13. Quelle Surprise

512 127 6
                                    

Shahreen Shazana
Bang, tolong jangan pulang dulu
sebelum Javas pulang 🙏🏽

Javas? Javas siapa? batin Ariga bingung ketika membaca pesan dari Shahreen yang tengah membuatkan minuman untuk tamu yang baru datang. Ia juga bingung mengapa Shahreen harus mengiriminya pesan ketika bicara langsung saja bisa. Namun, saat melihat ke samping, ia baru menyadarinya. Oh, lelaki ini namanya Javas?

Begitu menyadari yang terjadi, jiwa protektif Ariga pun bangkit. Yang tadinya duduk biasa saja meskipun dalam hati ketar-ketir, kini menjadi lebih waspada. Bukan karena ketar-ketir lagi, melainkan siap melindungi Shahreen sebab perempuan itu sampai susah payah meminta tolong kepadanya. Hal lainnya adalah bahwa apa yang ia pikirkan dulu ketika pertama kali bertemu Javas yang membuat Shahreen tak nyaman benar adanya.

Ariga memperhatikan Javas seperti seseorang yang sedang terpojok ketika Damai menanyai dirinya mengenai keperluan bertemu Shahreen.

"Saya cuma mau silaturahim saja dengan Shahreen," jawab Javas dan sepertinya ia baru teringat di tangannya ada kresek berlogo toko roti yang kemudian diletakkannya di atas meja, bersebelahan dengan sepiring martabak dari Ariga, "oh, ini lupa. Buat Shahreen sekeluarga."

Damai mengangguk. "Terima kasih, nggak usah repot-repot."

Javas menggeleng sambil tersenyum. "Nggak repot kok, Pak." Kemudian ia menoleh pada Ariga. "Masnya ini kalau nggak salah dulu pernah ketemu di kafenya Shahreen, kan, ya?"

Ariga mengangguk. "Benar."

"Mas Javas benar cuma silaturahim saja? Soalnya kok sepertinya nyari Shahreen sampai sebegitunya," tanya Damai lagi, masih dengan ekspresi wajah yang sulit dijelaskan.

Dugaan Damai sepertinya benar bahwa Javas tak sekedar ingin silaturahim dari apa yang diperhatikan oleh Ariga.

Tak lama Shahreen keluar dengan secangkir teh di tangannya. Setelah meletakkan cangkir tersebut di atas meja dan menyimpan nampan kecilnya di bawah meja, Shahreen kembali duduk di antara kedua orang tuanya.

Begitu Shahreen keluar, Javas tersenyum sangat lebar seolah lupa dengan sekitarnya. Ariga yang melihatnya hanya bisa melirik tajam, untuknya sendiri dan Shahreen yang tampak tidak nyaman.

"Tadinya waktu di kafe Jogja, saya memang berniat silaturahim saja, Pak," terang Javas kali ini dengan nada yang lebih percaya diri, "tapi karena Shahreen ternyata ada di sini juga, ya, saya berharapnya bisa mendapatkan jawaban dari pertanyaan saya waktu itu."

Pertanyaan? Pertanyaan apa? batin Ariga langsung waspada. Ia merasa status tanggap daruratnya naik menjadi siaga satu.

Bukan saja Ariga, Shahreen juga langsung waspada, bahkan wajahnya memucat. Jika saja bisa dan memiliki kuasa, Ariga ingin sekali menghajar lelaki di sampingnya yang kelihatan tidak peka sama sekali dan hanya menuruti egonya. Sayang Ariga pun bukan siapa-siapa.

"Abang, maaf, bisa tunggu di luar atau dalam dulu? Sepertinya ada yang harus saya dan Javas selesaikan," pinta Shahreen penuh tekad.

Ariga mengangguk. "Om, Tante, izin keluar sebentar."

Kedua orang tua Shahreen mengangguk dan Ariga pun bangkit, beranjak meninggalkan ruang tamu. Ia memilih keluar sebab lebih lapang daripada di dalam. Ia tidak ingin mendengar yang seharusnya tidak didengarnya.

Namun, begitu di luar, ia pun duduk di atas motornya dan mengeluarkan ponselnya. Menghubungi Svarga.

Svarga
Wakuncar, bro!
Ngapain hubungi aku?
Katanya ke rumah Shahreen ketemu
orang tuanya?

Ada tamu

Svarga
Sopo?

Javas

Caragana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang