31: Keluarga? heh!

5.2K 435 15
                                    

Anjani melangkah masuk melewati pintu utama dengan senyum semeringah.

Perempuan cantik 20 tahun itu sudah membayangkan kejutan apa yang akan diberikan oleh Sean padanya. Biasa dimanjakan dan diberi banyak kejutan, membuat Anjani semakin menyayangi suaminya itu. Hal yang tidak pernah ia dapatkan sejak dulu, diberikan oleh suaminya saat ini.

"Dasar norak. Baru saja dipersilakan masuk di area bagian utama rumah sudah senyum-senyum seperti orang gila." Ini adalah suara sinis milik seorang perempuan yang tidak dikenali oleh Anjani.

Perempuan cantik itu kemudian menoleh dan mencari sumber suara. Kemudian ia menemukan satu sosok perempuan lainnya yang sepertinya seusia dengan dirinya.

Anjani mengerut keningnya dan mulai berpikir jika tidak mungkin ini adalah anak perempuan Sean. Menurut cerita yang dilontarkan oleh suaminya itu, jika Sean hanya memiliki tiga orang anak dan semuanya berjenis kelamin laki-laki.

Apa mungkin ini adalah salah satu pekerja di rumah ini? Tapi menilik dari segi pakaian, sepertinya juga bukan.

"Sayang, kamu jangan bicara seperti itu. Bagaimanapun dia adalah sepupu kamu." Seorang wanita paruh baya tiba-tiba muncul di sebelah gadis itu.

Wanita itu mengenakan pakaian serba tertutup dengan jilbab khimar yang menutupi sampai tangan.

Anjani mengerut keningnya karena memang ia tidak mengenali siapa mereka. Sepupu dari mana? Ia dan ibunya adalah sama-sama keluarga tunggal dan tidak memiliki sanak saudara.

"Kalian siapa?" Anjani bertanya dengan tenang, tidak merasa terintimidasi sama sekali dengan tatapan gadis itu.

Baginya yang terpenting adalah saat ini mengapa mereka ada di sini? Anjani mulai bertanya-tanya di dalam hatinya.

"Dasar tidak punya sopan santun. Seharusnya kalau kamu datang bertamu ke rumah orang, ucapkan salam dan cium punggung tangan orang yang jauh lebih dewasa dari kamu," ujar suara lainnya.

Ini adalah suara seorang wanita dengan rambut yang sudah agak memutih datang dengan wajah dingin menatap tidak senang pada kehadiran Anjani.

Mereka bertiga berdiri saling berdampingan menatap pada sosok Anjani yang masih berdiri di dekat ambang pintu. Anjani sendiri masih tampak kebingungan. Gadis cantik itu bahkan mengedarkan pandangannya ke dalam untuk mencari sosok Sean.

"Apa yang kamu lihat? Kamu mau mengintip kemewahan di dalam rumah ini? Sangat berharap kalau kamu ingin dijadikan keluarga di rumah ini? Berhentilah bermimpi," ujar wanita paruh baya tersebut.

Wanita lain dengan pakaian serba tertutup menoleh menatap pada ibunya. "Bu, ibu tidak boleh berkata kasar seperti itu. Bagaimanapun, dia juga cucu ibu, cucu kandung ibu," tegur wanita itu pada ibunya.

Ekspresi Anjani berubah tidak enak ketika mendengar ucapan yang dilontarkan oleh wanita dengan jilbab tertutup tersebut.

Anjani tidak merasa ia memiliki keluarga apalagi nenek. Segera perempuan cantik itu mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya kemudian mencari kontak ponsel Sean.

Baru saja Anjani akan menekan panggilan telepon, ketika ia mendengar suara laki-laki lain.

"Begini cara kamu untuk menyambut kedatangan cucu kita, Mirna? Sangat bagus dan sangat antusias," ujar suara dingin tersebut.

Anjani kemudian mencari sumber suara dan menemukan sosok laki-laki yang masih tetap kekar dengan wajah yang agak keriput melangkah dengan tangan terlipat di punggung.

Langkah kaki pria itu mengarah padanya sampai akhirnya berdiri di depannya.

Ekspresi wajah pria itu yang dingin berubah menjadi senyuman. Anjani mengerut keningnya tidak mengerti. Sampai kemudian tidak sengaja ia menekan tombol panggilan untuk Sean.

Pria itu mengangkat kepalanya dan hampir meletakkan telapak tangannya di kepala Anjani, namun perempuan itu segera mundur dua langkah.

Wajahnya agak sedikit ketakutan, karena ia benar-benar tidak mengenali siapa mereka.

Anjani dapat bernapas lega saat ia mendengar suara lembut milik Sean.

Segera Anjani meletakkan ponselnya di telinga. "Mas ada di mana sekarang?"

Sedangkan sosok Harto yang berdiri dengan tenang di depan Anjani tampak terkejut dengan apa yang dilakukan oleh cucunya itu.

Mereka sudah menyelidiki dengan jelas dan sudah mendapatkan sampel DNA Anjani yang memang merupakan anak dari Husein yang saat ini sedang terbaring koma. Tentu saja Harto merasa sangat bahagia karena keturunan dari putranya masih ada dan hidup sampai sekarang.

Harto memang sengaja meminta pada sopirnya untuk menjemput Anjani di kampus. Pria paruh baya itu juga mengatakan pada sopirnya untuk menjelaskan siapa mereka yang datang untuk menjemputnya.

"Aku lagi ada di kantor, sayangku. Tadi 'kan mas juga udah bilang kalau Mas lagi ada pemilihan CEO. Kenapa, hmmm? Rindu padaku?" Suara Sean mendayu dengan lembut menggoda istrinya.

Hal yang dilakukan oleh Sean tentu saja membuat para bawahannya agak bergidik ngeri. Meskipun wajahnya terlihat masih muda tetap saja usia pria itu sudah agak tua dan tidak cocok untuk terlihat bermesraan di depan umum meskipun dengan cara berteleponan.

"Mas, tadi sepertinya aku salah masuk mobil. Aku kira mobil yang aku masuki tadi, itu mobil yang Mas suruh untuk jemput aku," ujar Anjani dengan suara pelan. Meski begitu Harto tentu saja dapat mendengar suara cucunya dan juga si penelepon.

"Apa? Apa maksudnya ini, Sayang? Jadi, kamu tidak pulang ke rumah?"

"I-iya, Mas."

"Oke. Kamu tunggu aku di sana dan aku akan segera menjemput kamu."

Sean langsung mematikan sambungan telepon dan menghubungi sopir yang diminta untuk menjemput Anjani. Ternyata memang benar, saat tiba di kampus, sopir yang ditugaskan sudah mencari keberadaan majikannya itu namun tidak juga menemukannya. Maka dari itu, sang sopir masih menunggu di depan kampus sampai saat ini.

Sean segera melacak keberadaan Anjani dan tidak peduli dengan pemilihan CEO karena pria itu akan meminta pada sekretarisnya untuk menunda sejenak jalannya acara.

Penting-pentingnya pemilihan CEO baru, tentu saja lebih penting keadaan istrinya saat ini yang dibawa pergi tanpa seizinnya oleh orang yang tidak dikenal.

Setelah mematikan sambungan telepon, Anjani kemudian memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas, dan menatap pada orang-orang yang berada di dalam ruangan ini.

"Maaf, aku mungkin salah tempat dan salah memperkirakan kalau mobil yang aku masuki tadi adalah mobil yang diperintahkan oleh suamiku." Anjani kemudian membungkuk sedikit. "Kalau begitu aku akan menunggu suamiku di luar gerbang. Mungkin sebentar lagi dia akan tiba."

Setelah itu Anjani berbalik dan akan keluar dari pintu utama ketika ia mendengar kata-kata keluar dari mulut pria paruh baya dengan rambut yang agak memutih tersebut.

"Dewiyana, itu nama ibu kamu 'kan? Mungkin kita tidak saling mengenal. Tapi, ikatan darah di antara kita, tidak bisa dielakkan kalau kamu memang adalah cucu kandung saya."

Tubuh perempuan itu membeku sejenak dengan ekspresi tidak percaya, sebelum pada akhirnya, dia melanjutkan langkahnya dan keluar dari rumah berukuran besar tersebut tanpa mau menoleh ke belakang.





Suamiku ABG TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang