38. Yang Terjadi Sebenarnya

3.8K 792 69
                                    

Hai, selamat hari Senin! 🥳

Semangat vote dan komentar selalu aku nanti. Perkiraan cerita ini ending di part 40, ya. Belum termasuk epilog dan extra part kalau masih ada yang mau baca extra part.

Gimana? 🤭

Happy reading! 🥰🤗

Catatan: Part ini panjangnya 2 ribu kata lebih dikit. Kasih semangat, ya! 🥳

====🏖🏖🏖====

“Mas lagi sibuk urus bisnis baru yang mungkin akan dia jalani bersama … Alika Prameswari

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


“Mas lagi sibuk urus bisnis baru yang mungkin akan dia jalani bersama … Alika Prameswari.”

Perempuan berpipi tembam itu menjabarkan sebuah berita. Dari caranya bicara terlihat sungguh-sungguh. Bukan sedang bercanda untuk sengaja membuat Risa cemburu, sepertinya bukan. Tapi apa benar beberapa hari laki-laki itu mengabaikannya hanya karena sibuk menjalani bisnis? Bersama mantan kekasihnya? Tanpa embel-embel perasaan yang kembali bersemi?

Pagi ini, saking bingungnya dengan rumah tangganya sendiri yang mendingin secara tiba-tiba, Risa mendatangi Siska. Namun, kabar yang ia dengar dari mulut sepupu suaminya justru membuat pikiran semakin kacau. Ada rasa tak siap kalau ternyata Tama mungkin sudah bosan dengan semua yang ia jalani bersama Risa. Meski seharusnya perempuan yang kini terdiam seribu bahasa siap menerima. Toh sejak awal ia sudah berkali-kali mengatakan siap pergi kalau laki-laki itu tak lagi menginginkan. Tapi saat tiba pada saatnya, Risa justru ketakutan sendiri. Ia takut Pratama-nya pergi. Takut sekali.

“Mbak,” panggil Siska.

Risa berjengit dari lamunan, dua telapak tangan yang semula menapak meja berlapis kaca itu mengepal cemas. “Y-ya?”

“Aku besok sore mau berangkat ke Jakarta. Mbak mau ikut?”

“Y-ya?” Lagi, Risa jadi gagu dan gugup sendiri. Ia bingung. Apa pun yang berseliweran di depan mata dan telinganya sekarang seperti angin lalu. Perempuan itu sama sekali tak fokus.

Belum sempat obrolan kembali terjalin, ponsel di atas map merah milik Siska bergetar. Perempuan berblazer merah itu gegas mengangkat telepon dan bangkit dari duduk. “Aku angkat telepon dulu. Mbak mau aku pesenin kopi atau camilan ke Mamat?”

Risa cepat-cepat menggeleng.

“Oke.” Siska tersenyum dan berlalu sambil menyapa, “Halo, Pit! Bentar! Udah beres, kok. Sesuai rencana. Iya!" Kemudian ia pergi entah ke mana. Mungkin ke toilet atau mencari tempat yang lebih tenang untuk bicara.

Dan Risa hanya bisa terpekur sendirian di ruangan itu. Ia menghela napas pelan dan mengembuskannya sama perlahan. Sampai akhirnya dari pintu yang terbuka, tatap matanya bertemu dengan gadis berkacamata lebar yang baru saja datang. Risa segera mengubah raut wajah, melempar senyum seraya melambai kecil. Namun, senyum dan lambaian itu tak berbalas. Tina hanya melihatnya lurus-lurus sembari menipiskan bibir. Lalu, gadis itu beranjak.

SuddenlyWhere stories live. Discover now