1. Tiga

272 10 2
                                    

“Sachi, abis ini lo kemana?” Tanya Ambran, teman sekelasnya Sachi. Sachi melirik jam di ponselnya. Jam menunjukkan pukul 7. Ia baru saja selesai kelas. Sachiella Putri Arwana. 21 tahun. Saat ini sedang berada di semester tujuh dan berkuliah di UGI mengambil jurusan komunikasi.

“Aih, belom pulang kalau belom mabok lah!” Ujar Sachi. Ambran tertawa. “Gas!!” Ujar Ambran. Sachi ini tidak terlihat seperti seorang gadis di mata para teman-teman prianya. Kenapa? Tentu karena Sachi tidak bertingkah seperti perempuan pada umumnya.

Sachi suka makan dengan kedua kaki yang diangkat keatas layaknya sedang berada di warung kopi, ia lebih banyak memakai kemeja, kaos dan dipadukan dengan jeans dari pada rok atau dress, dia suka alkohol, kalau lagi puyeng larinya ke rokok, suka clubbing kalau belum terlalu malam katanya ga pulang kalau belum goyang dan lebih suka mobil-mobil an dan motor-motor an dari pada barbie-barbie an. Tapi tenang, Sachi bukan penyuka sesama jenis. Sachi pernah punya pacar, tapi rata-rata semua pacar Sachi tidak bisa menerima perilaku Sachi yang seperti pria. Misalnya ga ngabarin kalau kemana-mana, diem-diem pergi main dan nongkrong sampai jam dua pagi, pulang-pulang bau alkohol, dan suka berbohong yang selalu Sachi kategorikan sebagai white lies. Berbohong untuk kebaikan. Katanya ya daripada berantem, bilang aja engga. Seperti pria kan? Eits. No hard feelings, ini cuma apa yang dijadikan alasan setiap mereka minta berpisah dengan Sachi.

“Lo naik apa? Mau gue anter ga?” Tanya Ambran. Sachi menggeleng. “Gausah. Gue bawa kendaraan sendiri.” Jawab Sachi. Ambran mengangguk lantas mereka berjalan menuju parkiran.

Ambran dapat melihat kendaraan yang di maksud Sachi disana. “Wih!” Seru Ambran. Sachi tersenyum songong. “Keren kaga?” Ambran memberikan dua buah jempol untuk Sachi.

Terparkir Harley davidson CVO Road Glide 2022 di tengah-tengah sepeda motor seperti mio, beats dan scooter. Sepeda motornya Sachi tentu terlihat yang paling gagah dari semuanya.

 Sepeda motornya Sachi tentu terlihat yang paling gagah dari semuanya

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

“Hadiah dari bokap gua, gara-gara jadi nomor satu seangkatan.” Ujar Sachi. Benar. Meskipun Sachi banyak kekurangan walaupun tidak ingin Sachi akui, tapi memang benar dia punya kekurangan dan kelebihan. Nah kelebihannya ini, Sachi pintar. Pintar sekali.

Tahun lalu dari semua ujian angkatannya, dia mengambil nomor satu sebagai orang dengan nilai sempurna.

Sachi adalah anak piatu. Diusianya yang baru mencapai tujuh tahun, Ibunya — Meira meninggalkannya karena penyakit jantungnya. Sachi dibesarkan oleh Ayahnya. Maka, tidak heran jika Sachi seperti ini.

Sachi mencintai Ayahnya. Sangat sangat. Sachi berterima kasih karena Ayahnya merawatnya dengan begitu baik. Beliau selalu mencurahkan kasih sayang serta materi untuk Sachi.

“Club biasa kan ni, bran?” Ambran mengangguk dan baru saja akan naik ke sepeda motornya, ponselnya Sachi berdering keras. Ada telpon dari Dani--Pemilik tempat makan yang biasa didatangi Sachi.

“Halo?” Angkat Sachi seraya memakai helmnya. “Lo ga datang, chi? Ini temen lo berdua nangis-nangis disini.” Ujar Dani. Sachi berdecak. “Tck dasar cello! Ngerepotin aja!”

Our baby, Aciella MarcelloDonde viven las historias. Descúbrelo ahora