❖ 01 . Kilas Balik Sastra

Start from the beginning
                                    

Husain menjabat lengannya, sedikit menggangguk lalu tersenyum. "Aku Jagar, ketua kelas disini," pria dengan sorot mata tajam itu ternyata punya senyum yang begitu manis. Mereka saling berjabat dan bersahabat.

Kemudian pelajaran dimulai dengan mata ajar matematika, ilmu paling sulit bagi kebanyakan siswa namun siapa sangka bahwa Arjuna begitu pandai dalam bidangnya.




***



Kini waktu telah menunjukkan jam istirahat, lonceng besi itu menggemah diseluruh penjuru sekolah. Lengkingannya memecahkan keheningan ditengah tegangnya pelajaran matematika siang itu, seluruh siswa menghela nafas lega seolah alarm penyelamat sudah berkumandang untuk mereka.

Sang guru merapikan bukunya dan berlalu pergi meninggalkan kelas, "ingat, minggu depan saya akan bahas lagi materi ini. Ibu harap kalian belajar dirumah," pesannya sebelum genap berlalu.

Para murid mengerti itu, termasuk empat pemuda ini. Arjuna berdiri dari tempat duduknya, menggertakkan beberapa jemari dengan tubuh yang menggeliat — dia merenggangkan otot-otot tubuhnya. "Wah... matematika memang selalu membuat ku berapi-api, begitu menyenangkan bukan?" tanyanya pada tiga temannya itu.

Husain mengalihkan pandangannya enggan menjawab dan dua lainnya memandang Arjuna dengan tatapan sebal khas mereka. "Eyy, keturunan penjajah... kau bicara begitu sebab kau memang ahlinya, jangan membuat validasi seolah matematika adalah persoalan paling mudah didunia," Jagar menyanggahnya dengan nada tersungut kesal, sebab baru beberapa menit yang lalu dia mendapatkan cubitan maut dari sang guru matematika. Denyut perihnya bahkan masih sangat terasa.

"Apa kata Jagar itu benar, matematika itu menyebalkan. Bu Mega bahkan tega menjewer telinga ku," dalam hatinya sedari tadi Benjamin merutuki sang guru, karena bersikap begitu keras pada anak-anak didiknya.

Arjuna menyunggingkan senyum miring seolah meremehkan keluhan kedua sahabatnya itu, "kalian tau kenapa koala selalu tertidur?... itu karena mereka bodoh," celetuknya begitu, cukup membuat Jagar dan Benjamin naik pitam. Keduanya beranjak dari bangku, berlari mengejar Arjuna yang sudah berlalu pergi pada detik itu juga.

"ARJUNA SIALAN!!"

Teriakan Jagar berbaur dalam obrolan siswa lain disepanjang koridor yang mereka telusuri. Sedangkan Arjuna, pemuda itu berlari kencang dengan gelak tawanya yang khas.

"Hey, tunggu aku teman-teman!!"

Itu Husain, siapa lagi pemuda yang tersisa selain dia. Dirinya terpaksa berlari-larian seperti orang bodoh karena dia juga tidak tau kenapa dia ikut berlari, padahal tidak ada yang mengejarnya.

Kembali pada Arjuna, pemuda mancung itu terus saja berlari seraya menertawakan Jagar dan Benjamin. Sampai tak lihat jalan pula rupanya, seorang gadis yang tengah berjalan menuju kantin ia tabrak begitu saja. Netra keduanya membola didetik pemuda itu akan terjatuh dan menimpa si gadis — suara dentumannya mampu membuat siapa saja meringis dalam batin.

Buru-buru Arjuna bangun, menatap segan pada si gadis yang baru saja ia tabrak. "Ma-maafkan aku, aku tidak sengaja. Kau tidak terlukakan?" dia mencoba membantu gadis itu berdiri dan membenahkan pakaiannya.

"A-aku aku tidak—" ucapannya terpotong kala gadis lain muncul menghampiri, terlihat sorot matanya yang tajam menandakan kekesalannya. "Tidak apa-apa bagaimana?!, apa mata mu buta, lihat ini berdarah," teman dari si gadis mengangkat lengan menunjukkan luka itu disiku kirinya.

Arjuna dan temannya yang lain melihat itu, seketika dia jadi merasa makin bersalah. Menyesali perbuatan kekanak-kanakannya, dengan sorot mata penuh rasa bersalah Arjuna mendekat, "aku obati ya lukanya, aku benar-benar minta maaf," belum sempat menyentuh lengan si gadis, temannya itu menariknya mundur.

Romansa Tuan Sastra | Lee HeeseungWhere stories live. Discover now