After bit feel

0 0 0
                                    


Aku melihatnya kembali 

"hey, kenapa? Sini sini sama gw aja" aku duduk ke sebelahnya merangkulnya dan menatapnya "kenapa?" timpalku

"gapapa aku mau pulang aja raf aku g nyaman" katanya lirih hendak menangis, aku sedikit merasa bersalah karna membiakannya sendiri

"ila.., maaf maaf gw ninggalin lo tadi, lama ya? Hehe" aku memeluknya untuk meredakan tangisnya ila, tapi bukannya reda ia malah semakin menjadi. Tak mau terdengar oleh yang lain, ila menenggelamkan wajahnya pada dadaku untuk meredam suara tangisnya, ia menangis tertahan. Aku hanya menatapnya dan merasa sedikit sakit saat mendengar suara tangisan darinya. Maaf ila, gw ninggalin lo sebentar aja lo udh nangis gini kataku dalam hati. Aku mengelus pundaknya sambil menenangkannya. Sementara itu budi hanya tertawa melihatku seperti itu, sudah lama semenjak aku terakhir berpacaran ia melihatku seperti itu lagi. Lama aku memeluknya seperti itu aku melepas pelukanku melihat ila yang hidungnya yang memerah di sana, serta matanya yang sedikit membengkak.

"jangan nangis ila, lo kenapa?" kataku akhirnya berbicara

"hiks- a-hiks aku ma-hiks mau pu-pulang" katanya disela-sela isakan

"kita baru bentar ila, masa lo mau pulang?" kataku dibuat selembut mungkin

"a-aku ga mau di sini" katanya, akhirnya aku memutuskan untuk pulang lebih dulu menantar Aqilla, aku merasa aneh kepada diriku, aku yang sebelum ini tidak pernah meninggalkan teman-temanku apalagi ini hampir lengkap. -Hanya pada ila dan hanya kali ini gw begini, gw Cuma kasian ama dia karna dia nangis- kataku dalam hati meyakinkan diriku bahwa aku tak menyukainya. Aku keluar café dan pergi ke dalam mobil sambil menggenggam tangan aqilla. Di dalam mobil akhirnya dia menangis hebat aku reflek memeluk tubuhnya dia menangis begitu hebat, yang mana aku tak tahu apa yang membuatnya seperti itu.

"ila, lo kenapa nangis? Lama tadi gw tinggal? Maaf ya sebelumnya gw ga ngomong mau ngajak lo ngumpul bareng temen-temen gw" kataku menenangkan dirinya sambil mengelus pelan pundaknya yang bertumpuh pada diriku, aku mendekatkan kepalaku dipucuk kepalanya dan mulai benar-benar memeluknya dengan erat. Ia hanya menggeleng sebagai jawaban. Aku paham ia membutuhkan waktu untuk menguras emosinya terlebih dahulu. Lama ia menangis dipelukanku sampai akhirnya pelukannya melemah dan mendongak kearahku dengan mukanya yang masih merah merah ia menenangkan dirinya sehingga isaknya mulai terminimalisir.

"aku gapapa, Cuma tadi ada yang liatin aku risih" katanya lirih sambil menunduk

"siapa? Temen gw? Kalo iya biar gw samperin" kataku heran -siapa yang berani menatap Aqilla?- kataku dalam hati

"aku ga tau itu temen kamu apa bukan kan aku ga kenal" katanya

"lah iya ya bego bet gw wkwkwk" kataku memaki diriku sendiri. Aku sedikit melirik dirinya yang tersenyum tipis. "elah kalo mau ketawa ketawa aja anjir, gausah ditahan" kataku menambahi

"hehe maaf kamu abisnya lola sih." Katanya sedikit tenang namun masih berada dalam suara isaknya. Aku memeluknya untuk kembali menenangkannya sambil memeluk aku berkata

"udah ilaa dia kan Cuma liatin lo, mungkin dia suka sama lo, kan lo cantik hehe" kataku tanpa menatap, tiba-tiba pelukan itu terasa lebih erat, ternyata ila-lah yang mempererat pelukan itu. Dia salting rupanya.

"aduh sayangnya abi manja bet dah ama gua. Et dah!" kataku sambil tertawa. Ila semakin erat menenggelamkan kepalanya pada dadaku. Aku merasa nyaman dengan dia yang seperti itu.

Tak lama dari itu kami langsung pergi meninggalkan café, sepanjang perjalanan aku terus menggoda ila dengan beberapa candaan yang setidaknya bisa kembali membuatnya lebih baik.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 04, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Founded FeelingWhere stories live. Discover now