16 - ALWAYS WITH YOU

Start from the beginning
                                    

"Sejak kapan lo tau kebiasaan Acha?"

Abdi segera menjauh beberapa langkah, merasa tidak nyaman dengan tatapan dingin Iqbal.

"Nggak hanya gue yang tau, Bal. Satu angkatan lo juga pasti tau kalau Acha selalu sarapan pagi," jawab Abdi segera meluruskan.

Iqbal mengangguk-angguk kecil, menyetujui ucapan Abdi.

"Kelas pagi?" tanya Iqbal basa-basi.

"Nggak ada. Gue pengin dilihat seperti anak rajin aja makanya berangkat pagi," jawab Abdi dengan bangganya.

"Sinting!"

Iqbal membalikan badan, memilih duduk terlebih dahulu selagi pesanannya dibuatkan. Abdi pun mengikuti Iqbal, duduk di sebrang Iqbal.

"Bal," panggil Abdi terdengar hati-hati.

"Gue nggak mau, Di," jawab Iqbal seolah sudah tau arti dari panggilan tersebut.

Abdi mendecak sebal.

"Lo dukun apa gimana? Gue baru manggil belum ngasih tau tapi udah lo tolak aja seolah lo tau apa yang mau gue omongin!"

Iqbal tersenyum singkat.

"Apapun itu, gue nggak mau," ucap Iqbal dingin.

Abdi sedikit mencondongkan tubuhnya.

"Bal, minggu depan ada rektor cup. Anak BEM Fakultas kita maksa gue biar bujuk lo ikut lomba basket! Lo ikut ya," pinta Abdi.

"Nggak, gue sibuk."

"Gue tau lo nggak sibuk, Bal. Sibuk lo cuma pacaran sama Acha."

"Siapa lo ngatur kehidupan gue?" tajam Iqbal.

Abdi menepuk dadanya lebih bangga.

"Nama Abdi, nama panjang Abdi manusia bisa segalanya. Abdi berjanji jika Iqbal menyetujui untuk ikut lomba basket di rektor cup, Abdi akan membantu apapun yang Iqbal minta!" seru Abdi penuh keyakinan.

"Nggak, Di."

Abdi menunjukkan wajah melasnya.

"Gue mohon, Bal. Lo satu-satunya harapan fakultas kita." Abdi menangkupkan dua tangannya, berharap Iqbal akan luluh.

Namun, Iqbal tetaplah Iqbal. Dia menggelengkan kepalanya cepat. Iqbal segera berdiri saat pesanan teh hangatnya sudah jadi.

"Bal, tolongin dong. Lo beneran harapan kita banget," rengek Abdi masih saja mengikuti Iqbal.

Iqbal menghentikan langkahnya, menatap Abdi dengan malas.

"Lo tau?" tanya Iqbal menggantung.

"Nggak tau, Bal. Apa yang harus gue tau?" balas Abdi sembari tersenyum merekah.

"Lo memang nggak bisa diharapkan."

Setelah itu, Iqbal langsung pergi begitu saja, meninggalkan Abdi yang tercenggang dengan ucapan tajam seorang Iqbal.

Abdi menghela napas panjang.

"Sialan, Bal. Mau marah tapi bener."

****

Selama perlajaran profesor Tomi, Acha memilih untuk tidur. Dan, Iqbal dengan sigap membantu me-videokan bahkan mencatatkan mata pelajaran profesor Tomi hanya untuk seorang Acha.

OUR MARIPOSAWhere stories live. Discover now