan suaranya emmbuat Bu Arafah yang ada di sekitar mereka menunjukkan raut khawatir.

"Nggamau! Kita mau menanyakan tentang keberadan Yolanda. Kita tau anda mengetahui semua tentang Yolanda, anda memberi tahu kakak kandung anda Arga tentang perselingkuhan ayah kalian juga Yolanda yang merupakan setengah saudara perempuan kalian" Nyolot Daffa kesabarannya sudah benar-benar habis tak tersisa. Enak aja mereka udah jauh-jauh kesini, berminggu-minggu nyari tentang dia. Eh seenak udelnya aja dia nyuruh pergi pergi. Emangnya dia siapa? presiden?.

"Kalian nggatau apa-apa"

"Makannya kasih tau! Ih riweuh banget ngomong tinggal ngomong doang mah ih" kini Chandra yang bersuara hampir saja ia menggebrak pintu ruangan Radaffa kalau saja tak di tahan oleh Jenan dan Naraka.

"Radaffa, saya mengerti mungkin sulit menceritakan semuanya tapi kami perlu untuk memecahkan kasus kematian saudara anda yang berhubungan dengan kasus-kasus pembunuhan berantai siswa SMA Mandeville" bujuk Kak Pram dengan segenap kesabaran.

"Pembunuhan berantai? Bukannya di berita itu kasus bunuh diri?" Tanya Bu Arafah yang terkejut dengan ucapan Kak Pram.

"Sedang kami selidiki kemungkinan besar adalah pembunuhan berantai" balas Jenan singkat tak ingin Bu Arafah tau lebih banyak tentang penyelidikan mereka.

Kak Pram masih terus berusaha membujuk Radaffa, Chandra sampai bersumpah membujuk Radaffa lebih sulit daripada membujuk Yasa untuk mengaku tentang kejadian malam itu.

"Keluarin gue. At least, bicara dari mata ke mata. Gue tau kalian ber-lima. So, sekarang atau enggak sama sekali" tawar Radaffa membuat Bu Arafah membelalakan matanya menolak dengan keras hal tersebut.

Kini giliran Kak Pram membujuk Bu Arafah. Demi apapun proses ini membuat keempat siswa SMA itu lelah. Mereka tak menyangka menjadi detektif bisa sangat melelahkan seperti ini.

Lama Kak Pram dan Bu Arafah berdebat hingga anak-anak mlipir menjauh sedikit dari perdebatan Kak Pram dan Bu Arafah. Jenan lesehan di lantai bersama Naraka, Chandra dan Daffa sibuk mondar mandir penasaran sekaligus melawan ketakutan mereka.

"Gue laper" seru Jenan melihat seorang perawat membawa gerobak makanan pasien dan memasukannya ke setiap pintu.

"Gue juga mana gue tadi sarapan cuman makan bala-bala 2" keluh Naraka ingin sekali ia mencomot makanan dari gerobak yang hampir lewat.

Perawat yang membawa gerobak itu melihat ke lesuan Naraka dan Jenan juga nampaknya mendengar duanya. Saking ibanya perawat itu berhenti ketika persis di depan dua remaja tersebut sambil menyodorkan empat bungkus biskuit dan susu.

Jenan dan Naraka sangat bersemangat menerima pemberian sang perawat bahkan keduanya sampai memeluk perwat itu yang menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian melanjutkan pekerjaannya kembali.

"CHAN! DAF! BISKIT!" Memdengar kata biskit Chanda dan Daffa melesat bagaikan petir mencomot biskuit dan sekotak susu di tangan mereka.

"Dari mana?" Tanya Daffa mulutnya oenuh dengan biskuit. Tanpa kata-kata Naraka menunjuk perawat yang membawa gerobak makanan. Hal itu lantas membuat Daffa merengut.

"Gue tadi minta ngga dikasih" adu Chandra yang membuahkan tawa mereka termasuk orang di dalam pintu sel depan mereka duduk.

Keempatnya menikmati biskuit dan susu bahkan berbincang dengan orang yang tadi tertawa bersama mereka. Yah orang itu terlihat nyambung ngobrol sampai akhirnya ia bercerita tentang virus yang menghancurkan planetnya memaksanya pergi ke bumi.

In The Darkness (Selesai)Where stories live. Discover now