Bab 4 : Pernikahan

441 48 1
                                    

Sesuai ucapan Tante Anis, sore ini mereka datang ke rumah seraya mengantarkan motorku. Kedua orang tuaku menyambut kedatangan mereka dan tetap menunjukkan keramahan, tanpa memperlihatkan emosi kesal mereka. Bagaimanapun kepergian Bima, ada dukungan dari orang tua Bima.

Terlihat yang datang Mama, Papa Bima, Neneknya Bima, Tantenya dan juga Om Arfan dengan putrinya, Greya. Aku memang sudah mengenal Greya dan bermain beberapa kali dengannya saat di rumah Tante Anis. Karena om Arfan sering menitipkan Greya di rumah Kakaknya itu saat ia bekerja.

"Halo, Kak Eve," sapa Greya membuatku tersenyum pada gadis cantik dengan rambut panjang ikal itu.

"Saya sudah dengar dari Kiya mengenai kepergian Bima," ucap Ayah tanpa basa basi. Om Darmawan dan Tante Anis terlihat saling pandang dengan ekspresi rasa bersalah.

Om Darmawan menjelaskan mengenai cita-cita Bima dan keinginannya kuliah S2 di Turki. Dan kesempatan ini tidak ingin di sia-siakan. Ayah sempat kesal dan berkata apa anaknya tidak penting bagi Bima. Semakin lama perdebatan itu semakin membuat Ayah kesal. Om Darmawan pun menunduk meminta maaf dan merasa sangat bersalah.

"Kami akan bertanggung jawab atas semuanya. Dan pernikahan ini, tidak perlu dibatalkan," ucap Om Darmawan.

"Apa maksud anda? Anda mau putri saya tampil di pelaminan seorang diri dan menyalami tamu supaya mereka mengetahui kesedihannya?" tanya Ayah tersulut emosi.

"Bukan begitu Pak Sulaeman," ucap Om Darmawan.

"Jadi bagaimana?" tanya Ayah.

"Kami sudah berunding dan mengambil keputusan. Adik saya, Muzzaki Arfan Bramanto siap menggantikan Bima untuk menikahi Adzkiya."

"APA?"

Tanpa sadar aku memekik membuat semua orang melihat ke arahku. Aku melihat ke arah om Arfan yang juga melihatku sekejap sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya.

"Nak Arfan?" ucap Bunda melihat ke arah Arfan begitu juga dengan Ayah. Di sana juga ada saudara Kiya yang mendengarkan.

"Pernikahan ini bukan ajang bergilir!"

Aku berani mengeluarkan argumenku. Bagaimana bisa mereka begitu saja mengganti mempelai pria seperti berganti pakaian. Apa mereka tidak memikirkan perasaanku.

"Kami paham dengan apa yang kamu pikirkan, Kiya. Tetapi kami tidak ada cara lain lagi, Bima tidak bisa di cegah. Kamu mengenal Bima dengan baik, setiap keinginannya tidak bisa di cegah oleh siapa pun termasuk kami, orang tuanya," ucap Tante Anis. "Kami mengambil keputusan ini untuk menghormati keluargamu, dan tidak ingin keluarga kalian menanggung malu sekaligus kerugian besar karena ulah Bima."

"Tapi bagaimana bisa aku menikah dengan orang yang sama sekali tidak aku kenal. Dan lagi, om Arfan ini omnya Bima."

"Kiya, tenanglah dulu. Biarkan Ayah dan Bunda yang bicara," seru Ayah.

"Tapi Yah-"

"Kalau kamu masih mau bicara, masuk ke dalam kamar. Kalau kamu mau tetap di sini, maka duduk manis dan dengarkan saja. Ayah pasti akan usahakan apa pun yang terbaik untukmu," ucap Ayah dan aku hanya bisa diam dan pasrah saja.

"Arfan lulusan S2 di Mesir. Dan sekarang mengelola perusahaan yang ia dirikan sendiri," jelas Om Darmawan.

"Tapi kenapa Nak Arfan mau menggantikan Bima?" tanya Ayah kali ini melihat ke arah Om Arfan yang sejak tadi diam.

"Ada dua alasan saya mengambil keputusan ini. Pertama karena Ibu saya memintanya pada saya dan seakan sudah yakin pada Adzkiya. Dan yang kedua, hati saya merasa yakin atas ijin Allah. Bagaimana pun Allah adalah maha membolak balikkan hati manusia. Dan saya meyakini bahwa ini bukan hanya kebetulan semata." Arfan membalas tatapan Ayah dengan tegas.

Jodohku, Sugar DaddyWhere stories live. Discover now