"Nih, surat ijinnya. Tapi kamu harus hormat didepan tiang bendera sampai jam istirahat pertama. Kamu baru boleh masuk kelas jam pelajaran ke-lima."

Alana menerima uluran surat ijin itu setengah bingung. "Aku memang pernah telat beberapa kali. Tapi selalu dihukumnya sampai jam ke-dua aja. Jam ke-tiga aku masuk kelas. Kenap---"

"Kita yang jaga, lo nurut aja kenapa sih? Nggak terima?" Gerald menyahuti ucapan Alana cepat. Cowok itu langsung berubah menyebalkan setelah Alana berani protes.

"Tapi kaki aku lagi luka, bisa dikurangin nggak? Se-enggaknya diobatin dulu di UKS." pinta Alana tetap berusaha sopan. Alana tau jika mereka adalah osis senior kelas dua belas. Alana malas memiliki masalah dengan orang seperti mereka.

"Itu urusan lo sendiri. Hukuman lo udah berlangsung dari tadi. Buruan ke-lapangan sana!" Teman Gerald---Edy, mendorong tubuh Alana keluar ruang piket. Dorongan yang lumayan kuat itu membuat tubuh Alana oleng seketika.

"Lain kali telat lagi aja. Siapa tau yang jaga ruang piket kita lagi, biar nanti dapet hukuman lebih dari ini." ucap Jessy. Ia melambaikan tangannya melihat Alana yang berjalan pelan menuju lapangan. Tiga murid penjaga ruang piket itu pun kembali ke-tempatnya dengan perasaan puas.

"Aku emang salah, aku nggak ada hak buat marah." gumam Alana saat sampai dilapangan. Helm yang semula ia bawa, Alana letakkan dibawah bersama dengan tasnya.

Tubuh mungil Alana berdiri tegak tepat dihadapan tiang bendera. Ia baru menyadari jika hari ini ternyata hanya dirinya lah yang terlambat.

Silau matahari semakin terik saat jam pelajaran ke-tiga usai. Kaki Alana gemetar menahan ngilu akibat luka nya tadi. Darahnya mengering, tapi rasa ngilu nya semakin menjadi.

Murid lain yang tengah menjalani olahraga sengaja menjadikan Alana tontonan. Mereka tak segan melontarkan hinaan berbungkus candaan pada Alana. Guru hanya menegur beberapa kali, tak beberapa lama mereka kembali menggoda Alana ditempat.

"Pusing." keluh Alana mulai lemas.

Selain kaki nya yang terluka, Alana belum sempat sarapan sehingga bisa dipastikan mag nya kambuh. Pandangan Alana berubah gelap dalam sekejab. Dunia seakan berputar cepat dihadapannya.

Alana berjongkok, ia melirik area sekitar berusaha menahan pening dikepala nya.

"Kenapa bisa disini? Dihukum siapa?"

Samar-samar Alana mendengar suara Allaric disampingnya. Dengan pandangan kabur, Alana bisa melihat raut khawatir dimuka Allaric.

Cowok itu tanpa aba-aba menutupi rok pendeknya dengan jas, lalu menggendongnya hati-hati keluar lapangan.

"Bego! Siapa yang tega hukum lo yang lagi sakit gini?"

Kesadaran Alana hilang tepat setelah ucapan itu terdengar ditelinga nya.

~♥~

Alana terbangun akibat sapuan lembut yang mengenai pelipisnya. Ia bangun perlahan dibantu Allaric. Hal pertama yang Alana lihat adalah senyum cowok itu pada nya.

"Masih pusing? Mau gue pijitin kepala nya?" tawar Allaric.

Alana tersenyum canggung menatap Allaric. "Makasih, Kak. Aku udah baikan, nggak terlalu pusing lagi." jawab Alana.

"Kalo ada yang sakit bilang, lo kenapa bisa telat sampai dijemur dilapangan sekolah tiga jam pelajaran."

"Sebenernya sampai istirahat." ralat Alana.

SWEET BUT PSYCHOWhere stories live. Discover now