24.1

6.6K 1.3K 88
                                    

***

Selamat membaca

Jangan lupa taburan bintang dan komen, Bestie! 


UNTUK KESEKIAN kalinya Steven membaca ulang pesan Ghina.

Ghina : Rukma lagi otw ke Jakarta naik kereta. Sampai di Gambir setengah sepuluh malam ini. Nggak usah ngide mau jemput dia di sana, lebih baik lo nunggu dia di apartemen gue.

Dia masih kesulitan mencerna apakah pesan tersebut bagian dari rencana Ghina menyatukan dirinya dan Rukma, atau ada sesuatu yang buruk terjadi di Bandung hingga Rukma terpaksa datang ke Jakarta. Masalahnya Rukma tidak memberi kabar apa pun kepadanya. Pembicaraan terakhir mereka semalam hanya basa-basi busuk yang menanyakan kegiatan masing-masing di kota terpisah, lalu Rukma buru-buru mengakhiri dengan alasan; "Aku capek habis gambar seharian."

Hari ini pun sama saja. Telepon yang dijanjikan perempuan itu tidak kunjung datang, sementara komunikasi yang dia upayakan selalu dijawab operator. Ghina yang biasanya selalu tahu apa pun tentang Rukma, kali ini sama bingung seperti dirinya. Berkali-kali Steven mengorek informasi dari Ghina, tetapi istri Alfa tersebut akan mengulang lagi perintah awal; 'Tunggu Rukma aja. Gue beneran nggak tau apa-apa.'

Meski akhirnya Steven menurut dan menunggu sejam lebih di lobi salah satu apartemen daerah Kuningan, dia masih berupaya mencari jawaban langsung dari Rukma.

Steven : Rukma, ada masalah di rumah? Aku dikasih tau Ghina, kamu otw Jakarta.

Steven : Kamu uda sampe di Jakarta?

Steven : Jawab dong.

Steven : Ma, aku khawatir. Are you okay?

Sebanyak apa pun pesan yang dia kirimkan, ponselnya setia membisu, barisan centang dua tetap menghitam, dan Steven tidak dapat menolak tawaran rasa kecewa yang ingin menemaninya.

David.

Nama orang itu melintas ketika otaknya tak kunjung menyerah mencari-cari alasan masuk akal dari tindakan mendadak Rukma. Dia bersiap mendapatkan jawaban dari David, tetapi panggilan namanya mengudara membelah keheningan.

"Steven?"

Perempuan yang dia rindukan, padahal mereka belum berpisah dua hari. Perempuan yang membuatnya menuruti permintaan tolol Ghina untuk menunggu berjam-jam tanpa kepastian. Perempuan yang berdiri tanpa membawa tas atau koper yang menandakan berpergian lintas kota ini memang dipikirkan matang-matang. Perempuan yang wajahya lebih pucat daripada patung-patung sialan di tengah lobi apartemen, memasang ekpresi terpana seakan-akan Steven adalah orang terakhir yang ingin ditemui hari itu.

Rukma.

"Kamu kok di sini?" Pertanyaan Rukma sebenarnya wajar-wajar saja, tetapi entah bagaimana membuat Steven kesal setengah mati.

Dia berharap Rukma mengatakan sesuatu yang lebih ceria, memberi tahu jika rindu yang menyiksa berpuluh-puluh jam lalu bukan miliknya seorang.

Steven buru-buru menyimpan ponsel ke saku celana bahannya, meninggalkan sofa dan menghampiri Rukma sambil mengingatkan diri sendiri untuk tidak mengajukan pertanyaan sinis.

"Harusnya itu pertanyaan aku, Rukma," kata Steven. "Kamu kenapa ke Jakarta?"

Rukma mengembuskan napas lambat-lambat sembari menjelejahi penampilan Steven, mengeratkan genggaman pada satu-satunya barang yang dibawa; tas jinjing cokelat berukuran sedang. Kemudian, perempuan itu melemparkan tatapan yang mengatakan secara tegas, apa pun yang perlu mereka bicarakan, lebih baik di unit saja.

Steven menghargai keputusan tersebut, walau sesungguhnya rasa kesal kini lebih kuat berkuasa dalam dadanya. Ekpresi lelah Rukma menceritakan singkat apa yang terjadi sekarang. Bahwa, perempuan itu sedang kabur. Entah dari siapa atau apa.

Mungkinkah pembicaraan Rukma dan David berjalan buruk? Apa David lagi-lagi melanggar janji untuk tidak menyakiti Rukma?

Rukma berjalan lebih dulu menuju area khusus mailbox, mencari kotak dari unit KF418, mengambil dompet kulit cokelat dari sana, lalu mengajaknya menuju lantai 8.

Steven menurut. Kadang dia berjalan di samping Rukma, kadang di belakang. Yang pasti setiap kali dia mengusahakan sentuhan fisik, Rukma akan menghindar diam-diam.

Tidak ada satu pun dari mereka yang mencoba membuka pembicaraan, bahkan saat sudah berada di dalam unit sekali pun. Rukma langsung sibuk menyalakan lampu dan pendingin central, seperti ingin menunda untuk menjawab pertanyaan, atau malah sama sekali tidak mau membagi alasan sebenarnya kepada Steven. Sementara dirinya, duduk bersedekap di sofa ruang tamu—menonton punggung muram Rukma berpindah-pindah untuk mengerjakan hal yang tidak penting.

Setelah menarik napas dalam-dalam, Steven berhasil menepikan segala perasaan tidak sukaanya akan tindakan Rukma.

Kemudian, dia berdiri dan menghentikan usaha sia-sia Rukma menutup gorden abu yang seharusnya dioperasikan secara otomatis, membawa perempuan itu ke dalam pelukannya tanpa bicara.

Dia mencium kepala belakang Rukma, lalu berlama-lama menempelkan bibirnya di bahu kiri perempuan itu, sebelum akhirnya saling bertukar tatapan melalui stationary window hitam di hadapan mereka. Steven mencoba menghilangkan perasaan-perasaan mengganggu yang mungkin dibawa Rukma dari Bandung.

"Nggak papa kalau kamu belum mau cerita alasan kamu datang ke Jakarta. Tapi kamu perlu tahu, aku seneng banget bisa ketemu kamu lagi. Aku kangen tau sama kamu," bisik Steven.

Rukma memutar badan menghadapnya, tanpa melepaskan pelukan Steven. Ketika mereka saling tatap, Steven terkejut akan sorot mata Rukma yang penuh oleh rasa-rasa yang sulit dimengerti. Rukma mengalihkan tatapan sejenak, dan Steven bisa melihat ekspresi gelisah melintas di sana sebelum perempuan itu mengembuskan napas dan terseyum tipis.

Karena tidak ingin memaksa, dia membelai pipi Rukma dan mengajukan pertanyaan aman, "Kamu udah makan malam? Mau pergi cari makan? Gultik?"

Rukma menggeleng, lalu menyandarkan kening ke dada Steven, lalu dia mendengar kata-kata yang teredam, "Aku ke sini karena nggak mau sendirian di rumah. Aku kangen Tita. Aku juga mau ketemu kamu, karena aku pikir, aku butuh kamu."

Ditemani sunyi yang pekat, mereka tidak bergerak selama sesaat. Namun, setiap tarikan napas yang diciptakan Rukma, seakan meminta Steven mempersiapkan diri untuk mendengar apa yang tidak ingin dia dengar.

"Tapi aku nggak tahu, aku butuh kamu sebagai apa ...."

Steven mengembuskan napas dan menatap jauh pada lampu-lampu dari barisan gedung tinggi yang mengelilingi apartemen.

Terima kasih sudah menyempatkan diri membaca.

Seperti biasa buat kalian yang mengintip spoiler, mencari tahu tentang naskah-naskah aku yang lain. Kalian boleh follow akun2 berikut

Instagram : Flaradeviana

Tik-tok : Flaradeviana

LOVE, FLA! EHEHEHE

The TeaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang