14. Serius?

3.6K 335 15
                                    

"Sal!" Panggil Rony.

"Hmm.." Sahut Salma dalam dekapan Rony.

"Kita nikahnya besok aja ya!" Ucap Rony. Salma melepaskan dekapan Rony dan memukul pelan lengan laki-laki itu.

Rony menatap melas Salma, jujur ini pertama kalinya bagi Salma melihat Rony seperti ini. Rony meraih kembali Salma ke dalam pelukannya.

"Nikah juga perlu persiapan banyak hal Ka, belum undangan, makanan, banyak yang harus di siapin." Ucap Salma mendongakkan kepalanya menatap Rony yang juga menatapnya.

"Nikah secara agama dulu Sal, saya takut nggak tahan."

Salma mencubit lengan Rony, pacarnya ini sekali ngomong kurang ajar.

"Nggak ada besok-besok." Ucap Salma.

"Sal.."

"Nggak."

"Minggu depan."

"Nggak!"

"Dua minggu deh."

"Yah! dua minggu." Jujur, Salma sedikit terkejut dengan sikap Rony saat ini, sungguh ini pertama kalinya Rony seperti ini dengannya. Biasanya mah ngomong aja pelit.

"Nggak mau!" Salma menggeleng keras.

Rony meraih tangan Salma, "Dua minggu yaah, nanti resepsinya terserah kamu deh maunya kapan."

"Nggak! aku aduin papa nih kalau kamu maksa maksa."

"Maksa apa Ca?" Suara bariton mengalihkan perhatian Rony dan Salma, di lihatnya Pak Putra dan Bu Anggita mama papanya Salma berjalan ke arah mereka.

Salma mengerucutkan bibirnya dan beralih duduk di tengah-tengah Mama dan Papanya.

"Kenapa Ca?" Tanya Papanya.

Salma bergelayut di lengan Papanya, "Ka Rony lho Pa, masa ngajak nikah besok." Adu Salma pada Papanya.

Salma menjulurkan lidahnya pada Rony tanpa sepengetahuan Mama dan Papanya.

"Ih Mama setuju." Bukan Papanya tapi Mamanya yang menyahuti dengan antusias.

Rony menaikkan alisnya dan tersenyum mengejek pada Salma yang di balas dengusan kesal, Mamanya memang lebih pro dengan Rony dan itu menyebalkan.

"Ma!" Tegur Papanya.

"Benar itu Ron?" Tanya Papa Salma.

"Tadinya Pah, tapi Salmanya nggak mau, yaudah saya saranin dua minggu lagi." Jawab Rony seadanya.

Salma menatap Rony penuh permusuhan. Sedangkan yang di tatap hanya menampilkan muka datarnya.

"Dua minggu ya? sudah bilang dengan orangtua mu?" Tanya Pak Putra.

"Belum Pah." Jawab Rony.

Pak Putra melirik Salma dan istrinya yang juga menatapnya, dia lihat Istrinya mengangguk antusias.

"Malam ini bawa orangtua ke rumah, kita makan malam, sekaligus membicarakan hal ini." Ucap Pak Putra.

Rony mengangguk menanggapi, Salma menatap Papanya gugup, sebenarnya dia tidak mengira pembicaraannya dengan Rony bisa menjadi seserius ini, tadinya dia hanya menyahuti asal ajakan Rony untuk menikahinya.

Tapi jika sudah begini, Salma tahu ini kesalahannya yang harus dia hadapi. Pandangannya beralih kepada Ibunya seolah meminta pertolongan, namun Ibunya malah sibuk dengan telponnya.

"Hallo Jeng, jadi jeng kita besanan, nanti malam datang yah! iya jeng.." Mama Salma terlihat sibuk dengan telponnya, ntah telponan dengan siapa.

Pandangan Salma kini beralih ke arah Rony, laki-laki itu menatapnya balik, muka Salma memelas dan di balas senyum miring Rony, seketika wajah Salma berubah kesal, dia menyedekapkan kedua tangannya.

Keluarga ini tidak ada yang berpihak padanya.

***

Setelah pertemuan dua keluarga malam itu, mereka sepakat akad akan diadakan dua minggu lagi dan hanya akan di hadiri oleh keluarga, teman dekat serta rekan bisnis dari orangtua Salma, orangtua Rony dan pastinya rekan bisnis Rony, sedangkan Salma hanya mengundang Nabila sebagai teman dekatnya.

Saat ini Salma dan sedang menyiapkan beberapa berkas pengajuan ke Kantor Urusan Agama atau KUA. Setelah selesai mengurus hal tersebut mereka memilih untuk makan siang di sebuah cafe.

Salma memandang Rony yang duduk di depannya, mereka tengah menunggu pesanan mereka.

"Ka Rony beneran mau nikah sama aku?" Tanya Salma dengan menopang dagunya.

Tanpa mengalihkan pandangannya dari handphone, Rony berdehem menyahuti, menurutnya itu pertanyaan tidak penting, untuk apa dia melangkah sejauh ini jika tidak mau.

"Kak.." Panggil Salma.

"Hmm.." Sahut Rony tanpa mengalihkan pandangannya lagi.

"Kak.." Panggil Salma lagi.

"Hmm.."

Kali ini Rony menatap Salma, dia memandang Salma bertanya ada apa.

Salma menundukkan pandangannya, memainkan jari-jarinya gugup.

"Aku.. nggak bisa masak lho." Ucap Salma.

Rony menatap Salma lama, Salma yang merasa tak ada jawaban memberanikan diri mendongakkan kepalanya menatap Rony.

"Kamu bisa belajar nanti." Ucap Rony mengetuk-ngetukan jarinya di meja.

"Kalau nggak bisa-bisa?" Tanya Salma.

"Belajar lagi sampai bisa." Jawab Rony santai.

Sebenarnya bisa saja mereka memesan makanan seumur hidup, Rony mampu kok membiayai Salma tanpa harus masak tiap hari atau menyewakan pembantu, Rony sangat mampu dalam hal itu, hanya saja dia tidak ingin Salma nantinya di cap sebagai istri yang tidak bisa melayani suami dengan baik.

"Aku orangnya manja lho Ka." Ucap Salma lagi, sebenarnya dia sedang berusaha membuat Rony meragu.

"Iya, saya tahu." Ucap Rony.

"Aku juga orangnya boros lho Ka." Ucap Salma tak menyerah.

"Iya, saya mampu biayain keborosan kamu." Sahut Rony santai.

Salma memutar otaknya, "Aku juga orangnya jorok."

Rony mengernyitkan alisnya sebentar, dia sangat tahu bahwa gadisnya ini adalah orang yang sangat bersih. Dia tahu seperti apa gadisnya ini.

"Kamu ngerjain saya?" Todong Rony.

Salma mengernyitkan alisnya.

"Kamu pikir saya nggak tahu kamu orangnya bersih, ngelepas sendal di pasir pantai aja kamu nggak mau!" Sarkas Rony.

Salma menatap Rony kaget, kok pacarnya tahu sih. Dia mengerucutkan bibirnya.

"Kok Ka Rony tahu sih?" Tanya Salma.

Rony mengedikkan bahunya tanpa berniat menjawab.

"Kak Rony ih!!"

Salma kesal Rony tak menjawabnya. Dia melemparkan tisu yang dia ambil asal dari meja. Rony menatap Salma tajam.

"Apa?!" Tantang Salma.

Rony hanya menghela napasnya, kelakuan gadisnya ini memang sedikit ajaib tapi sayangnya dia sangat menyukai gadis di hadapannya ini.

Tak berapa lama pelayan datang membawa makanan mereka.

"Makan!" Perintah Rony pada Salma saat gadis itu diam tanpa menyentuh makanannya.

Dengan terpaksa Salma memakan makanannya, dia masih kesal dengan Rony. Baru pacaran sebentar udah di ajak nikah, nasibmu Sal.

***

Objek FavoritWhere stories live. Discover now