11. The New Girl

87 17 0
                                    

Kopi mulai mendingin.

Kepulan asap yang sempat membersamai kini telah pergi seiring dengan pergantian detik demi detik. Parade manusia berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, tengah sibuk berlalu-lalang di luar ruangan yang Fira tinggali. Dialog-dialog hangat lantas berganti menjadi kebisingan yang terpatri di telinga, tatkala pintu terbuka lebar menampilkan rupa lelaki yang seruangan dengannya datang.

Ernawanto Sri Wahyono atau yang akrab disapa Pak Hazel.

Berbeda dengan Fira yang terus menatapnya sedingin kopi di atas meja, pria itu malah menguraikan seuntai senyum pada kedua sudut bibir. Kemeja cokelat yang dikenakan semakin menambah wibawa seakan memberi isyarat bahwa dia adalah salah satu atasan yang pantas diberi hormat.

Masuk keluar ruangan bagai kaset rusak.

Menenteng banyak berkas di rengkuhan tangan, mengambil flashdisk, mencari hawa dingin AC, bertanya pada Fira mengenai beberapa prosedur penting atau sekedar masuk lalu menatap asistennya dengan tatapan yang tak dipahami Fira sama sekali.

“Ngomong-ngomong, selamat ya buat sahabat kamu Rere. Dia diterima jadi pegawai di Divisi Pemasaran.”

“Iya, Pak. Terima kasih,” jawab Fira membuang muka dari laptop dihadapannya lalu melihat Pak Hazel sekilas.

“Kamu nggak mau nyambut dia? Rere ada di ruang Divisi Pemasaran. Tahu sendiri kan gimana ribetnya Ibu Poppy kalau nyambut pegawai baru. Saya yakin dia sedikit kewalahan dan butuh dukungan kamu, Fira.”

Fira mengangguk tipis.

Jika beberapa minggu lalu obrolan ini tercipta, maka dapat dipastikan pipi Fira menghangat dan respon manis akan keluar dari bibir yang dipoleskan lipstik merah tua itu. Pun kemudian Fira akan menuruti seluruh kemauan Pak Hazel lalu berakhir capek karena energinya terkuras habis.

“Fira--”

“Kalau Pak Hazel mau menyambut Rere, silahkan. Saya masih harus mengetik berkas-berkas ini,” sanggah Fira mengangkat kedua tangan dan mengarahkannya pada berkas yang beberapa waktu lalu diletakkan Hazel disana.

Hazel membuka mulutnya paham. “Ah iya. Maaf, saya permisi.”

“Iya, Pak.”

Sepeninggal Pak Hazel dari ruangan, kepala Fira otomatis menabrak laptop dan menutupnya secara brutal. Gadis itu menghela napas panjang, membayangkan akan seperti apa diluar sana dengan segala keramaian yang akan menghabiskan tenaganya. Tapi mau tidak mau, suka tidak suka, Firansyah harus pergi menyambut sang sahabat.

Fira memaksakan senyum.

Naas, bibir itu memberi perlawanan dan tak mau menorehkan lengkungan manis. Jika saja Fira tidak berkaca sebelum keluar ruangan, sudah pasti dia akan diterjang berbagai pertanyaan dari Rere karena gadis itu tak bersemangat.

Fira yakin dia bisa.

Menggapai pegangan kursi di kedua sisi tubuhnya, Fira berpegang erat dan berdiri tegak dengan begitu pelan. Kepalanya menoleh ke pintu ruangan yang lupa ditutup rapat oleh Pak Hazel, lalu melangkah tungkai kurus itu hingga akhirnya ia tiba pada berisik yang sangat dihindarinya pagi itu.

“FIRA!”

Siapa lagi yang berani meneriaki nama gadis itu kalau bukan Rengginang Merabela.

BABIBUWhere stories live. Discover now