"Thanks, ngomong-ngomong gimana hasilnya tadi? Pelakunya udah ketemu?" Tanya Langit.

Juan nampak menghela nafas, dan lantas mengangguk mengiyakan. Anak itu memang baru saja pulang dari kantor polisi, satu jam yang lalu pihak penyelidik kembali memanggilnya untuk dimintai keterangan sebagai saksi kecelakaan pada hari itu. Sampai pada akhirnya penyelidikan membuahkan hasil, keterangan yang diberikan oleh Juan mengenai mobil yang dimiliki oleh pelaku ternyata cocok dengan hasil penyelidikan pihak kepolisian.

Masalahnya bagaimana sekarang Juan akan mengatakannya pada Langit, kalau ternyata Arjuna lah si pelaku penabrakan Angkasa. Langit itu bersumbu pendek, Juan takut kalau anak itu akan mendatangi kantor polisi saat ini juga hanya untuk menonjok Arjuna.

"Siapa?" Tanya Langit.

"Arjuna, pelaku penabrakan hari itu, hasil dari keterangan yang gua berikan cocok sama hasil penyelidikan polisi selama ini. Arjuna ditemukan di daerah Bogor sama polisi, lengkap sama mobil yang di gunainnya hari itu. Pelakunya gak cuma Arjuna, temannya Naka sama Yoga juga ikut ketangkap, tapi sekarang status mereka berdua masih saksi." Jelas Juan.

Saat itu juga Langit yang semula tenang merubah raut wajahnya menjadi merah akibat menahan marah, tangannya terkepal erat sampai-sampai urat di tangannya terlihat dengan jelas. Juan yang sudah tahu Langit akan memberikan respon seperti ini lantas mengela nafas dan berjalan menghampiri Langit.

"Tenang, jangan meledak dulu. Gua bakal urus masalah ini, Arjuna harus dapat hukuman yang setimpal."

Angkasa menutup kedua matanya, senyuman hangat miliknya masih setia anak itu tampilkan, sesekali anak itu terkekeh kecil kala angin berhembus nakal secara perlahan menyapu rambut kecokelatan lebat miliknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angkasa menutup kedua matanya, senyuman hangat miliknya masih setia anak itu tampilkan, sesekali anak itu terkekeh kecil kala angin berhembus nakal secara perlahan menyapu rambut kecokelatan lebat miliknya.

Dibaringkannya tubuh Angkasa, netra cokelatnya kini menatap langit berwarna biru cerah di hiasi oleh burung-burung yang terus berterbangan. Anak itu nampak menikmati suasana yang nyaman saat ini, meski dirinya tidak tahu sebenarnya dimana dirinya berada saat ini, entah dibelahan bumi mana dirinya berada.

Yang Kasa rasakan hanya kenyamanan, rasa-rasanya tubuhnya sangat ringan dan sehat, rasa-rasanya pikirannya nampak lega, seperti tidak ada beban apapun yang tengah dirasakannya sekarang, tidak ada rasa sakit. Kasa nyaman berada disini, sendirian di temani dengan kesunyian tanpa beban tanpa sakit yang dirinya senantiasa rasakan.

"Angkasa...anak ayah." Sebuah suara yang berasal dari orang yang kini sudah berdiri berada dihadapannya membuat Angkasa menyernyit heran, lantas dirinya segera bangkit, menatap sosok pria paruh baya yang sekarang sudah berjongkok dihadapannya.

"Siapa?" Batin Angkasa.

Pria itu nampak tersenyum, mengelus sayang surai milik Angkasa. Seolah mengerti dengan raut wajah bingung Angkasa, pria itu kembali membuka suara.

"Ini ayah, kenapa Kasa ada di sini?" Tanyanya.

Angkasa lagi-lagi menyernyit, sampai di detik selanjutnya tiba-tiba air matanya jatuh. Menatap tak percaya sosok pria dihadapannya ini adalah Ayahnya, Sulthan Aldigbrata yang selama ini dirinya pertanyakan "Ayah...Sulthan?"

