"Masalahnya, dia udah nggak mau diperjuangkan, Om," desah Aksa menggeleng kalah. "Dia nggak mau lagi jadi semoga. Baginya, cukup waktu itu aja," racau Aksa dengan bahasa yang ia karang bebas. Tetapi intinya, ya, begitulah. Nada sudah enggan bersamanya.

"Pepet lagi, dong," Sahrir memberi semangat. "Umur boleh pertengahan 30an, Sa, tapi kalau udah ngomongin cinta, jiwa kamu harus tetap hidup sebagai anak ingusan."

Mereka lalu tergelak bersama. Kemudian, kembali tenggelam pada masing-masing tugas yang mendesak pagi ini. Aksa sedang mempelajari kasus Skylight Picture, ketika ponselnya bergetar di atas meja. Ia melongok sekilas demi melihat penelpon, kontan berdecak dan mengabaikan ponsel itu segera.

"Nggak diangkat, Sa?" Sahrir telah kembali mengenakan kacamata. Mereka bekerja di ruangannya. "Siapa?"

"Anye," balas Aksa cuek. "Makin nggak ngerti aku sama maunya Om Rangkuti itu sekarang," akhirnya Aksa memilih membahasnya. "Dia sampai ngancem Papi, supaya aku mau hadir ke peresmian panti asuhan yang dia dirikan. Dia juga ngundang Alvin, supaya banyak wartawan yang datang."

"Ya, sekarang elektabilitas partainya lagi menurun. Partai milik Menteri Sosial sama partainya Gubernur Jawa Barat, digadang-gadang bakal berkoalisi. Sementara Rangkuti, masih punya banyak ambisi. Ya, dia udah kalah jauh sekarang. Anak dan mantunya yang dia perkirakan bakal dongkrak elektabilitasnya, nyatanya nggak bisa ngelakuin itu. Makanya, dia push Papi kamu, demi menghadirkan kamu dan juga Alvin ke tengah-tengah keluarganya lagi."

Aksa paham.

Awalnya, orangtuanya memang tidak menyetujui keputusan Alvin untuk terjun ke dunia hiburan. Namun lambat laun, popularitas Alvin meningkat. Dan hal itu sangat berpengaruh tak hanya bagi keluarga, tetapi juga partai Nusantara Jaya.

Dulu, Rangkuti Malik begitu jemawa ketika putra sulungnya diangkat menjadi Kapolres. Lalu, menikah dengan anak seorang politisi ternama. Namun segalanya berubah, saat besannya tertangkap KPK. Segala borok yang tersimpan, mulai dilucuti satu per satu. Hingga ditemukan bahwa menantunya juga menikmati aliran dana itu. Belum selesai sampai di situ, putri keduanya yang menikah dengan seorang rector universitas ternama juga tersandung masalah. Travel Haji dan Umroh yang dimiliki putri keduanya, mendadak dituduh menggelapkan uang para calon Jemaah. Walau setelah ditelusuri tuduhan itu tak benar, tetapi public sudah terlanjur termakan hoax. Mengakibatkan perusahaan travel itu gulung tikar.

Hanya Anyelir yang kemudian sukses melenggang ke Senayan. Karirnya sebagai politisi muda, benar-benar berjalan mulus. Namun tampaknya, hal itu belum cukup untuk seorang Rangkuti Malik. Pria ambisius itu butuh menunggang ketenaran positif demi keberlangsungan karir politiknya.

"Ck," Aksa berdecak, sebab ia pun tahu.

"Sayang banget, jarang ada plot twist dalam realita," Sahrir menambahkan.

Aksa mengerti maksud adik kandung ibunya itu. Diam-diam, ia pun mengangguk setuju. "Ternyata, apa yang kita harapkan nggak jadi kenyataan, ya, Om?"

"Betul," Sahrir menganggukkan kepala. "Rupanya, Adiva benar-benar anak Akhtar."

Padahal, mereka menunggu sebuah akhir yang mencengangkan.

Namun faktanya, Adiva benar-benar putri biologis Akhtar.

Dan itulah kenapa, Aksa tak benar-benar bisa memutuskan hubungan dengan Anyelir dan keluarganya.

Ponsel Aksa bergetar kembali. Buat sepasang paman dan ponakan itu saling melempar pandangan. Aksa sudah akan membiarkan sambungan itu berakhir tanpa melihat si penelpon, namun Om Sahrir memintanya mengangkat panggilan itu.

"Diloudspeaker aja, Sa. Biar Om dengar maunya dia apa. Nanti, baru kita susun rencana buat menghadapi Rangkuti Malik lagi."

Karena pada kenyataannya, Om Sahrir memang membantu Aksa sejak dulu.

Aksara SenadaWhere stories live. Discover now