'Inget Karl, dia adek lo. Jangan macam-macam,' batinnya berusaha menguatkan imannya.

Kaycia bersorak di dalam hati. Tidak sia-sia dirinya berakting seperti itu di depan kakaknya yang lemah dengan keimutannya ini.

"Sebenarnya—"

Kaycia menyeritakan apa yang terjadi padanya di sekolah. Namun, ia tidak menyeritakan dengan detail bagaimana Asten memintanya menjadi kekasihnya. Kaycia melewatkan hal itu. Ia tidak mau Karl tahu.

Karl hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar setiap tuturan Kaycia. Sesekali ia meringis saat adik kesayangannya mendapatkan hal yang sudah diduganya. Adiknya akan dibully.

"Jadi gitu ceritanya," ucap Kaycia lesu setelah menceritakan a-z.

Dengan inisiatifnya, Karl memeluk Kaycia. Ia mengelus rambutnya berusaha menguatkan adiknya ini. Ingin sekali ia menarik Kaycia pergi dari sana.

Tapi apa boleh buat, dirinya tak bisa melakukan hal tersebut. Ia tidak ingin mematahkan keinginan adiknya. Walau cara Kaycia terlalu besar resikonya, menurutnya.

"Sekali lagi mereka ganggu lo, hubungi gue. Gue bakal kasih pelajaran sama mereka karna udah berani ganggu adik kesayangan gue," tutur Karl setelah melepaskan pelukannya.

Kaycia tampak haru mendengar penuturan Karl. Air matanya sampai mengembun di pelupuk matanya.

"Tapi— ini gak gratis buat tutup mulut," lanjut Karl menaik-turunkan kedua alisnya.

Rasa haru yang dirasakan Kaycia sirna begitu saja saat mendengar ucapan Karl selanjutnya. Benar-benar tidak bisa dipercaya kakaknya yang satu ini.

"Kak Karl 'kan udah janji!!" Gertak Kaycia berkacak pinggang.

"Janji sama tutup mulut beda lagi," ucapnya tersenyum jahil.

"Kak Karl!!" Kaycia tak habis pikir dengan Karl.

"Gue juga punya syarat, kalau lo gak mau semua orang tau ..."

"Kok kak Karl tega sama Cia! Cia kan—" belum sempat ia melanjutkan bicaranya, Karl menutup seluruh wajahnya menggunakan tangannya. Hal tersebut ia lakukan karena tidak mau melihat wajah imut Kaycia. Bisa-bisa rencananya akan hancur karena itu.

"Lo pokoknya harus setuju sama syarat gue. Di sini kita harus mutualisme." ujarnya.

"Mutualisme?" beo Kaycia, diangguki Karl.

"Ayolah ... Syaratnya gak berat kok,"

Sejenak, Kaycia menghela nafasnya. "Oke, apa syarat?"

Karl tersenyum senang. Tak sia-sia dirinya memergoki Kaycia. Ada untungnya juga.

"Lo harus bantu gue keluar tengah malam dari sini,"

"Apa?!" Kaycia terkejut mendengarnya. Ia tahu alasan kenapa kakaknya keluar tengah malam. Tentu saja karena kegiatan balap liarnya bersama genk-genk alaynya itu.

"Cia gak mau!"

"Yaudah, gue bakal kasih tau sama semua orang di sini," ancamnya seraya berbalik badan.

Kaycia menggigit bibirnya bimbang, lalu ia pun berucap, "Cia setuju."

Karl membalikkan tubuhnya, "Nah, gitu dong. Gini kan enak mutualisme,"

Kaycia berdecak mendengar itu. "Udah keluar sana, Cia mau mandi!" ketusnya.

"Iya-iya gue keluar ... Tapi jangan lupa, syarat gue barusan. Syarat itu berlaku buat besok malam,"

"Kak Karl juga jangan lupa sama janji kakak!"

Karl mengacungkan jempolnya bertanda oke. Lalu ia pergi dari kamar Kaycia dengan siulannya. Hari yang menyenangkan untuknya. Ia jadi tidak perlu repot-repot lagi mencari alasan menginap di rumah teman demi bisa mengikuti aksi jalanannya.

My Nerd Is Perfect Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang