1

343 18 1
                                    

1

"Mau menjadi istriku?"

Sontak saja ucapan anak laki-laki di sampingnya berhasil membuat Ruby tersedak. Gadis itu terbatuk seketika dan menatap horor Helios.

Helios membantu gadis itu membawa barang-barangnya sembari menepuk-nepuk pundak Ruby dengan pelan. "Lihat, kalau tidak berhati-hati bisa tersedak, 'kan?"

Ruby mendengus. "Aku tersedak bukan karena es krim ini, bodoh!"

"Lalu?"

"Ucapanmu tentu saja!" teriaknya.

Helios memundurkan diri beberapa langkah karena telinganya berdenyut. "Sampai kapan kau akan terus berteriak seperti itu padaku?"

Melihat anak laki-laki itu merajuk, Ruby memutar bola matanya kesal. "Sampai dirimu sadar bahwa ucapanmu sangat di luar nalar."

"Bagian mana dari ucapanku yang menurutmu di luar nalar?"

"Semuanya."

Keduanya lantas kembali berjalan beriringan. Malam semakin larut. Kedua insan itu baru saja keluar dari kafe milik Mark Chello. Jalan Kota Pandawa sedikit lebih sepi daripada hari-hari sebelumnya karena peristiwa bom di Alun-Alun Kota beberapa waktu yang lalu.

Anak laki-laki itu, Helios Romanov, kemudian merangkul Ruby dan membawa gadis itu berjalan lebih cepat. "Yah, sayang sekali kalau kau tidak mengerti ucapanku, Ruby. Teman-temanku di universitas akan berteriak kencang jika aku ajak berkencan."

Keduanya berhenti di halte pemberhentian bis kota.

Ruby hanya mengangguk, "Yah, syukurlah aku tidak termasuk dalam daftar Gadis yang Menggilai Helios."

"Lihat saja nanti."

Bis kota akhirnya telah tiba.

***

Helios sampai di rumahnya hampir tengah malam. Ia membawa dua bungkus nasi goreng dan beberapa kerupuk kesukaannya. Begitu ia membuka pintu kamarnya, laki-laki itu sangat terkejut ketika melihat siluet hitam tengah berdiri di balkon kamarnya yang sepi.

"Sial! Jaeno berengsek, kenapa tidak menghubungiku terlebih dahulu jika kau mau mampir?" tanyanya dengan kesal. Hampir saja jantungnya lepas.

Laki-laki yang disebut namanya masih berdiam diri menatap jalanan yang sepi.

"Aku menginap di sini."

"Lagi?! Kau jatuh miskin sampai tidak punya rumah?"

Jaevano akhirnya melangkah pergi dari balkon dan mendekati Helios yang membawa bungkus makanan. "Mulutmu bisa kurobek malam ini juga."

"Ck. Baiklah, aku akan mengijinkanmu menjajah kamarku untuk yang terakhir kali," balas Helios sembari mendengus kesal.

"Perhitungan!"

"Memang!"

Keduanya akhirnya diam dan sama-sama makan malam dengan dua bungkus nasi goreng yang dibeli oleh Helios setelah mengantar Ruby pulang ke rumahnya dengan aman. Mereka duduk di depan balkon sembari menyalakan rokok. Suasana begitu tenang karena tidak ada pembicaraan dari keduanya.

Sampai akhirnya Jaevano mengembuskan napas berat. Helios tentu melihatnya, karena ia anak laki-laki yang sangat peka, maka ia bertanya, "Kau sedang ada masalah dengan Mama dan Papa? Atau dengan Katherine?"

Jaevano menggeleng. "Tidak bisakah semua orang tidak menyebut nama gadis itu di hadapanku?"

Jawaban dari sahabatnya itu membuat si pemilik kamar terkekeh. "Akui saja kau jatuh hati padanya. Itu jauh lebih mudah. Oh, Jaeno, andai saja kau tahu bagaimana tatapanmu tempo hari begitu berusaha menyelamatkan Katherine saat bom meledak di Alun-Alun Kota. Kau terlihat sangat panik, Jaeno."

Voler Haut | Haechan X RyujinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang