#11 CUMA TEMAN

31 6 2
                                    

"Kita gak pernah berhenti menyayangi sesuatu.

Kita cuma memindahkan perasaan itu ke sesuatu yang lebih baru."

(Rintiksedu)



Yausal terdiam membaca sebuah pesan yang baru masuk ke ponselnya. Pagi ini ruangannya mendadak terasa lebih dingin dari biasanya.

'Nanti makan malem bareng yuk, A. Ada kedai sushi baru di deket kantor aku. Jemput ke sini, ya.'

Dan seketika dirinya menyesal karena pesan dari Bunga itu langsung dibacanya. Yausal masih mencoba menimbang balasan yang akan diketiknya, meskipun dia berniat menolak. Setelah lebih sering bertemu, dia jadi tahu seperti apa anak dari sahabat ibunya itu.

Yausal ingat saat dirinya baru pertama kali dikenalkan Osy pada Bunga dua tahun lalu. Perempuan yang umurnya lebih muda tiga tahun itu, awalnya Yausal kira adalah tipikal orang yang kalem, santai, dan lemah lembut. Persis seperti namanya. Namun setelah beberapa kali bertemu dan Osy dengan terang-terangan menjodohkan mereka berdua, baru lah Yausal tahu kalau Bunga ternyata orang yang cukup demanding dan clingy. Bisa dibilang dia juga nekat dan cenderung maksa. Mereka jelas-jelas tidak punya ikatan apa-apa, tapi Bunga bersikap seolah-olah dia dan Yausal ada hubungan spesial. Entah karena dirinya mendapat dukungan penuh dari Osy, atau karena statusnya sebagai anak dari sahabat ibunya Yausal, atau memang dia tipe orang yang harus mendapatkan apa yang diinginkannya, yang pasti Bunga membuat Yausal tidak nyaman. Sialnya, Yausal kemarin sempat salah memanggil 'sayang' pada perempuan itu. Bunga jadi makin merasa laki-laki itu punya perasaan istimewa.

Dan sorenya, Naraya melihat Bunga dan dirinya seolah-olah sedang bergandengan tangan. Padahal kemarin itu Bunga meminta tolong Yausal memeganginya saat menuruni tangga karena lantainya yang licin. Namun Bunga langsung menggandeng lengan Yausal begitu saja saat menyadari keberadaan Naraya, dan gadis itu bisa saja menduga kalau keduanya memang dekat.

Yausal berdecak kesal. Bunga betul-betul sudah mengganggu ketentraman hidupnya. Sepertinya Yausal harus bilang dengan tegas bahwa dia tidak punya perasaan apa-apa padanya. Dia tidak mau terus-terusan direcoki oleh perempuan itu.

Lamunan Yausal dibuyarkan oleh suara ketukan di pintu.

Yausal menarik napas dalam sebelum akhirnya mengijinkan orang itu masuk. Kepala Dinda menyembul tidak lama kemudian.

"Kang, ada Kak Naraya. Mau disuruh ke sini apa ke ruang rapat?"

Yausal yang tidak siap dengan kabar kedatangan Naraya, mendadak berdiri entah untuk alasan apa. Lama dia melihat ke arah Dinda yang tengah menatapnya keheranan.

"Kang?" Dinda menanti jawaban.

"Ke sini aja, Din. Tapi lima menit lagi, ya." Yausal merasa perlu waktu untuk siap-siap.

"Emang mau ngapain dulu?" Tanya Dinda kepo.

"Dandan, eh, mau telepon orang."

"Ooh. Okay." Dinda menutup pintu ruangan Yausal, meninggalkan laki-laki yang mendadak sibuk merapikan pakaian, memeriksa wajahnya di layar ponsel dan membenahi rambutnya itu. Kini matanya menyapu seluruh ruangan untuk memastikan tidak ada yang salah taruh di situ.

Nanti begitu Naraya masuk, enaknya gue lagi ngapain, ya?

Pura-pura nelepon terlalu standar nggak, sih?

HATTRICK Where stories live. Discover now