2. Undangan dari Seorang Pria Bernama Darius

208 34 9
                                    

DARIUS CIRCUS:
THE MASTER WHO LOSES HIS HAT

—Undangan dari Seorang Pria Bernama Darius—

KALAU Bella sempat mengira Luca adalah pria pemain wanita yang andal, maka sebetulnya tidak demikian. Atau, Luca berharap demikian.

Faktanya, ketika Luca mulai merasakan hatinya meletup-letup oleh balon merah muda di dalam taman bunga-bunga, Luca tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk menyulap taman itu menjadi festival cinta yang meriah. Artinya, Luca sebetulnya tidak pandai menyatakan cinta. Dia tidak tahu kalau untuk mengambil hati seorang wanita, yang harus dia lakukan adalah menempatkan si wanita di singgasana paling tinggi sedangkan ia berlutut mengemis cinta di bawahnya. Yang dilakukan Luca justru sebaliknya. Pria itu malah menerbangkan diri setinggi mungkin untuk menyentuh langit berharap si wanita tertarik menyusulnya.

Luca mengenal Bella sebagai gadis yang bodoh, karena itu Bella terlihat begitu menggemaskan di matanya. Atau, Luca memang cenderung menyukai wanita yang bodoh. Atau lagi, mungkin Luca memang terus ingin berada di langit dan tak bersedia menyisakan ruang untuk seorang pun setara dengannya, meskipun itu gadis yang ia sukai.

Saat mengatakan Luca menyukai Bella, pria itu tidak berbohong. Hanya saja, lagi-lagi, di samping kecerdasan intelektualnya, Luca bodoh dalam segala hal yang berwarna merah muda. Dia masih berego tinggi dengan menawarkan bantuan uang kepada Bella secara begitu terang-terangan seolah Bella tidak memiliki perasaan dan harga diri.

Di bawah lampu jalan yang tak menyala seluruhnya, Bella terlihat seperti lilin yang memancarkan api merah yang berani; yang membuat Luca justru ingin memadamkan api itu sebab ia tidak ingin Bella meleleh. Luca mengenal Bella sebelum gadis itu bekerja di toko roti ayahnya, tetapi dia baru menyadari bahwa Bella adalah gadis berotak kopong yang sebetulnya amat luar biasa setelah mengetahui alasan sang ayah memberi Bella pekerjaan di tokonya.

Pasti sulit bertahan hidup sendirian setelah ditinggalkan kedua orang tuanya. Namun, hingga saat ini Bella mampu melakukannya. Meski karena itu, Bella jadi tempramental, terutama terhadap Luca. Atau mungkin hanya kepada Luca.

Semula, angin berembus dengan tenang dan baik hati, sehingga Luca bersyukur setidaknya Bella bisa merasakan kesejukan setelah hari-harinya yang berat. Namun, angin mendadak marah-marah. Berembus brutal, tak karuan, membawa sampah dedaunan dan debu, hingga mengubah rasa syukur Luca menjadi rasa khawatir akan Bella yang mungkin saja terserang masuk angin.

Saat tiga langkah di depannya Bella berhenti melangkah, Luca berniat jentelmen seperti pria di sinetron-sinetron; menyelimuti pundak Bella yang dibalut kaus tipis dengan jaket kulitnya yang tebal, semata-mata agar gadis itu tidak kedinginan (dengan sedikit harapan Bella akan luluh dan jatuh hati padanya). Luca berdeham gugup sambil membuka jaketnya, melangkah bak ksatria.

"Kenapa kau berhenti?" Luca nyaris mendaratkan jaketnya ke pundak Bella, tetapi tiba-tiba Bella menunduk dan mengambil selebaran berwarna merah darah yang sejajar dengan kakinya. Membuat Luca mendadak terserang demam pada leher hingga wajahnya dan buru-buru mengenakan kembali jaketnya yang entah kenapa berubah ketat sebelum Bella memergokinya bersikap sok keren dan malu.

"Sirkus?" Luca melirik pura-pura peduli. "Baru kali ini aku melihat selebaran sirkus. Cukup menarik."

"Aku juga."

Untuk ukuran selebaran yang mungkin bisa didapat di mana-mana, apalagi selebaran itu terbang sembarangan sehingga membuktikan bahwa benda itu pernah dibuang pemilik sebelumnya karena tidak berguna, Bella terlalu serius memperhatikan kertas promosi itu.

Keganjilan dirasakan Luca. Pria itu bergiliran menatap selebaran kemudian wajah Bella untuk memastikan gadis itu tidak kerasukan. "Kenapa? Kau tertarik datang ke sana?"

Darius Circus: The Master Who Loses His HatOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz