Chapter Six

1.2K 192 75
                                    

Haloooo~

Sorry karena belakangan ini aku publishnya cerita ini terus, inspirasinya lagi numpuk di sini. Nanti deh update yang lain. Sekarang ini dulu yaaa, selamat membaca 😊😊😊



“I have no limitations.”
—Thomas Shelby—

Berulang kali Jaemin meyakinkan Minjeong kalau keputusan pamannya adalah yang paling baik. Dia percaya kalau Jaehyun hampir tidak pernah salah—dia selalu memutuskan hal yang tepat terutama yang berkaitan dengan tingkat kelogisan sesuatu. Satu-satunya kesalahan yang Jaehyun miliki bahkan hingga saat ini hanyalah cara dia mencintai kekasihnya. Entah karena otak jeniusnya memang sudah lelah bekerja atau dia hanya tidak peduli, sikapnya agak abu-abu.

“Tadinya kukira beliau itu sedikit lebih tua, tapi ternyata usia dan penampilannya benar-benar bicara sebaliknya.” Minjeong tiba-tiba berucap, mengaburkan pikiran Jaemin tentang pamannya. Gadis itu berjalan agak di depan—selalu enggan berada terlalu dekat dengan si pemuda kaya. Bahkan saat ini pun, kalau bukan karena terpaksa, Minjeong sudah menolak mentah-mentah tawaran Jaemin untuk pulang bersama.

“Maksudmu Jaehyun?” tanya Jaemin memastikan.

Minjeong mengangguk. “Siapa lagi yang bisa kubicarakan denganmu saat ini selain beliau? Pamanmu sangat keren!”

“Jaehyun itu sinting,” cetus Jaemin sambil mengedikkan bahu. “Dan apa maksudmu dengan ‘beliau’? Formal sekali. Jaehyun akan tertawa terbahak-banyak kalau mendengar cara bicaramu saat ini.”

“Aku sangat menghormatinya,” tukas Minjeong yang kembali mempercepat langkah kakinya. Rumahnya terletak di pemukiman yang dihuni mayoritas penduduk miskin—jalan dengan banyak tangga karena terletak di wilayah berbukit dan gang-gang sempit kadang membuat Minjeong enggan pulang malam. Daerah ini bukan yang paling aman, apalagi untuk perempuan. “Kau tidak langsung pulang? Motormu akan hilang dicuri kalau ditinggalkan di parkiran minimarket begitu saja.”

“Kalau hilang tinggal beli lagi

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

“Kalau hilang tinggal beli lagi.” Jaemin bicara sekenanya. “Lagipula apa yang lebih penting darimu saat ini? Aku tidak bisa membawa motorku ke sini karena jalannya terlalu sempit. Dan aku juga tidak bisa membiarkanmu pulang sendirian, daerah sini kelihatan kurang aman. Apalagi untuk perempuan cantik sepertimu.”

Minjeong tidak menggubris—pemuda itu terlalu sering mengatakan hal yang tidak masuk akal. Alih-alih memperhatikan Jaemin, gadis itu malah menunduk, melihat sekilas hoodie milik Rose yang dia kenakan saat ini. “Aku tak percaya Kak Rose benar-benar memberikan hoodie ini padaku. Harganya sangat mahal, mungkin cukup untuk biaya makan keluargaku selama satu bulan.”

The Poem We Cannot ReadNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