Lagi-lagi bak mengerti maksud Angkasa, Sulthan pria paruh baya itu mengangguk, dan lantas membawa Kasa masuk ke dalam dekapnya.

"Iya...sayangnya ayah, ini ayah Sulthan, ayahnya Kasa." Balasnya, pria paruh baya itu membiarkan sang anak menangis di dalam dekapnya.

Lima belas menit berlalu kini ayah dan anak itu tengah terduduk diam, Kasa menyadarkan kepalanya pada bahu sang Ayah dengan Sulthan yang mengelus pelan kepala sang anak, mereka masih terdiam, keduanya masih enggan untuk membuka mulut, hingga helaan nafas pelan milik Sulthan terdengar, membuat Kasa menolehkan wajahnya.

"Kasa kenapa ada disini?" Pertanyaan yang sama kembali pria lontarkan. Membuat anak yang berada disampingnya kembali menolehkan wajahnya, menatap rerumputan hijau dibawah sana. Gelengan pelan Sulthan dapatkan, anak itu menggerakan bibirnya secara berlahan, berkata pada sang ayah jika dirinya juga tidak tahu.

"Kasa nggak tau, emang ini dimana? Kenapa ayah juga ada disini?" Anak itu bertanya balik.

"Karena, disini tempat ayah, dan seharusnya Kasa belum ada disini."

Ucapan Sulthan lagi-lagi tidak dapat Kasa mengerti, memang kenapa seharusnya Kasa belum ada disini? Memang seharusnya Kasa dimana?.

"Kasa pulang ya? Kan banyak yang lagi nunggu Kasa." Balas Sulthan.

Anak itu lagi-lagi menggeleng, buat apa pulang? Lagipula harus kemana dirinya pulang?

"Kasa nggak ngerti ayah, siapa yang nunggu Kasa? Kasa harus pulang kemana?" Ucap anak itu, menatap wajah sang ayah dengan penuh tanda tanya.

Sulthan tersenyum, mengeratkan pelukannya. "Ke rumah Kasa, pulang ya? Banyak yang nunggu adik buat pulang, luka Kasa juga belum sembuh, kalau mau disini lukanya harus sembuh dulu."

"Luka?" Tanya Kasa. Sulthan mengangguk, jari telunjuknya menunjuk dada kiri milik Kasa.

"Ini, luka yang ada disini harus sembuh. Kalau sudah, Kasa baru boleh ada disini." Lanjut Sulthan.

Kasa terdiam untuk sesaat, sampai akhirnya anak itu kembali menggeleng kuat, luka yang ayah maksud ternyata luka yang selama ini susah untuk Kasa sembuhkan, luka yang sudah sangat basah yang Kasa sendiri bahkan tidak tahu bagaimana cara menyembuhkannya. Sudah terlanjur sakit, sudah terlanjut banyak lukanya.

"Sakit ayah, gamau. Lukanya udah banyak, Kasa gak tau gimana caranya buat sembuhin. Kasa mau disini aja, sama ayah." Ucap Kasa, namun justru dibalas gelengan pelan oleh Sulthan.

"Belajar memaafkan ya? Itu obatnya, sekarang Kasa pulang dulu, maafin semuanya, ikhlasin semuanya, baru boleh kesini lagi." Balas Sulthan.

Angkasa hanya diam, sampai pada akhirnya anak itu menguap, matanya terasa memberat, ditambah elusan di kepalanya membuat Angkasa tambah mengantuk.

"Kasa ngantuk..."

Sulthan hanya tersenyum, pria itu lantas mencium kening sang anak dan membisikkan sesuatu pada telinga Kasa, entah apa, terdengar samar, yang Kasa dengar hanya kata 'tunggu sebentar lagi...' setelah itu dirinya tertidur.

' setelah itu dirinya tertidur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angkasa - 40


ANGKASA || JJHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang