[3] Kenapa Pengin Putus Saja Kudu Berstrategi Serumit Ini?

371 79 29
                                    

Jangan buru-buru jadi tim Jeha kalau belum ketemu Levin.

DM-ku terbuka buat curcolan tentang mantan. Boleh juga cerita di line ini. 

Hohoho


oOo

"Dra, kantin yuk!" kata Jeha di ambang pintu kelasku. Namun, sesaat kemudian dia buru-buru menepuk kening. "Sori. Sori lupa. Aku di mana? Kamu siapa? A-aku tersesat." Jeha balik ke kelasnya kayak orang linglung.

"Aludra, pulang sekolah mau ke Cliché nggak?" Begitu bunyi pesan Jeha. Baru aku mengetik, pesan itu sudah dihapus lagi. "Duh, lupa gue kalau kita lagi  break."

"Hai Aludra Audirga kesayangan Javier Hamish!" Jeha menggamit tanganku di tengah lautan siswa yang mau pulang sekolah. "Balik sekarang?"

Waktu aku memelotot, Jeha baru melepaskan tanganku, lalu mengelap-elap tangannya ke celana.

"Sori, Au. Lupa. Nggak biasa jauh dari lo soalnya." Jeha ngacir sambil menyeringai lebar.

Lain waktu, Jeha mengirim anteknya untuk menemuiku.

Prama tergopoh-gopoh menemuiku. Aku pikir ada apa, ternyata cuma mau tanya. "Dra, lo tahu nggak di mana Jeha biasa naruh motor?" Pertanyaan apa tuh? Jelas-jelas mereka paling tahu urusan parkir motor di mana yang paling efisien kalau harus kabur dari sekolah.

"Depan ruang Kepsek!" jawabku kesal.

Prama kabur sambil tertawa-tawa.

Allen mondar-mandir di depan gerbang waktu aku baru sampai di sekolah. Begitu melihatku, dia langsung menghampiri dengan tampang panik. "Aludra, gawat, Dra!"

"Apa sih?" tanyaku malas.

"Ikut gue, Dra. Biar pun gue sahabatnya Jeha, gue nggak bisa dia kayak gini ke lo." Allen menarikku supaya bergegas ke XI IPS 6, kelas Jeha. "Gue ikhlas kalau lo mau ngelabrak atau gampar Jeha."

"Memangnya kenapa?" Alisku bertaut.

"Lo lihat sendiri kelakuan dia di belakang lo kayak apa," itu kata-kata terakhir Allen sebelum membuka pintu kelas XI IPS 6.

Kelas XI IPS 6 yang tadinya riuh mendadak hening ketika aku muncul di ambang pintu. Di sana, di pojok belakang kelas, duduk membelakangiku sosok yang kukenal dengan baik punggungnya. Jeha. Lengan Jeha melingkari sesosok cewek berambut panjang. Entah apa yang dibicarakan, mereka tampak saling berbisik satu sama lain. Tanganku mengepal. Aku menarik napas panjang, sebelum melangkah perlahan ke arah Jeha. Berpasang-pasang mata menatapku seolah mengasihani nasibku.

"Jeha?" panggilku.

Tidak ada sahutan.

"Jeha?" kali ini aku menepuk bahunya ringan.

Perlahan Jeha menoleh bersamaan dengan cewek rambut panjang di sisinya. Tamarine menoleh sambil mengibaskan rambut panjangnya dengan tampang lempeng. Sial! Aku dikerjai. Sontak seluruh kelas tertawa terbahak. Termasuk Jeha. Aku mengangkat kepalan tanganku sambil mengatupkan rahang pada Jeha lalu buru-buru kabur keluar kelas.

Jeha memang sengaja banget nggak mau hidupku nggak terkontaminasi nama Jeha meski cuma sehari!

Baru tiga hari, tapi kesabaranku sudah diuji habis-habisan sama Jeha. Gimana enggak, dia suka berlagak lupa kalau kita lagi break. Sesuai perjanjian break  kemarin, kita harus sama-sama merentangkan jarak dulu, supaya aku bisa berpikir tenang, dan dia intropeksi. Bukannya intropeksi, Jeha malah berulah sana sini.

Mantan Rasa SetanWhere stories live. Discover now