12. The Problem

82 15 0
                                    

Sayup-sayup gempita mendatangi liang hati sang pria.

Mengendarai motor yang kini ada di atas jalan bersama pengendara lainnya, sang pria cukup senang akan cuaca pagi ini. Tak begitu mendung layaknya awan gelap yang tanpa malu siap menurunkan hujan, pula tak semenyengat mentari kala sedang marah lalu membakar para makhluk hidup.

Cuaca pagi ini terbilang menyenangkan.
Sebelum tiba di perempatan jalan, Jo sudah menyalakan lampu sen kiri agar menghindari para pengacau alias pengendara yang main serobot saja dan pada akhirnya Jo yang harus disalahkan jika terjadi sesuatu. Padahal dia tak lalai sama sekali.

Setelah berbelok, Jo menyempatkan diri menuju salah satu pom bensin mini--alias Pertamine--dan mengisi bensin disitu.

“Isi berapa, Kaka?” Tanya si penjaga Pertamine.

Jo memilih untuk tak membuka helmnya. Ia pun mengambil selembaran hijau dari dompet dan menyerahkan pada si pria didepannya. “Dua puluh ribu, Bang.”

Mengamati si penjaga mengisi bensin, Jo sempat menoleh ke kanan dan kiri jalan. Yang ia temukan adalah perumahan tak berpenghuni.

Dia hanya bisa menggeleng kepala, menyayangkan kerja tidak becus pemerintah yang membuang dana dalam jumlah sangat besar untuk mendirikan perumahan bebas kabel listrik itu, namun malah mandek dan berakhir kacau karena dugaan korupsi. Sampai-sampai, kasus itu sempat jadi berita hot hingga berakhir di meja hijau, namun entah bagaimana penyelesaiannya Jo tak begitu mengikuti. Yang jelas, itu adalah satu dari sekian alasan Jo mengurungkan niatnya menjadi ASN--Aparatur Sipil Negara.

“Kaka, ini sudah,” seru si penjaga membuyarkan lamunan Jo.

“Makasih, Bang.”

Setelah mengunci tutupan bensin dan menutup bagasi motor, lantas Jo menaiki kendaraan beroda dua itu lalu pergi dari situ.

Jo kembali mengerutkan kening merayakan mentari yang ternyata mulai menyapa dengan begitu membara. Mengenai kulit khususnya wajah Jo yang tak tertutup oleh masker. Konsentrasi pria itu lagi-lagi terbuyar oleh penampakan seorang perempuan berambut gelap yang sedang meremas helm di tangan kiri.
Motornya pun ia tepikan di samping kiri jalan.

“Fira, ngapain kamu disitu?” Sapa Jo dengan satu tanya yang dilayangkan agar keras, mengingat perempuan itu berada di seberang jalan.

Berlawanan arah dengannya.

Gadis yang namanya dipanggil itu mendongakkan pandangan daripada ponsel di tangan kanan. Ada Pak Jo yang melambaikan tangan padanya.

“Mau ke kantor, Pak.”

“Kenapa jalan kaki?”

“Ojol saya ninggalin saya disini.”

Jo terheran-heran mendengarnya. “Yaudah sini, bareng saya.”

Fira sempat berpikir, namun Jo kembali menyanggah pikirannya.

“Kamu mau panas-panasan sampai kantor?”

NO!” Gadis itu menengok ke kiri dan ke kanan lalu melangkahi jalanan dan sampai di seberang jalan, lokasi Pak Jo bersama motornya.

Fira naik di boncengan belakangan. Kemudian ia mengenakan helm yang sedari tadi diremas di tangan kiri.

Di dalam perjalanan, baik Jo dan Fira memilih tak membuka suara. Sebenarnya Fira bisa saja memulai dialog, namun Pak Jo bukan orang yang asik untuk diajak mengobrol di luar jam kerja. Sedangkan Jo pun merasa tak ada hal penting yang harus dibicarakan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 12, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BABIBUWhere stories live. Discover now