Bab 7

484 26 1
                                    


BAB 7

HAPPYY READING

***

Jantung Vero maraton ketika pria itu melangkah mendekatinya. Vero menoleh menatap Ester, ia tidak tahu kenapa pria itu ada di sini menemuinya. Ia mengigit bibir bawah, bingung akan melakukan apa selain diam dan bergeming.

"Cowok lo Ver?" Tanya temannya yang lain.

"Eh, bukan-bukan," sanggah Vero, ia tidak ingin sahabat-sahabatnya salah prasangka.

"Masa sih?" Ucap yang lain.

"Iya, beneran suer," Vero mencoba meyakinkan kepada mereka.

"Ya ampun, dia ke sini," desis Ester.

"Cakep gila."

"Lebih oke dari Jay tau!"

"Ih, kalian apaan sih?"

"Kerja apa?"

"Udah deh jangan kepo, rese banget nih cowok, datang-datang ke sini," dengus Vero kesal.

Vero menarik nafas ketika pria itu melangkah mendekat, ia meletakan gelasnya di meja. Kini Kafka berada di hadapannya. Mereka saling menatap satu sama lain, jika mengingat kejadian beberapa jam lalu membuat hatinya panas. Ia turun dari kursi, ia menghela nafas, memandang iris mata tajam pria itu.

"Ngapain kamu ke sini," tanya Vero, ia seperti ini agar Kafka tahu kalau ia sangat tidak welcome.

Kafka melipat tangannya di dada, bisa-bisanya wanita itu mengatakan kenapa ada di sini, tanpa rasa bersalah. Padahal, ia berada di sini karena dia memberitahu keberadaanya dengan sang mama. Kalau bukan karena mama dan papa, lebih baik ia pulang ke apartemen tidur, dari pada menjemput wanita sinting ini.

"Mama nyuruh kamu pulang," ucap Kafka tenang.

Vero nyaris menganga mendengar mama menyuruhnya pulang, "Maksudnya? Ini yang nyariin mama kamu atau mama saya?" Tanya Vero gelagapan, jika mama nya jelas tidak mungkin karena dari tadi siang ia sudah ijin pergi bersama teman-temannya.

"Mama saya."

Vero terbelalak kaget, "HAH! Mama kamu? What? Ngapain nyuruh saya pulang?"

Vero nyaris tidak percaya, dan ia shock luar biasa. Bisa-bisanya mama Kafka menyuruhnya pulang? Mereka baru kenal tadi, dan tiba-tiba menyuruhnya pulang. Sebenarnya orang tua kafka tidak berhak menyuruhnya pulang seperti ini, karena ia bukan siapa-siapa.

"Enggak hanya mama sih, papa juga," ucap Kafka lagi.

Ester melirik ekpresi Vero yang tampak shock luar biasa, karena mungkin Vero tidak terima di suruh pulang medadak seperti ini, lagi pula party baru saja di mulai, ia menghela nafas. Ester mengulurkan tangannya kepada Kafka.

Tadi Vero mengatakan bahwa Kafka itu jelek, namun kenyataanya pria itu sangat tampan, terlebih tubuhnya tinggi proporsional. Terlihat jelas bahunya yang bidang. Ia menatap wajah Kafka hingga tidak bisa berkedip karena terlalu sempurna. Dia memiliki rahang tang tegas, hidung mancung, dan alis yang tebal.

"Saya Ester temannya, Vero," Ester menglurukan tangannya kepada pria itu, ia tidak peduli bahwa ia berinisiatif berkenalan terlebih dahulu.

Kafka membalas uluran tangan wanita berambut sebahu itu, "Saya, Kafka."

Sedetik kemudian Kafka melepaskan uluran tanganny.

"Oiya, ini temannya, ini Cakra dan Indah," ucap Ester memperkenalkan Kafka kepada sahabat-sahabatnya.

Kafka tersenyum kepada pria dan wanita tidak jauh darinya dan mereka berkenalan. Ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 23.50, ini sudah hampir jam dua belas malam, ia harus segera pulang dari sini.

Di Atas Ranjang DokterWhere stories live. Discover now