The Begining

4 2 2
                                    

Langit cerah menyinari atap kota Bogor, aku yang tengah berbaring di atas kasur menoleh ketika pintu kamarku terbuka, rupanya itu adalah saudariku Aqilla –Saudara jauh tepatnya-. Dia memang kerap mengunjungi rumah keluargaku tiap akhir pekan, kami saling kenal dari kami kecil. Dia adalah perempuan yang cantik, memiliki wajah dan postur tubuh yang ideal bagi seorang model, hanya saja dia menutupnya jadi postur tubuhnya tak pernah diumbar."Hai Kebo!" sapanya sambal memasuki kamarku.

"I have a name." kataku tanpa menoleh.

" hehe, sorry. Btw malem ini malem minggu, kamu g mau keluar?" tanyanya seraya duduk di kursi samping kasurku

"ga mood. Gada temen juga" jawabku sambal duduk menghadap dirinya.

"ama aku mau? Sekalian temenin juga buat nyari buku."

"hm? Cowo lo g marah?" Tanyaku mengangkat sebelah alis kananku "o iya lo jomblo lupa gw" Timpalku sejenak sebelum bangkit meninggalkannya untuk berganti baju

"ga boleh pacaran raf" kata Aqilla sambal menunduk

Aku berhenti didepan wardrobe melirik Aqilla sebentar, dia masih tidak bergeming ditempatnya." Lo mo liat gw ganti baju?" tanyaku seraya membuka pintu wardrobe.

Mata Aqilla melebar dan bergerak kaku keluar, ia malu semalu-malunya karna baru sadar bahwa saudaranya Raffi hendak berganti baju. " Ma - maaf" katanya mencicit pelan. Setelah Aqilla pergi barulah aku mengganti baju. Aku memakai kaos lengan pendek yang dibalut jaket levis hitam, celana chino hitam dan aksesoris tambahan sebelum akhirnya ke depan rumah untuk memakai sepatu. Di ruang tamu aku melihat Aqilla tengah berbincang dengan Ibuku, ketika ia melihatku lewat barulah ia bergegas keluar.

"I'll go with her" kataku setengah teriak tanpa menoleh ke belakang

"hati hati" saut ibuku pelan. Aqilla bangkit untuk salim ke ibuku dan ibunya

"Aqilla pegi dlu ya ama Raffi, Assalamualaikum bu" pamitnya sopan dan hanya dijawab sekenanya saja oleh ibunya sambal tersenyum seraya mengusap kecil pundaknya.

Kami berangkat menggunakan mobilku. "ila, lo kok jomblo sih, lo kan cantik."

"ga- gapapa, g mau aja" katanya sambal melihat keluar melalui jendela

"ouh, mau ke mall mana?" tanyaku sambal focus menyetir dijalanan yang ramai dan lumayan padat. Aqilla hanya mengangkat bahunya tak acuh.

Hampir 30 menit kami menjalani perjalanan akhirnya kami sampai ke salah satu town center terbesar di Bogor. Kami masuk setelah memarkir mobil mencari toko buku di lantai atas. Lama Aqilla mencari bukunya, aku bersandar disamping tiang sambal memerhatikan gitar-gitar yang terpajang rapi dari yang termurah sampai yang paling mahal, lama kumenimbang keputusan ini sebelum akhirnya aku mau membeli gitarnya.

"Ila, gw mo beli gitar" kataku sambal menghampiri dirinya yang tengah sibuk membaca buku

"Eh! Serius?, emang kamu bisa?" tanyanya meremehkan sambal terkekeh pelan, aku hanya menaikkan sebelah alisku dan berkata dengan dingin " ngeremehin?"

"iyaaaa iyaaa, mau yang manaa? Punya uang emang?" katanya sambal menaruh kembali buku yang ia baca tadi lalu menghampiriku.

"tuh, harganya liat aja sendiri" aku menunjuk gitar yang terpajang disamping keyboard elektrik. Yang tertera harganya mencapai 1,4 juta rupiah.

"ih mahal banget afii, ga kemahalan emang?" katanya memandangku ragu "kan ada yang murah" timpalnya.

"hmm, maunya yang itu, ada uangmah gw" kataku mendekati gitar itu sambil melihat-lihat.

"iyauda mana uangnya sini aku yang bayarin ke kasir." Setelah kumemberikan kartu atmku, ia bergegas memanggil pelayan yang terdekat, dan berbincang sedikit entah membicarakan apa. Selepas itu ia kembali dan menarik tanganku untuk ke kasir.

"udah?" tanyaku yang hanya ia balas dengan anggukan. "Ke kasir ayo" tambahnya

Sesampainya kami di kasir ia mengurusi semua pembayaran dan akhirnya kami keluar dengan membawa barang baru masing-masing. Ia dengan bukunya aku dengan gitarku. Akhirnya kami hanya mengelilingi mall tanpa peduli waktu yang semakin larut, kami keluar dari mall dan memilih pulang. Tapi sebelum pulang Aqilla lapar dan kami menepi di angkringan. Banyak anak muda yang tengah berkumpul entah hanya mabar ataupun hanya hangout saja. Beberapa pemuda memandangi Aqilla tak sedikit aku mendengan selintiran yang mengatakan ia cantik-well, nyatanya memang begitu- aku hanya memandangi pemuda pemuda itu datar tanpa peduli sedikitpun. Kami duduk bersebrangan, di sisi terluar angkringan. Aku mengeluarkan sebungkus rokok dan mengambil satu batang darinya, tepat sebelum aku mengambil rokok itu Aqilla memukul tanganku dan menatapku kaget.

"kamu ngerokok?!" katanya menatapku heran. Aku hanya menaikkan sebelah alisku

"jawab! Kamu ngerokok?" tanyanya sekali lagi.

"iya, ngapa sih?" aku menatapnya heran, Ila amat kaget ketika aku merokok

"jangan ngrokok, aku g suka" katanya mengambil bungkus rokokku dan membuangnya ke tempat sampah.

"Ila kok dibuang sih?" kataku intens sambil menatapnya tajam ketika ia sudah duduk kembali di depanku

"kamu tuli? aku ga suka rokok"

"kan lo yang ga suka ila, ngapa lo jadi gini dah, sebelumnya lo ga gini" kataku sedikit kesal, tapi tingkah lakunya seperti tadi lebih mengarah kepada sifat wanita yang ku suka. Ila merenungkan kalimat terakhir dariku ia sadar sebelumnya ia tak sepeduli ini dengan diriku.

"ga-g gapapa" katanya menunduk malu.

"ila? Gapapa gw g marah, gw cumakesel masalahnya itu uang mingguan gw jadi kebuang" kataku menenangkan Aqilla.Tak lama dari itu pelayan datang membawa daftar menu. Kami memesan beberapamakanan berat. Selama makan kami tak berbicara sedikitpun. 

The Founded FeelingWhere stories live. Discover now