9.| Easy On Me, Baby

4 0 0
                                    

"Zhuma... " Panggilku. Saat itu Zhuma tengah berkutat dengan laptopnya, mengerjakan tugas yang harus dikirim tepat waktu. Aku emang nempel sih. Duduk bersandar di sebelahnya di kasur ini. Hotel yang sama. Hotel yang kutempati saat pertama datang dulu. Salah satu hotel jaringan internasional yang harganya masih terjangkau dengan fasilitas memuaskan.

"Aku booking tiket pulang hari Minggu ya. " Pintaku.

Zhuma berhenti bekerja dan menatapku.

"Kukira kamu mau temenin aku di sini lama-lama. " Katanya. Aku menatapnya iba. Tentu aku ingin selalu bersamanya tapi kenyataan saat ini berbicara lain.

"Siapa sih yang engga mau selalu sama-sama ? Tapi aku masih ada kerja di sana. Kamu masih ingat kan kesepakatan kita sebelum kamu berangkat ? " Tanyaku. Nada suaraku pelan, hampir seperti bergumam.

"Juga sebelum kita tau kalo kita bakal menikah secepat ini." Tambahku. Yang ini seperti mengeluh.

"Iya Sayang, aku ngerti. " Jawab Zhuma.

Jadi, sebelum kepulanganku ke Pontianak di hari Minggu, kami menghabiskan waktu mengeksplorasi kota Surabaya dan juga mengeksplorasi gaya bercinta yang kami sukai. Hahahaha....

Dan hari itu datanglah...
Aku memeluknya lama sekali sebelum melepaskan dan bilang, "Aku pergi dulu ya."

"Hati-hati di jalan. " Bisik Zhuma. Aku tahu dia terharu. Selintas secepat kilat Zhuma mencium bibirku. Aku lalu menyeret koper dan melangkah ke dalam melewati gerbang keberangkatan. Sesaat sebelum berbelok aku berbalik untuk melihat Zhuma-ku. Dia masih ada di situ, memandangku dengan senyum ceria dan melambaikan tangannya tinggi-tinggi.

Aku termenung sambil menggigit bibir di pesawat. Aku sedih tapi tak terbiasa menangis. Airmata membuat mataku panas dan lembab namun hanya sampai di situ. Aku harus kuat, bisikku pada diri sendiri. Kan sebentar lagi dia libur semester dan bisa pulang. Apalagi kami akan mengadakan resepsi pernikahan. Tentu banyak hal yang harus aku persiapkan.

Setelah landing di bandara Internasional Supadio, para penumpang pun perlahan meninggalkan pesawat. Termasuk aku. Lelah ini membuatku ingin cepat-cepat naik taksi, sampai di rumah, mandi, dan tidur.

Esok paginya aku masuk kantor dengan membawa dua kardus oleh-oleh. Tapi yang ada, aku disambut curahan confetti, tepuk tangan dan kue berlilin. Apa-apaan sih. Ulang tahunku bukan hari ini.

"Selamat ya, Tupai kami sudah laku. Sudah ada yang mau menikahinya. Selama ini sudah kami diskon tapi tak laku-laku juga. " Begitu kata mak Nor. Semua tertawa geli.

"Tapi kan ini bukan ulang tahunku. " Protesku.

"Ga apa. Soalnya kami tak tau gimana cara menyambut pengantin baru yang suaminya ketinggalan di Surabaya. " Kata bang Iwan.

"Kan bisa pakai hamburkan beras kuning sama koin aja. Trus kita makan nasi kuning ayam bakar gitu. " Kataku malah ikut-ikutan sableng.

" Boleh tu. Aku udah lapar." Sahut Heru. Semua memandangnya. Ini baru saja jam 07.30 pagi dan dia bilang lapar. Kentara sekali dia tidak sarapan tadi.

"Don't worry. Aku pesankan nasi kuning sama ayam kalasan dari resto Remaja. Semua mau ? " Tanyaku. Semua menjawab iya.

"Pai, tiup dulu lilinnya. Mencair dah tu. " Kata mak Nor.

Aku pun meniupnya tapi entah kenapa Heru dan yang lain latah malah menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Semua tertawa terbahak-bahak setelahnya. Kue kemudian dibagi rata untuk semua karyawan dan aku mulai mengulik hape untuk memesan makanan tadi ke resto yang kusebut.

Hari-hari berlalu dengan rutinitas yang sama. Kadang kuhabiskan waktu nongkrong sejenak sepulang kantor di cafe berprinter itu.

Ya aku kangen sekali sama Zhuma. Semua yang baru saja terjadi bagaikan mimpi. Sebelumnya kami berencana akan menikah setelah dia menyelesaikan magisternya. Tapi ternyata jalan hidup tak sesuai rencana. Sekarang aku sudah resmi jadi nyonya Zhuma. Tapi terpaksa pulang ke rumah dan ke ranjang yang kosong.

"Pucat amat mukamu, Pai. Kamu sakit ? " tanya mak Nor iba saat melihatku duduk diam di bangku dapur. Aku sedang membuat teh hangat untuk meredakan rasa masuk angin yang tidak enak ini.

" Masuk angin kayaknya mak. Aku lagi buat teh hangat ini. " Jawabku. Mak Nor meraba leherku bagian samping untuk merasakan apa aku demam. Dia menggeleng.

"Nanti mak Nor singgah apotik untuk belikan kau test pack. Mungkin kau hamil. Lebih cepat tau, lebih baik. " Katanya. Aku terdiam. Beberapa hari ini aku memang merasa tidak enak badan dan mood yang cepat berubah. Aku juga berpikir ke arah sana mengingat betapa aktifnya aku dan Zhuma berhubungan intim.

Sore itu, mak Nor menunggu di depan pintu toilet dan aku yang mengetesnya sendiri. Dengan sabar kutunggu garis itu muncul. Tepat seperti tebakan mak Nor, aku hamil. Garis pink itu ada 2 dan jelas.

Keluar toilet aku menunjukkan hasil tes dan mak Nor tersenyum bahagia.

"Selamat, Pai. Kau jadi ibu. " Katanya.

Aku tak henti tersenyum dan ingin segera video call sama Zhuma. Aku ingin berbagi kabar bahagia ini.

"Assalamu'alaikum... " Sapa Zhuma setelah wajahnya muncul di layar.

"Waalaikumussalam.. " Jawabku. Lalu memamerkan test pack dengan 2 garis itu. Kulihat wajahnya langsung dipenuhi senyum.

" Kamu hamil, Sayang ? " Tanyanya.

" Iya. Barusan tadi cek. Dibelikan testpack sama mak Nor. "

" Jangan lupa bilang terima kasih. " Katanya mengingatkan.

"Iya, Zhumaaaa. " Sahutku.

"Iya, Sayaaangg. " Balasnya.

Selanjutnya aku tak tahu mau bicara apa. Aku hanya ingin kedekatan dengannya. Tapi itu tak mungkin.

"Maafin aku ya, ga bisa ke sana sekarang. Aku juga pingin sekali pegang perutmu dan ngomong sama bayi kita. "

"Zhumaa.. Jangan gitu dong. Aku kan jadi sedih. " Ucapku dengan suara bergetar.

"I love you. " Kata Zhuma.

"Iya, aku tau. " Jawabku dengan sengaja. Dia pasti akan tersenyum gemas atas reaksiku itu. Pasti dia mau nasehatin aku lagi.

"Aku kangen sekali sama kamu. " Itu yang dia ucapkan. Sama sekali tak ada nasehat atau teguran halus. Wajahnya tampak sedih. Aku jadi ikut terharu.

"Cepet pulang ya, papa. " Kataku.

"Iya, mama. " Itu balasannya. Emang bikin merinding sih walau cuma sekedar sapa. Sapaan papa-mama yang ternyata sudah tiba waktunya yaitu sekarang.

Aku mengakhiri video call itu karena Heru mengetuk pintu dan menjulurkan kepalanya masuk.

"Pai, kamu disuruh pulang awal sama bang Iwan. Disuruh istirahat gitu. " Katanya.

"Ok. Makasih ya." Sahutku.

"Itu testpack ya ? " Tanya Heru curiga. Aku mengangguk dan tersenyum. Heru masuk dan menyalamiku ala salam brotherhood gitu.

"Selamat, Pai. Udah jadi ibu. Tak kusangka Zhuma mantap juga adukannya. "
Heru ketawa setelah itu.

"Kau kira ngaduk semen... " Sahutku.

"Ya dah, sana pulang. Pakai motor jangan ngebut-ngebut. Santai aja. Sekarang kan udah berdua, bukan sendiri lagi." Heru menasehatiku.

***************
Perhatian, kehangatan, motivasi, dan lingkungan yang positif adalah sesuatu yang langka. Bersyukurlah bila kau dikelilingi hal-hal seperti itu.

The Sky And Earth ConquerorWhere stories live. Discover now