[13]. Ketakutan

4.7K 1K 168
                                    

Halo, sudah makan sahur pakai apa? 🤗

Maafkan up sepagi ini pas habis sahur. Mumpung idenya meronta dan nggak mau diendapin dulu. Maunya main publish aja. Alhamdulillah, ya? 😂

Ke depan aku baru mau up kalau vote sehari ada 400, komentarnya sampe ratusan, ah. Semangat gini soalnya tiap up sehari vote bisa tembus 400-an. Komentar ratusan. (Dasar author lebay!) 🤣

Terima kasih, ya. Sayang kalian. 🥰🤗

Happy reading.

Cintanya ditebar, yok! Kembang api sama petasan dinyalain biar ramai di komentar. Vote jangan lupa. 😍

❤❤❤❤❤❤❤❤❤

====🏖🏖🏖====

Malam terakhir memimpin wisata, nyatanya Tama masih saja menyempatkan diri datang ke penginapan meski sebentar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Malam terakhir memimpin wisata, nyatanya Tama masih saja menyempatkan diri datang ke penginapan meski sebentar. Risa bisa merasakan laki-laki itu datang bukan untuk sekadar menemuinya. Sebab sejak malam ia menolak diajak pulang ke Denpasar, Tama hampir tak pernah bicara apa pun.

Kalaupun bertegur sapa, yang dibahas pasti masalah pekerjaan. Ponsel Risa bahkan tak pernah berisik dengan notif pesan laki-laki itu. Entah keduanya sibuk atau sengaja menyibukkan diri, Risa belum menemukan jawaban. Meski ia tak bisa mungkir kalau masih takut bila Tama terus mendesak segera mengenal lebih jauh tentang keluarganya. Pun sepertinya Tama cukup tahu posisi, sebab nyatanya laki-laki yang kini tengah berdiri di sisinya tak lagi membahas perihal ajakan beberapa hari yang lalu.

Malam ini, sambil menahan kantuk dan lelah karena tiga hari berkeliling bali memimpin rombongan, Risa duduk di aula serbaguna bersama leader lain dan sang direktur. Mereka duduk melingkari meja bundar. Tak ada yang mau duduk di sebelah Tama kecuali Mbak Nunung yang cepat-cepat mengisi kekosongan di sisi kanannya. Randi dan Diyah jelas sungkan dan takut dikira cari muka. Sementara Tina cukup tahu posisi bahwa Risa lebih berhak. Gadis itu bahkan rela mendudukkan Risa cepat-cepat di sisi kiri Tama sebelum Desi datang dengan alasan mengekor induknya.

Kelopak Risa sempat memelotot kesal. Mendelik ke arah Tina ketika saking kerasnya gadis itu mendorong pundak agar Risa segera duduk. Kursi yang diduduki bahkan sempat oleng dan tangan kiri Tama refleks menahan sembari menoleh sekilas. Tina dan Diyah malah senyum-senyum tak jelas saat tangan laki-laki itu sempat mangkir sejenak di puncak kepala Risa dan mengusapnya. Randi dan Mamat sama saja, keduanya menahan senyum sembari berdeham bersamaan.

Melihat reaksi Tama terhadap Risa, hanya Mbak Nunung yang sontak menipiskan bibir tak suka. Ia sempat melirik tajam ke arah rivalnya, membuat Risa mengangguk seraya melempar senyum sungkan.

"Besok rombongan kembali ke Jogja. Ada yang mau dibicarakan sebelum persiapan penutupan besok pagi?" Tama memulai pembicaraan.

Sementara yang lain mulai mendengarkan, ponsel di dalam saku kemeja Risa hampir terus bergetar meminta perhatian. Saking seringnya dengung itu terdengar, perhatian Tama terpecah. Laki-laki itu menoleh hanya untuk berkata, "Angkat aja kalau penting. Saya nggak bisa konsentrasi kalau ponsel kamu nyala terus waktu meeting."

SuddenlyWhere stories live. Discover now