Mimpi?

429 45 49
                                    


Di sebuah taman yang sangat asri dengan danau yang begitu indah, seorang gadis duduk sendirian di sana menikmati indahnya pemandangan yang tercipta.

“Rugi banget gak bawa hp, kalo bawa kan bisa foto gue disini.” Gadis dengan rambut yang tergerai indah itu menggerutu.

Hingga tanpa sadar seseorang duduk di sebelahnya membuat gadis itu terkejut.

“Setan Lo! Ngagetin aja,” kesalnya, orang yang duduk disebelahnya itu terkekeh.

“Hahah, maaf ya ngagetin kamu.” Gadis itu hanya mengangguk mendengar maafnya.

“Apa kamu bahagia Ra?” Pertanyaan yang terlalu tiba-tiba itu membuat gadis yang tak lain adalah Lora sedikit terkejut.

“Maksudnya?”

“Apa kamu bahagia, jadi aku selama ini? Apa kamu masih mau bertahan di posisi ini? Apa kamu tidak ingin ikut denganku? Ini kesempatanmu Ra.” Deretan pertanyaan yang membuat Lora bingung.

“Siapa Lo? Kenapa nanya gitu?”

“Aku, pemilik tubuh yang kamu tempati selama ini. Aku, orang yang di kucilkan. Aku, yang kehadirannya tak pernah di anggap.”

Lora terdiam, ternyata orang ini adalah pemilik tubuh yang selama ini dia tempati. Gadis ini cantik, wajahnya bersinar, Lora akui aura kecantikan gadis ini benar-benar terpancarkan.

“Tapi sekarang semua orang udah sayang sama gue, sama tubuh ini. Gue bahagia,” jawab Lora.

Gadis itu menatap lurus kearah danau lalu tersenyum.

“Aku senang dengarnya kalo kamu bahagia ada di posisi aku, tapi ingat Ra jangan terlalu terbawa suasana. Kadang yang kita anggap sudah membaik nyatanya akan memberikan sesuatu yang lebih mengejutkan,” ujar gadis itu dengan tatapan yang tetap lurus kedepan.

“Salah satu alasan aku dulu menjadi seperti itu cuma satu, aku gak mau ngebuat sifat iri seseorang menjadi penghancur untuk aku. Kenapa aku gak pernah ngelawan karna satu perlawanan dari aku akan berdampak besar pada masa depan aku,” lanjutnya.

“Tapi dengan Lo diem, Lo selalu di fitnah kan? Bahkan Lo mati karena di bunuh kan?”

“Memang, tapi setidaknya aku mati tidak meninggalkan dendam karena kesalahan aku.”

Lora diam mendengar penjelasan gadis ini, bukannya terpukau, Lora malah bingung.

“Serly gak sejahat itu Ra, aku emang gak suka sama dia, tapi bukan berarti aku membenci dia. Serly hanya mudah terpengaruh, kamu tau kenapa Serly bisa tinggal di rumah itu bukan di rumah Asya? Karena aku yang minta,” ujarnya.

“Hah? Gimana-gimana?”

“Aku gak tega ngeliat Serly yang selalu di jahatin sama si Asya, aku akhirnya minta Mami sama Papi untuk ngajak Serly tinggal di rumah, dan aku dekat sama dia. Asya yang iri akhirnya terus hasut Serly biar rebut semua keluarga aku, Abang aku, kakek nenek aku, hingga akhirnya aku di jauhi.”

“Aku harap kamu ngerti ya Ra, aku duluan.”

Lora ikut berdiri dan melihat gadis itu menjauh.

_______

Di ruangan bernuansa putih, terlihat seorang gadis dengan kantung darah yang mengalir melalui selang infus, dengan selang oksigen yang berada di hidungnya matanya terpejam wajahnya yang cantik terdapat beberapa luka sayatan, pucat dan tak berdaya membuat siapapun yang melihatnya iba.

“Udah tiga hari, Lora belum sadar juga. Ini udah kantong darah yang ke lima,” ujar Darren.

“Banyakin berdoa, minta sama Tuhan supaya kasih kesembuhan buat Lora.” Darren mengangguk mendengar ucapan Devan.

“Kapan bangunnya si Ra, Lo gak pegel apa rebahan terus? Gue yang liat aja pegel,” ujar Dimas sambil mengelus lengan kanan Lora yang tidak di infus.

Ketiga Abang Lora itu setia menemani adik bungsu mereka, sedangkan kedua orang tua mereka sudah pulang sejak satu jam yang lalu, Adnan pun hanya berkunjung jika malam karna harus mengurus perusahaan nya.

“Gue masih kepikiran sama ucapan Nina waktu itu," ujar Devan menatap lurus pada Lora.

“Yang dia bilang pelakunya itu Asya? Jujurly gue juga curiga sih sama Asya, tapi kan kita belum ada bukti yang kuat. Kita tunggu Lora bangun dulu baru kita bisa ngumpulin bukti,” sahut Darren di angguki oleh Dimas.

“Assalamualaikum.” Ketiga saudara itu menoleh pada pintu yang terbuka memunculkan sosok gadis dan orang-orang di belakangnya.

“Wa'alaikumsalam,” jawab mereka serentak.

Gadis yang tak lain adalah Nina bersama dengan Gavin, Sierra, dan Andre masuk kedalam ruangan.

“Kalian gak kuliah?” tanya Devan.

“Gak dong,” jawab Andre.

“Gimana? Udah ada perkembangan?” tanya Nina langsung mendekati Lora.

“Kata dokter sih udah mendingan cuma tinggal tunggu sadar aja,” jawab Dimas.

Nina mengelus rambut Lora tanpa sadar meneteskan air mata.

“Garel ada datang kesini?” tanya Gavin penasaran, pasalnya setiap Gavin dan teman-teman datang, dia tidak pernah bertemu dengan Garel.

“Dia ada dateng waktu Lora di bawa kesini, habis itu semalam dah cuma itu doang.” Nina langsung kesal mendengar nya.

“Pasti dia sibuk sama tuh cewek munafik, kemaren juga gue liat mereka makan di cafetaria deket sama lama tuh, bangsat betul.”

“Siapa Na?”

“Siapa lagi kalau bukan Asya,” jawab Sierra, memang sejak kejadian itu Nina cukup dekat dengan Sierra dan mereka sering curhat-curhatan.

Ternyata Sierra asik jika di ajak menggosip.

“Jangan bilang mereka selingkuh di saat adek gue koma?!” tanya Dimas emosi.

“Mungkin aja kan,” sahut Andre.

“Kurang ajar!”

“Eh, eh, eh, tangan Lora gerak!” pekik Sierra.

Semua orang kembali fokus pada Lora emosi yang tadi siap meledak hilang entah kemana.

Perlahan mata Lora terbuka, Devan langsung memencet tombol di sebelah bakas untuk memanggil perawat.

“Enghh,” lenguhan Lora dengan mata yang mulai terbuka.

Up nya sampe sini dulu yaaa.

Ku kira gak ada yang nungguin, ternyata ada toh🤭

Jiwa yang Tersesat 2Where stories live. Discover now