22.2

8.8K 1.6K 157
                                    

***

Selamat membaca

Jangan lupa taburan bintang dan komen, Bestie! 🤌🏻🤣

SORE MENJELANG MALAM selalu jadi waktu tersibuk di coffee shop, dan Rukma perlu kesibukan. Jadi, dia meninggalkan rumah yang sepi, lalu mengambil alih mesin kopi tanpa memusingkan si penguasa asli kebigungan menyaksikan aksinya.

"Atulah, Mbak Ma. Duduk sih di sana aja, ngawasin kita kayak biasa. Nggak usah ngide ngelayanin customer, saya-nya jadi nggak enak berasa makan gaji buta hari ini," keluh Sigit, setelah Rukma menyerahkan racikan Avocado Coffee ke pembeli.

Entah bagaimana Rukma berhasil mengabaikan omongan Sigit, tidak seperti sebelumnya—dia nyaris menyerang lelaki berumur awal dua puluhan itu dengan kata-kata tajam nan dingin. Rukma berdiri tegak lurus menghadap ke pintu masuk kedai, sembari mengendarkan pandangan ke setiap sudut yang terisi pengunjung; sebagian sibuk dengan laptop, sebagian lagi asyik mengobrol dengan teman duduk. Selagi Rukma menghabiskan waktu menikmati kepadatan, Fariza mendadak berdiri di sampingnya.

"Mbak Ma, ngebantuin kitanya udahan yah. Istirahat aja di rumah," kata Fariza. "Mumpung di rumah lagi tenang-tenangnya, Mbak Ma bisa bobo yang lama."

Justru Rukma sedang ingin menjauh dari kesendirian. Karena tidak berniat memberitahu alasannya kepada Fariza, dia mengencangkan bibir dan membiarkan bujukan Fariza bernasib sama seperti keluhan-keluahan Sigit. Terabaikan.

"Mbak Ma ...," panggilan Fariza beriringan dengan suara lonceng pintu, yang menandakan ada tamu baru di kedai.

Rukma merasakan suara-suara bising di sekelilingnya menghilang perlahan, tersisa derap langkah dari tamu yang menuju ke bagian pemesanan serta degup jantungnya sendiri yang meningkat setiap detiknya.

Kalau saja Fariza tidak berdeham sebelum memosisikan diri di belakang mesin kasir, mungkin Rukma akan terus-terus terdiam dengan tatapan penuh spekulasi pada tamu tersebut.

"Pesan kayak biasa ya, Za." Satu kalimat itu menarik paksa Rukma menelusuri lorong masa lalu.

"Baik, Dokter David." Bahkan, jawaban Fariza pun memengaruhi Rukma, hingga ujung-ujung bibirnya tertarik kecil ke atas dan dadanya penuh dengan rasa getir.

Ketika Fariza mengarahkan kertas pesanan untuk diracik, Rukma melepaskan dan menyerahkan apron barista kepada Sigit. Setelahnya, dia meninggalkan kedai tanpa sekali pun menoleh ke arah David, ataupun berpamitan untuk mengurangi kebingungan Fariza dan Sigit. Toh, dua orang itu sudah menyaksikan dirinya digendong oleh David 'kan? Masa mereka tidak paham alasannya keluar dari kedai secara sukarela, terutama Fariza.

Begitu berdiri dalam kegelapan rumah, Rukma menyandarkan dirinya sejenak ke pintu pembatas sembari memejamkan mata. Dia baru membuka mata dan memilih duduk di meja makan, saat ponsel di saku celana jins bergetar.

Dengan mengandalkan pencahayaan seadanya dari lampu gantung kuning di atas meja makan, Rukma memperhatikan foto-foto terbaru kiriman Ghina. Dari banyaknya momen hasil tangkapan kamera ponsel, ada satu foto yang membuat Rukma berlama-lama melihat gambar tersebut. Alfa shirtless sedang berbaring di pasir beralaskan kain putih polos, Tita duduk di atas perut rata Alfa dengan tawa lebar, sedangkan Ghina melihat ke kamera bergaya selfie sembari menunjuk Tita-Alfa.

The TeaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang