Bab 6 : Kehidupan Baru

373 39 0
                                    

Saat kedua mataku terbuka, spontan aku duduk dari posisiku hingga kepalaku terasa berputar. Aku amati sekeliling ruangan yang asing bagiku. Oh iya, aku berada di rumah om Arfan. Aku sempat lupa sesaat, sekarang aku sudah menjadi istri orang lain. Aku melihat jam di layar ponselku.

"Astaga jam sepuluh?"

Aku tak menyangka akan bangun sesiang ini. Biasanya bangun jam lima subuh, itu pun Bunda sudah menggedor-gedor kamarku untuk salat subuh. Aku melewatkan salat dan juga sarapan, tetapi enak juga sih di sini tidak perlu dengar teriakan bunda.

Aku beranjak menuju kamar mandi dan membasuh wajahku seraya menggosok gigi. Setelah merasa segar, aku memutuskan untuk men-charger ponselku. Kemudian memilih keluar kamar.

Suasana di sana begitu sepi, bahkan kamar Greya pun tertutup rapat, sepertinya tidak ada penghuninya. Aku memutuskan untuk turun ke lantai bawah.

"Selamat siang, Nyonya," sapa Bi Atun. "Nyonya, mau langsung sarapan?"

"Buatkan saya teh hangat saja, Bi. Saya sarapannya sekalian makan siang saja, nanti."

Aku memang tidak terbiasa sarapan.

Aku mengambil duduk di kursi meja makan seraya melihat ke seluruh penjuru ruangan. Aku amati setiap sudutnya yang sangat bersih, tidak ada celah yang kotor, maupun tidak cocok. Semua barang di tempatkan di tempat yang tepat. Benar-benar aesthetic.

"Ini Nyonya, tehnya."

"Terima kasih." Bi Atun mohon undur diri. "Eh Bi, Tuan dan Greya ke mana?"

"Oh, Tuan berangkat kerja dan Non Greya pergi sekolah. Mungkin sebentar lagi akan pulang di jemput Tuan," seru Bi Atun.

"Oh, begitu." Dia bahkan tak ingin repot-repot mengambil cuti menikah. Tapi kalau pun dia mengambil cuti, kami tidak mungkin melakukan honeymoon. Mengingat dia yang hanya pengantin pengganti.

Ah, rasanya jenuh juga di rumah sebesar ini sendirian.

Setelah menghabiskan teh hangat, aku memutuskan untuk berjalan-jalan ke area halaman rumah. Rumah ini memiliki halaman cukup luas, di mana terdapat tanaman berjejer rapi dan juga kolam ikan. Di garasi yang terbuka, terlihat ada dua buah sepeda motor. Pertama sebuah motor sport sepertinya 1000cc, aku cukup mengetahui beberapa jenis motor sport karena aku juga suka mengendarainya.

Awalnya, matic kesayanganku juga dibeli karena paksaan Ayah. Padahal aku ingin motor sport.

Dan motor lainnya Vespa berwarna hijau, motor klasik yang aku yakini harganya sangat mahal. Di sana juga ada sebuah mobil sedan. Dia memiliki berapa kendaraan? Belum lagi mobil yang waktu itu digunakan untuk mengantarku pulang. Ternyata dia cukup kaya.

Aku berjalan mendekati motor sport berwarna hitam putih itu. Mulus dan terawat. Ah iya, aku kan belum memiliki foto menaiki motor sport.

Aku segera berlari memasuki rumah untuk mengambil kamera polaroid.

Setelah mengambilnya, aku kembali ke garasi terbuka itu. Aku menaiki motor itu dan mengambil pose supaya terpotret dengan tepat dan bagus.

Drrrttt!

Hasil foto keluar dan hasilnya lumayan, hanya saja motornya tidak terfoto semua. Aku kembali mencari pose yang pas. Sampai pagar rumah terbuka, aku langsung menghentikan aksi poseku. Arfan datang bersama dengan Greya yang memakai seragam sekolah. Sepertinya Greya baru pulang sekolah.

"Halo, Kak Kiya."

"Ha-halo, Greya."

"Kamu masuk dulu," ucap Arfan pada Greya, dan Greya terlihat berlari masuk ke dalam rumah. Aku yang sadar dengan posisiku, bergegas turun dari atas motor.

Jodohku, Sugar DaddyWhere stories live. Discover now