Jenan, Daffa, dan Naraka tertawa terbahak-bahak melihat teriakan Chandra yang tak kalah kerasnya dengan teriakan 2 wanita yang mereka lihat tadi. Bahkan dua wanita itu malah menyauti teriakan Chandra.

Pak Satpam yang sudah terbiasa dengan situasi ini akhirnya membantu Chandra yang langsung menghambur ke dekat Kak Pram ketika genggaman tangan anak itu lepas dadi lengannya.

"Jahannam kalian bukannya bantuin gue!" Ucap Chandra kesal sembari menunjuk-nunjuk ketiga sahabatnya.

Akhirnya mereka pun masuk ke ruang resepsionis yang tak jauh berbeda dengan keadaan di didepan tadi. Hanya saja disini pasien terlihat lebih kalem, ada yang berbicara sendiri, berbicara dengan kursi, bahkan ada pula yang hanya terdiam menatap kosong ke depan.

"Permisi, saya Detektif Pram dan ini para anak magang Jenan, Daffa, Naraka, dan Chandra kami dari kepolisian Mandeville" perkenalan Detektif Pram sembari menunjukkan lambang kepolisiannya.

"Saya Anne bagian resepsionis. Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

"Kami mencari pasien atas nama Radaffa Ganesha Prabawa" kata-kata Pak Pram langsung membuat sang resepsionis terdiam terlihat dari wajahnya ia kebingungan.

"Maaf tapi untuk pasie-"

"Tolong kerja samanya, kami sedang melakukan penyelidikan yang melibatkan Radaffa Ganesha Prabawa"

Anne terlihat ketakutan, ia kemudian mengambil telpon dan menelpon sesorang sampai akhirnya salah seorang wanita sekitar pertengahan 50an datang ke meja resepsionis menyapa mereka semua.

"Selamat siang, saya Arafah ketua Rumah Sakit Jiwa Mentari. Pegawai saya bilang anda semua ingin menemui pasien bernama Radaffa Ganesha Prabawa?"

"Ya. Kami butuh kesaksian Radaffa"

"Atas kasus apa kalau saya boleh tau?"

"Pembunuhan"

"Saya mengerti, pasien atas nama Radaffa memang memiliki gejala psikopat namun tak bisa di pungkiri bahwa selama ini dia ada di dalam ruang isolasi selama bertahun-tahun. Tak ada yang menjenguknya kecuali kakaknya beberapa tahun yang lalu. Saya khawatir jika saya membiarkan kalian menemuinya dia akan mengambil kesempatan itu untuk menyakiti kalian. Dia sangat berbahaya dan manipulatif, saya tidak yakin dia akan memberikan kesaksiannya dengan mudah" jelas Bu Arafah panjang lebar namun hal itu tak mengurungkan Detektif Pram dan para krucilnya untuk menemui Radaffa. Sudah kepalang tanggung mereka sampai sini masa tak mendapatkan apapun.

"Tak apa. Kami bisa menjaga diri kami benar-benar harus menemui Radaffa" ujar Daffa yang mulai tak sabaran.

Bu Arafah menghela nafas kasar, tak tau lagi bagaimana caranya memberi tahu detektif polisi dan anak-anaknya yang bebal ini akhirnya beliau memandu mereka ke dalan ruang isolasi.

Berbeda dengan suasana sebelumnya, di ruang isolasi ini sepi nyenyet, pencahayaannya yang remang hanya ada lorong seperti tak berujung bahkan tak ada satupun manusia yang terlihat.

"Hello" sebuah suara deep terdengar persis dari pintu di samping Jenan membuat laki-laki itu melompat kaget bergegas mendekati Kak Pram.

Suara itu kembali terdengar kini adalah sebuah tawa terpingkal-pinkal. Jujur saja semua yang ada di situ merasa merinding, ini sangat menyeramkan.

"Demi apapun gue nggatahan. Creepy banget itu suara siapa" ucap Chandra semakin mepet ke Kak Pram dan Jenan.

"Pasien A110. Penderita Skizofrenia akut, terakhir hampir membunuh sesama pasien dan Pak Satpam. Sudah 2 bulan ada disini" jelas Bu Arafah yang membuat keempat anak SMA itu semakin ketakutan.

Bahkan Naraka yang sedari awal diam kini mulai mendekati Detektif Pram ketika mereka mulai kembali berjalan menuju ruang isolasi Radaffa.

"Gue ngga nyangka dunia begitu kejam hingga banyak manusia yang jadi kayak gini. Apa mereka bisa di sembuhin?" Tanya Naraka pada Bu Arafah, ia menyadari banyaknya ruang isolasi dan semuanya hampir terisi penuh.

"Tergantung kemauan mereka untuk kembali pada realita meninggalkan dunia indah yang mereka bangun. Pada dasarnya mereka hanyalah orang-orang yang tersakiti dan tak tahu lagi bagaimana menyembuhkan luka batinnya" Kata-kata Bu Arafah menusuk relung hati mereka.

Seandainya dunia ini damai, manusia saling mengerti dan mengasihi tapi sayang realita tak seindah ekspetasi. Lagipula tidak mungkin dunia berjalan tanpa ada sisi gelap. Segala sesuatu di ciptakan berlawanan agar tercipta sebuah keseimbangan. Ada yang jahat ada yang baik, ada terang ada gelap, ada atas ada bawah.

"Ini dia pasien A44. Radaffa Ganesha Prabawa. Maaf saya tak bisa membuka pintunya, protocol keamanan"

"Nak Rafa? Bangun. Ada yang menjenguk" ucap Bu Arafah sembari menggedor pintu milik Radaffa. 30 menit berlalu namun tak ada satupun suara di balik pintu.

Ketika mereka ingin menyerah, suara gesekkan terdengar, lubang kecil untuk menaruh makanan terbuka lebar. Dari dalam ruangan terlihat wajah yang tak asing bagi Kak Pram dan anak-anak Mandeville.

Dia adalah Radaffa. Akhirnya mereka menemukan Radaffa!

In The Darkness (Selesai)Where stories live. Discover now