16. Il A Disparu

583 132 16
                                    

Jika setelah kebersamaan itu kemudian ada kelanjutannya, mungkin kupu-kupu akan tetap terbang dengan gembira. Pada kenyataannya, kontak terakhir dari Ariga kepada Shahreen hanya pemberitahuan bahwa ia telah sampai dengan selamat di Semarang.

Bisa dibilang Shahreen hilang kontak sama sekali dengan Ariga, apalagi lelaki itu tidak pernah membuat status apa pun di mana pun yang menunjukkan sedang di mana atau melakukan apa bahkan dalam skala tidak penting sekali pun.

Apakah Shahreen harus berharap lebih? Tidak. Shahreen tidak berharap lebih dari apa yang sudah ia dapatkan akhir-akhir ini. Bertemu lagi dengan Ariga dan menghabiskan setengah harian penuh cerita dengan lelaki itu sudah lebih dari cukup bagi Shahreen. Tidak ada kewajiban lelaki itu untuk selalu memberi kabar padanya atau pun mengirim pesan. Kedekatan dan kebaikan selama ini adalah sebuah keniscayaan semata. Bukan sesuatu yang aneh. Memang begitulah Teuku Ariga Firdaus.

Hari-hari Shahreen berjalan seperti biasa. Setelah berkutat dengan laporan-laporan di ruangannya, ia pun keluar menuju dapur untuk meminta dibuatkan minuman dan camilan.

Dari dapur, Shahreen menuju Fleuriste.

"Ah, kebetulan. Mbak, Minggu depan ada pesanan bunga untuk dekor acara tunangan," Naina melaporkan begitu Shahreen sudah duduk di hadapannya, "terus, barusan ada telepon dari temannya Mbak Antari katanya tertarik pakai jasa kita buat dekor acara pernikahannya. Sebentar lagi mau ke sini untuk lihat-lihat."

Shahreen mengangguk. "Alhamdulillah. Tapi, Mbak Antari siapa, ya?"

"Itu lho, pelanggannya Piring Mehreen yang mendadak hubungi kita buat dekor nikahannya." Naina mengingatkan.

Kedua alis Shahreen terangkat. "Kita belum ada portofolio acara nikahan, lho. Baru sekali itu. Kamu sanggup?"

"Aku tadi sudah bilang kok ke Mbak Puji, kalau sederhana in syaa Allah bisa. Kalau yang terlalu besar apalagi untuk sekelas gedung, kita nggak bisa karena belum ada kru lain juga," terang Naina. "Aku sendiri belum berani minta tambahan orang karena belum terlalu membutuhkan, kasihan nanti nggak ada kerjaannya malah."

Shahreen manggut-manggut.

"Untuk buket-buket alhamdulillah mulai ramai."

"Alhamdulillah."

"Mbak Sha?"

"Ya?"

"Kita bikin video tutorial merangkai bunga atau dijadikan satu sekalian dengan Bibliocafé..."

Shahreen menatap Naina seraya mencerna perkataan gadis itu. "Ya, nggak masalah sih."

"Nanti mas-mas barista bisa tuh bikin tutorial segala hal tentang perkopian. Ya, intinya apa pun yang ada di Caragana ini kita promosikan."

"Hmm, boleh juga. Mungkin Alix dan Emre bisa kasih tutorial masakan yang mudah dibuat."

Naina langsung merespons dengan tepukan tangan antusias. "Nah, Ko Alix kan mirip oppa-oppa Korea tuh, pasti banyak yang mampir ke akun kita. Selama ini, kan promosi kita, ya bukan jelek sih, cuma menurutku kenapa nggak bikin yang agak beda gitu."

"Oke, deh, nanti kurapatkan dengan yang lain."

Kemudian terdengar lonceng yang berbunyi menandakan seseorang tengah membuka pintu Fleuriste. Shahreen dan Naina serempak menoleh ke arah pintu, di mana masuklah seorang wanita muda berambut panjang yang diikat ekor kuda mengenakan setelan celana dan blus dipadu sepatu flat.

"Permisi, saya mau ketemu Mbak Naina," kata tamu tersebut.

Naina yang disebut namanya berdiri sambil tersenyum ramah dan menunjuk dirinya sendiri. "Saya Naina."

Caragana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang