Chapter Twenty One

Beginne am Anfang
                                    

“Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?” tanya Rose begitu komputer yang menyala sepanjang waktu itu dimatikan. Dia memeluk Jaehyun dengan begitu hati-hati, seolah pria itu terbuat dari kaca yang mudah pecah.

“Apa yang bisa kusembunyikan darimu?” sahut Jaehyun dibarengi tawa.

Tapi tawa Jaehyun terdengar gugup. Sangat samar, tapi Rose tetap dapat menangkap kegugupan di tawa bahkan sorot matanya yang lelah. Tangannya menangkup pipi Jaehyun—memagut bibirnya dengan lembut sebelum menciumi wajahnya. “Entah, aku juga tidak tahu. Itu hanya dugaan berdasarkan insting.”

“Insting itu sering mengelabuhi.”

“Ada kalanya instingku juga benar,” tukas Rose cepat. “Kau baik-baik saja?”

Selama beberapa saat tatapan mereka saling bertaut. Lesung pipit yang muncul setiap kali Jaehyun mengulas senyum itu tidak lagi membuat Rose tenang. Setidaknya untuk saat ini. Dia mau mempercayai ucapan Jaehyun, tapi hatinya terus-terusan mengatakan kalau kekasihnya sedang berbohong. “Aku baik-baik saja. Tenang saja. Kau mau tidur sekarang? Besok kau harus ke kantor, kan?”

“Aku bisa bolos kalau kau memintaku.”

“Tidak. Kau sedang mempersiapkan tur besar. Jangan sampai membuat penggemarmu kecewa.”

“Jaehyun…” suara Rose tercekat, “… aku tidak bercanda saat mengatakan kalau kehilangan seluruh penggemarku tidak akan sesedih kalau aku kehilanganmu.”

Ada jeda yang tercipta selama beberapa saat. Jaehyun terpaku—hanya menatap sepasang mata Rose yang mulai berkaca-kaca. “Tapi aku baik-baik saja, sayangku. Aku juga sama sekali tidak punya rencana untuk meninggalkanmu. Relax, okay?”

“Aku takut Jaehyun,” ucap wanita itu lagi. Kali ini dia mengecup bibir Jaehyun cukup lama—sebelum melepaskannya dan mengatakan, “Kemarin aku bermimpi. Mimpi yang sangat buruk.”

“Mimpi seperti?”

“Aku percaya kalau mimpi buruk sebaiknya tidak diceritakan. Kak Baekhyun bilang kalau itu akan membuat mimpinya menjadi kenyataan.”

Jaehyun tersenyum tipis. “Mimpi hanya manifestasi dari pikiran dan mungkin sedikit kekhawatiran di kepalamu. Meskipun ada studi yang lebih ilmiah, tapi kurasa lebih mudah mengatakan kalau itu tidak lebih dari sekadar bunga tidur. Dan tidak semua bunga itu kelihatan indah. Aku mulai ngantuk. Kau mau tidur sekarang?”

“Peluk aku, Professor Jung.”

“Stop calling me by that name, will you?” kendati mengatakan itu, senyum lebar tetap melengkung di wajah Jaehyun yang tirus.

“Aku sangat merindukanmu,” bisik Rose.

“Aku juga.”

“Setelah tur selesai, apa kau mau main ke pantai?”

Selama sesaat Jaehyun membuat pertimbangan sebelum menjawab, “Aku mau ke Wales.”

“Kenapa Wales?” Rose serius bertanya.

“Kau belum pernah ke sana?”

“Aku tidak tinggal di Inggris dan aku tidak punya banyak waktu untuk berlibur. Kalaupun punya waktu, aku hanya bisa mengunjungi tempat-tempat yang sangat populer saja,” katanya bersungut-sungut.

“Wales juga populer.” Jaehyun hanya ingin menggoda. Bahkan tangan yang bergerak di bawah baju tidur Rose pun tidak lagi meninggalkan sensasi sensual.

“Wales jauh dari ibu kota,” sahut Rose tidak mau kalah.

“Less than two hours by rain, my love.”

The Poem We Cannot ReadWo Geschichten leben. Entdecke jetzt