Level 4: "Abandoned Office"

265 43 9
                                    

"Bentar-bentar!"

Halilintar memutar paksa tubuh Taufan. Kini posisi mereka membelakangi remaja dengan pakaian dominan coklat tersebut, "Fan, serius lo kenal ni gembel? Kenal dimana lo?" bisik Halilintar.

Alis Taufan terangkat sebelah, gembel? Siapa gembel yang Halilintar maksud? Namun mengikuti lirikan mata sang kakak sepupu, Taufan tahu gembel yang dimaksud Halilintar adalah Gempa. Taufan sedikit terbahak.

Gembel katanya? Memang sih dari penampilan Gempa yang kotor dan acak-acakan sekarang remaja tampan itu terlihat seperti gelandangan. Tapi realitanya, Gempa merupakan anggota OSIS sekaligus lulusan terpopuler sekolahnya dari angkatan tahun lalu.

"Gembel? Maksud lo Gempa? Hahaha, ya jelas lah, kak! Satu sekolah gue juga pasti kenal sama OSIS populer kayak dia!" balas Taufan.

"Ekhem!"

Deheman yang disengaja itu membuat mereka kembali menghadap Gempa. "Udah bisik-bisiknya?"

"Udah, hehe," jawab Taufan sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Gempa menggeleng singkat. Dia memberi Halilintar dan Taufan masing-masing belati lengkap dengan sarungnya, "buat jaga-jaga. Kalo ada dari kalian yang ketangkep, serang aja mereka pake itu."

"Emang mempan?" beo Halilintar.

"Nggak terlalu sih, tapi lumayan lah."

Mereka kembali menelusuri ruangan. Berjalan beriringan dengan senter di tangan Gempa yang menembus kegelapan. Sesekali Taufan juga mengeluh pada Halilintar. Merengek lapar dan lelah.

"Tenang saja, Taufan. Di level selanjutnya, kita aman. Kamu bisa tidur sepuasnya disana."

Taufan yang mendengar itu ingin sekali berteriak kegirangan. Namun, baru saja membuka mulut kakinya malah didepak oleh Halilintar, "jangan teriak kalo lo nggak mau lari lagi!" bisik sang sepupu.

Baru saja Gempa memberi tahu mereka kalau suara sangat berpengaruh terhadap keselamatan. Pasalnya, monster-monster di tempat bernama the backrooms ini sangat peka terhadap suara. Jadi mereka harus berbisik dan berjalan setenang mungkin agar tak menarik perhatian.

Si Biru memasang wajah julid. Apa-apaan sih Halilintar ini? "Dih siapa yang teriak? Orang cuma mau seneng doang nggak boleh!"

"Senengnya lo itu teriak! Lo lupa apa yang bikin kita berdua dikejar-kejar monster tadi, hah?!" geram Halilintar.

"Bisa nggak berisik?"

Keduanya terdiam. Entah kenapa suara Gempa barusan berbanding terbalik dengan yang mereka dengar beberapa saat sebelumnya. Jika tadi Gempa berbicara dengan ramah dan lembut, kali ini sebaliknya. Sama sekali tak terdengar ramah dan terkesan menyeramkan.

Baiklah, Taufan mencatat satu hal. Semenyeramkan apapun Halilintar, Gempa yang kesal atau marah akan lebih seram lagi.

Sebab itu, jangan pernah membuat Gempa marah! Taufan harus mengingatnya!

"Daritadi kita cuma muter-muter doang disini. Sebenernya lo tuh nyari apa sih, Gem?" ucap Halilintar. Merasa bosan mengikuti langkah Gempa yang menurutnya hanya berputar-putar saja.

"Pintu."

"Pintu?"

"Iya, buat ke level selanjutnya. Pintu dengan tulisan office sector di depannya. Itu jalan kita buat ke level 4, yang sering disebut abandoned office atau kantor terbengkalai. Disana nggak ada monster, jadi kita bisa istirahat sepuasnya sebelum lanjut ke level berikutnya."

Taufan tertarik mendengarnya, "kayaknya lo tau banyak soal the backrooms ya?"

Gempa hanya membalas dengan senyuman. Senyum yang mengandung banyak arti bagi Halilintar.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 28 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The BackroomsWhere stories live. Discover now