01. Seleksi Olimpiade

Start from the beginning
                                    

"Eleuh, eta deui si ujang kakarek datang." Bu Gendis menyapa dari ambang pintu, memberi secarik kertas untuk ditandatangani.

Tanpa menolehpun mereka tahu siapa.

Seragam putih abu-abu tanpa atribut ditenteng di lengan kiri, dalaman kaos hitam, dan jangan lupakan celana tanpa sabuk. Potongan rambut yang tidak sesuai peraturan, dan sepatu navy putih yang menjadi target utama razia. Tampilan laki-laki itu selalu menjadi topik utama omelan guru.

Sayangnya, dia bukan laki-laki tipikal bad boy yang biasa wanita puja-puja. Pemuda itu seperti siswa pada umumnya, yang membedakan hanya sikap dan prestasinya saja. Prestasi? Terdengar konyol jika membahas hal ini, skip saja.

"Ai kamu teh kamana wae? "

"Gudang belakang, Bu." Galdran membalas sopan.

"Halah-halah ngerokok lagi pasti kamu! Ngaku! Biso gendheng aku sue-sue cah, ngurusi kelakuanmu." Pak Gendut menyahut dari belakang, melupakan formalitas bahasanya seketika.

"Ngopo reng gudang ha?! Ngerokok? Ngombe? Mbok kiro aku ora ngerti meneng-meneng koe karo geng wedhus gembelmu nyelundupke beer ilegal?"

Jangan diragukan lagi reputasi Galdran selama bersekolah di Batavia. Beberapa kali terlibat kasus kekerasan hingga berakhir di kantor polisi nyatanya tak membuat laki-laki itu jera. Terlebih, keluarga yang mampu menutup kasus-kasus itu dengan pundi rupiah, menyisakan nama yang bersih tanpa jejak.

Desas-desus siswa mengatakan bahwa Galdran kebal hukum bisa dibilang sepenuhnya benar, jika tidak ia pasti sudah di-drop out. Poin pelanggaran sudah mengenai batas maksimal, namun yang dilakukan pihak sekolah hanya men-skors beberapa hari.

Entah takut kehilangan siswa emas ataupun memang keluarganya punya pengaruh di Batavia.

Ya, walaupun jauh dari kata baik-baik nama Galdran tidak pernah lengser dari pemeringkatan. Berpuluh-puluh medali perlombaan akademik maupun non akademik diraih Batavia bukan lain karena sumbangsih milik Galdran. Laki-laki itu lebih dari sekedar pintar, dia jenius.

"Benar Galdran kamu menyelundupkan minuman itu lagi? Kenapa kamu malah ke gudang? Kamu tau, kan, hari ini ada seleksi bahkan namamu ada dikandidat pertama peserta." Bu Gendis menjejal pertanyaan beruntun.

"Bersihin gudang, Bu. Hukuman dari BK."

"Itu kenapa atuh seragam-na dicopot?"

"Basah, Bu. Kena siram Pak Nurdin."

"Halah," Pak Gendut membantah.

"Jangan mentang-mentang pintar kamu bisa seenaknya! Kamu kira sekolah tidak punya aturan?" Pak Gendut bersikeras. "Ngapain kamu ikut seleksi kalau begitu?!"

"Bapak yang daftarin saya."

Pak Gendut diam seketika, dongkol lebih tepatnya. "Halah diam kamu! Sekali lagi saya ingatkan selebihnya sakarepmu. Merokok itu bahaya! Buang-buang uang buat penyakit. Mau mati muda?"

"Indeks kematian karena obesitas juga nggak jauh dari perokok, Pak."

"NGATAIN SAYA KAMU?!"

"Loh? Saya cuma mengingatkan Bapak juga." Nada datar itu diam-diam membuat Pak Rusli naik pitam.

Pak Gendut terlihat geram. "Cepat sana duduk! Sudah terlambat malah cari gara-gara! Kamu nggak lihat banyak anak yang terganggu?"

"Pakai seragam kamu! Jangan sok keren pakai kaos begitu."

"Duduk sana. Jangan ulangi. Dengar kamu, Galdran?"

"Dengar, Pak."

"Yang lain maaf atas distraksinya. Silahkan lanjut mengerjakan. Galdran, kamu menyesuaikan, ya." Bu Gendis memberi arahan.

MetamorfosisWhere stories live. Discover now