#4 SURPRISE

72 12 6
                                    

"The way I act don't seem like me

I'm not on top like I used to beI'll give in when I know I should be strong
I still give in even though I know it's wrong, know it's wrong
I guess I'm dumb but I don't care"(I Guess I'm Dumb - Glen Campbell)

"So, are you telling me the whole story?" Tanya Nino saat dirinya dan Naraya sudah berada di dalam mobil.

"Yuk, sambil jalan." Naraya membereskan payungnya yang basah, lalu menaruhnya di lantai mobil dekat kakinya. Menghela napas lega, dia masih ingat bagaimana tadi seluruh badannya serasa tremor. Apalagi saat Yausal melambai balik padanya dan dia harus pura-pura tidak melihat. Naraya sebetulnya tidak tega. Tapi entah kenapa dorongan untuk melakukan ini semua terasa kuat. Sok tidak kenal, menghindar sedemikian rupa, bahkan meminta Nino untuk berakting jadi orang yang sedang dekat dengannya, Naraya tidak pernah terpikir untuk melakukan hingga sejauh ini.

"Kamu nggak papa?" Nino heran melihat Naraya terdiam seraya menatap kosong kaca mobil di depannya.

Naraya diam tidak menjawab. Rencananya berhasil tapi mengapa dia merasa ada yang mengganjal di hatinya.

"Orangnya yang tadi, ya? Yang keluar sebelum kita?" Tebak Nino.

"He-eh." Naraya mengangguk. Dia ingat bagaimana tadi Yausal melewatinya begitu saja, tanpa melihat bahkan menyapanya. Seketika Naraya merasa tidak enak.

"Kamu masih suka sama dia?"

"NGGAK LAH. GILA APA GUE?" Naraya mendadak sewot. Wajahnya menggarang.

Nino tertawa. "Galak amat, woy. Kan cuma nanya."

"Dia udah merit kali, No." Tambah Naraya lagi sambil memainkan tali tasnya. Kali ini suaranya terdengar lirih.

"Ooh." Nino mengangguk-angguk. "Soalnya kalau udah nggak ada perasaan, harusnya nggak usah repot-repot pakai bohong segala, kan?"

"Jadi kamu nyesel bantuin?" Naraya mencoba untuk tidak terpengaruh oleh pertanyaan Nino, meskipun dalam hati membenarkan. Sejak tadi dia masih saja bertanya-tanya. Jadi semua ini untuk apa? Untuk balas dendam? Tidak ingin merasa kalah dari Yausal? Atau untuk pembuktian bahwa dirinya sudah move on dan punya seseorang meskipun kenyataannya belum ada laki-laki yang berhasil mencuri hatinya lagi hingga sekarang?

"Ih, nggak." Lagi-lagi Nino tertawa. "Aku seneng kok bisa bantu kamu, beneran. Meskipun ini judulnya balas budi, tapi apa yang kamu lakuin kemarin itu, nggak cukup aku bayar dengan ini."

"No, udah deh. I didn't do that much."

"Nggak, Ya. Kalau nggak ada kamu, aku nggak tahu apa yang akan terjadi sama Ibu."

"Aku cuma kebetulan ada di sana. Lagian siapa pun pasti akan melakukan hal sama seperti yang aku lakukan kemaren."

"Still Ya, you're our hero." Nino terdengar sungguh-sungguh.

"Lebay, ah." Naraya memasang sabuk pengaman, memalingkan muka tersipunya. "Oh ya, gimana Ibu sekarang? Mendingan?"

"Alhamdulillah, udah lebih sehat. Tadi pagi dijemput Kakak dari Jakarta. Sementara tinggal di sana dulu biar ada yang lebih merhatiin, katanyaaaa."

"Emang kalo sama kamu nggak diperhatiin, ya?" Naraya nyengir.

"Diperhatiin, dong. Mau kemana-mana juga dianterin, asal bilang. Doi aja yang bandel suka maen pergi-pergi sendiri."

Naraya terkekeh. "Tapi mudah-mudahan habis kejadian dua hari lalu, Ibu mau lebih ngedengerin, ya."

"Iya. Bikin khawatir soalnya. Eh back to the topic, berapa lama aku harus pura-pura jadi pacar kamu?" Tanya Nino akhirnya.

HATTRICK Where stories live. Discover now