TMDHY | 12. A Thread

1.3K 306 41
                                    


"Turun."

Motor telah lama berhenti di depan teras perpustakaan pusat, tetapi Kikan masih belum bergerak dari tempatnya di boncengan motor. Membiarkan Fiona berdiri di depan mereka dengan tatapan bingung.

"Bentar! Nyiapin mental dulu!" Kikan menjawab dengan panik.

Kakinya tidak menapak tanah, dan dia tidak tahu kemana harus memijak. Bukannya seperti mobil yang ada pijakan panjangnya dan mudah untuk turun. Salah-salah dia bisa jatuh dan tertimpa motor!

"Tinggal turun."

"Bentaaarrr."

Dalam hitungan tiga, Kikan memejamkan mata dan melakukan pendaratan dramatis. Ia melompat turun, disertai satu teriakan. Ketika hak sepatu yang lancip nyaris membuatnya terjungkal. Yang membuat Jaffin hanya menggelengkan kepala tidak habis pikir.

"Akhirnya gue berhasil naik motor!" katanya ringan setelah memastikan tidak ada cedera atau hak sepatu yang patah akibat pendaratan darurat tersebut.

Lalu, perhatian Kikan teralih pada gadis di depannya, yang juga tengah menatapnya dengan kerutan samar di dahi.

Fiona dan kacamata bulatnya menatap gadis itu dari ujung kepala hingga kaki, lalu memindahkan tatap pada Jaffin, seolah meminta penjelasan.

"Lo... sama siapa, Jaff?"

Belum Jaffin menjawab, Kikan telah mengulurkan tangan. Senyum cerah tersungging di wajahnya. "Gue Kikan! Kikan Ruby Setyohadi."

Ada dengkus pelan, seakan merasa geli dari bibir Fiona. "Namanya mirip sama pendiri kampus, deh. Tapi lo bukan Kikan anak Pak Gerald Setyohadi yang punya kampus ini, kan?"

"Iya itu papi gue! Ternyata Papi lumayan terkenal juga, ya?"

Senyum Fiona jatuh. Ia sekali lagi meneliti penampilan Kikan dari atas ke bawah, berlama-lama pada blazer pink kotak-kotak yang mirip dengan setelan Channel yang dipakai Jennie Blackpink.

"Bentar," katanya, mengeluarkan ponsel demi membuka Instagram. Dengan cepat ia mengetikkan nama pengguna Kikan lalu memerhatikan foto-foto di feeds-nya. Rahangnya nyaris meluncur jatuh ke kaki.

"Terus ... kalian kok bisa ken─" Belum Fiona menyelesaikan pertanyaannya, sesuatu yang lain telah lebih dulu menarik perhatian. Ia menatap Jaffin dengan mata melotot. "Eh, bibir lo kenapa Jaff?"

Fiona mengulurkan tangan, ingin menyentuh. Tetapi dengan cepat, Jaffin mengambil satu langkah mundur sembari menutup bibirnya yang terluka. "Jatuh tadi."

"Udah gue obatin kok" Kikan menambahkan.

Mungkin hanya perasaan saja, tetapi sesaat, ketika sudut pandang Fiona diarahkan padanya, Kikan merasakan tatap iritasi dari gadis itu.

"Pake apa? Jangan pake betadine. Jaffin tuh paling nggak tahan sama obat-obat gituan. Kulitnya tuh sensitif."

"Oh?' Kikan melongo sesaat, lalu tersenyum canggung, setengah meminta maaf. "Sori, nggak tahu."

"Nggak usah lebay," Jaffin menyergah. "Gue nggak pa-pa."

"Ih, serius juga! Inget nggak dulu lo jatuh dari motor terus meringis banget sampe mau nangis?"

"Gue nggak nangis."

"Iya lo nangis!" Fiona tertawa. "Lucu, tahu! Badan doang gede tapi mental Hello Kitty hahaha."

Kikan menatap mereka, bergantian. Ia jarang merasakan ini, hampir tidak pernah, karena seorang Kikanetha selalu menjadi pusat perhatian di manapun ia berada. Tetapi sekarang ... ia tahu dengan jelas perasaan apa itu. Perasaan menjadi satu-satunya orang asing, orang yang salah tempat.

Truly Madly Deeply Hate YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang