❖ 01 . Kilas Balik Sastra

121 28 16
                                    


❝ hujan malam itu membasuh luka mu dan langit malamnya mengantarkan
kita bertemu

❝ hujan malam itu membasuh luka mu dan langit malamnya mengantarkan kita bertemu ❞

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yogyakarta, 1997.


Dua pasang sepatu semir hitam kini berlabuh pada tapak kaki seorang pemuda jangkung, dia dengan setelan seragam sekolahnya kini hendak berjalan menuju kendaraan roda dua dengan kayuh sebagai alat pacu.

Ditungganginya besi itu, kedua kakinya seolah santai mengayuh kearah yang dituju dengan siulan yang mengalun diantara sela-sela embun pagi nan sejuk. Tidak butuh waktu lama, kayuhnya kini berhenti tepat dipelataran sekolah negeri.

Pemuda itu berjalan santai masuk kedalam, langkah sepatunya menggemah disepanjang jalan mengetuk-ngetuk ubin dingin itu. Hingga kini dia berlabuh tepat dibalik kusen kayu, jemarinya mengetuk pelan tuk sekedar mengatakan pada penghuni bahwa kini dia tengah berdiri disudut pintu masuk.

Wanita parubaya itu menoleh dengan senyumannya, "eh murid baru ya?" tanya sang guru memastikan, pemuda itu mengangguk dengan senyum.

"Ayo sini masuk," begitu sang pemuda melangkah, netra semua siswa ia sita. "Perkenalkan dirimu nak," pinta sang guru.

"Hallo teman-teman..." sapanya mencoba untuk menghilangkan kecanggungan.

Bagusnya semua siswa merespon sapaannya begitu riuh, membuat pemuda itu mengukir senyum malu. "Perkenalkan nama saya Husain Cayapata Adji Sastra, biasa dipanggil Husain. Saya pindahan dari Bandung dan dikarenakan beberapa hal saya jadi memutuskan untuk pindah ke-Jogja... Saya harap teman-teman sekalian dapat menjadi kawan baik saya," begitulah kurang lebih perkenalan diri dari seorang Husain.

"Baiklah Husain, kamu silahkan duduk dikursi yang kosong," tutur sang guru yang kembali duduk dikursinya.

Husain melangkah menuju bangku siswa, lalu langkahnya berhenti saat seorang pemuda berwajah pahatan Eropa menegurnya. "Husain, kamu duduk bersama ku saja," ajaknya seraya menepuk bangku kosong itu.

Tanpa banyak pertimbangan Husain duduk dengan senyum, pemuda itu mengulurkan tangan untuk berjabat. "Aku Arjuna. Asli Jawa, meski rupa ku mirip Belanda tapi aku asli Jawa," lengannya mengayun, begitu bersemangat berjabatan dengan teman barunya.

"Iya, saya Husain," hampir saja Husain ingin menyapanya dengan bahasa Belanda, jika Arjuna tidak mengatakan lebih dulu mungkin saja kini dan seterusnya Arjuna adalah keturunan Belanda dimata Husain.

Pemuda corak Belanda itu menepuk-nepuk bahunya. "Iya, nama yang bagus. Semoga kita bisa berteman baik," itu membuat Husain mengangguk dengan senyum.

Berselang dari itu dua pemuda jangkung yang duduk tepat dibelakang mereka mencolek bahu Husain, membuat pemuda itu menoleh dangan tanda tanya. "Perkenalkan aku Benjamin, jangan dipanggil jamin ya nanti dikira asuransi negara," pemuda gigi gingsul itu terkekeh dengan ucapannya sendiri.

Romansa Tuan Sastra | Lee HeeseungWhere stories live. Discover now