Bab 1 : Pembatalan Pernikahan

992 59 0
                                    


Namaku adalah Adzkiya Eve Maheswari, aku seorang mahasiswa semester empat di salah satu Universitas ternama di Jakarta. Empat hari lagi, aku akan menikah dengan kekasihku Bima Kayana Adirajada. Kami sudah satu tahun saling mengenal dan menjalin hubungan. Dia adalah seniorku di kampus dan sekarang dia telah lulus terlebih dulu.

Aku sangat bahagia kala dia memutuskan untuk menikah denganku.

Banyak orang berkata, untuk apa sekolah tinggi-tinggi, kalau setelah lulus langsung menikah. Memangnya, seorang Ibu rumah tangga tidak boleh memiliki pendidikan tinggi.

Aku tidak peduli dengan ocehan para orang tua itu. Yang penting, sekarang aku fokus pada acara pernikahanku. Aku berharap semuanya berjalan lancar.

"Kak Iya!" gedoran pintu membuatku terusik.

Aku beranjak atas ranjang, dan menyimpan benda persegi yang sebelumnya tengah aku mainkan. Aku berjalan menuju pintu dan membukanya.

"Ada apa, sih, bocah-bocah cerewet!"

Aku memang tidak begitu menyukai anak-anak dan juga tidak bisa akrab dengan anak kecil itu. Mereka selalu berisik dan hanya bisa mengganggu.

"Kakak, di panggil Bunda," seru mereka yang merupakan keponakanku.

"Baiklah, aku akan segera keluar." Aku berjalan mengikuti mereka setelah menutup pintu kamar.

"Kenapa, Bun?"

Di rumahku, saat ini banyak sekali orang. Dekorasi pesta sudah dipasang di setiap dinding. Sebenarnya, pernikahanku akan digelar di salah satu Hotel. Tetapi Bunda bersikukuh ingin menghias rumah, karena akan ada tamu dan sanak keluarga yang datang ke rumah. Aku hanya bisa menurut, tanpa bisa membantah. Biarlah urusan yang seperti ini, bunda yang urus.

"Kamu sudah mandi, belum? Bukannya, ada janji dengan pihak WO, buat fiting lagi baju pengantin," ucap Bunda.

"Nanti sore, Bun. Aku tunggu Bima jemput."

"Kalian hanya akan pergi berdua?" tanya Bunda.

"Um, sepertinya begitu."

"Ajak tantemu juga, dia bilang ingin sekalian pesan kebaya. Jangan berduaan sebelum menikah, pamali!"

Duh, Bunda ini benar-benar kolot.

"Iya, Bun."

Aku bergegas ke kamar, dan mencoba mengirimkan pesan pada Bima mengenai rencana sore nanti. Tetapi sayangnya, Bima sama sekali tidak menjawab, bahkan membaca pesanku. Apa, dia sibuk? Mungkin dia sedang bermain basket dengan kawan-kawannya. Aku pun memutuskan untuk mandi terlebih dulu.

***

Hingga sore hari, Bima tetap tidak membalas pesan dariku, dia juga tidak membaca pesan dariku. Aku berusaha menghubunginya, tetapi tetap tidak ada jawaban. Sebenarnya dia sedang apa, kenapa tidak menerima panggilanku.

"Kiya, ayo, katanya mau ke tempat WO." Tanteku menyembulkan kepalanya di balik pintu. Ia adalah adik bungsu Bunda yang sudah sangat akrab denganku.

"Bima tidak membalas pesanku. Apa kita pergi berdua saja?" Aku berjalan mendekati Tante seraya memakai tas selendang kecil di bahuku.

"Keburu Magrib, Om Riko kan mau ke mesjid nanti sama bapakmu."

Aku lupa, kalau nanti malam ada acara pengajian di mesjid, untuk kelancaran acara pernikahan ini. Tante memiliki balita berusia dua tahun, dan saat ini tengah bersama Ayahnya.

Jodohku, Sugar DaddyWhere stories live. Discover now