Chapter 8

82 9 0
                                    

Andrew terlalu keras kepala, lupa bahwa dirinya masih berada di dalam. Kepalanya tidak bisa berpikir jelas, panik membuat tubuhnya sulit bergerak, ia tidak bisa membiarkan mereka berdua dalam bahaya. Dan sekitarnya mulai runtuh, Andrew tidak memikirkan bahwa sekalipun ia menemukan dua anak sekolah itu, mereka tidak bisa mendapatkan jalan keluar dengan mudah.

Tank!

Andrew terkejut dengan suara keras tepat di atasnya, syok akan apa yang telah terjadi.

"Cepatlah keluar."

"Tapi adikku—"

"Keluar! Atau kau yang akan terjebak!"

Belum sempat Andrew membalas, ia ditarik oleh petugas, bahkan suara mereka datang tidak terdengar. Andrew dibawa keluar, langsung disambut pertanyaan oleh petugas medis, beruntung tidak ada luka berat selain dahinya tergores sedikit.

Petugas medis mencoba menahannya, mengobati luka di dahinya, memastikan bahwa siapun yang ia cari akan ditemukan. Tatapan di matanya terbaca ia panik, khawatir, syok dengan apa yang sedang terjadi dihadapannya.

Orang baik yang jelas Andrew kenal baru saja menyelamatkannya, tepat sebelum runtuhan bangunan menimpanya ia ditarik keluar; mengurangi jumlah korban. Berharap petugas medis benar, bahwa Andrew akan melihat adik dan temannya masih hidup. Selimut dipundaknya diberikan guna mengurangi syok dalam dirinya, petugas medis berbicara dengannya; entah sejak kapan karena Andrew jelas tidak memusatkan perhatiannya pada pertanyaan tiap pertanyaan yang dilayankan kepadanya dari petugas medis.

Toby yang sedang sibuk, mendengar berita tentang ledakan di pameran mainan, raut wajahnya langsung berubah, teringat Andrew akan datang ke sana hari ini. Toby meminta izin untuk pulang lebih awal karena alasan untuk memastikan bahwa kedua adiknya tidak berada di kecelakaan ini. Toby berlari, persetan jika naik bus akan lebih cepat sampai. Tak hanya satu pasang mata yang melihatnya dengan raut wajah bingung, melihatnya dengan tatapan aneh, belari cepat entah karena apa. Jelas mereka tidak tahu. Toby terus berlari tidak mementingkan apa yang orang-orang pikirkan, yang dipikirannya hanya lah kabar Andrew dan Tom.

Yang membuatnya tidak bisa berpikir jernih ketika tidak ada satupun telepon darinya yang diangkat, tidak dengan Andrew, tidak dengan Tom. Toby butuh fakta, pasti untuk membuat dirinya tenang.

Gedung yang Toby lihat itu hancur, hampir tersisa buing-buing, matanya mencari dimana Andrew dan Tom ditengah manusia-manusia yang sedang dibantu oleh petugas medis. Dengan lebihnya petugas medis dari orang-orang yang Toby kenal bekerja di kantor bersamanya, mobil ambulan yang jumlahnya Toby enggan hitung, anak sulung itu tetap mencari keberadaan yang ia ingin lihat sekarang. Nafasnya keluar lega begitu melihat sosok yang terdiam duduk di belakang mobil ambulan.

"Andrew!"

"Toby... Tom..."

Toby tidak ingin suasana yang sudah terdengar buruk ini makin memperburuk bagaimana kelihatannya Andrew sekarang. Tatapan matanya kosong, kedua matanya menyimpan air mata yang belum jatuh setetespun. Toby memeluknya, menenangkan, meski ia sendiri butuh kepastian tentang Tom.

"Hey... it's okay... you're here now."

"Tom... I can't find him there... I don't know where he is."

Pundak yang lebih tinggi diusap pelan, sebagai yang tertua, Toby belajar untuk tidak menunjukkan banyak emosi yang ditunjukkan agar tidak menakutkan kedua adiknya namun ia sendiri sedikit bergetar mendengar itu. Namun setegar mungkin, Toby harus menenangkan Andrew.

"They're gonna find him, it's okay..."

Entah sudah berapa lama Andrew duduk di sana, Toby yang menemaninya hingga tenang, sampai tiga petugas medis harus memaksanya pindah ke tempat evakuasi sementara; takut-takut Andrew tidak mengatakan dirinya bisa saja terluka. Toby masih menemani Andrew yang mulai tenang, menggenggam segelas teh hangat.

"I'm sorry... I coundn't find him, Toby."

"They're gonna find him okay, Tom is gonna be fine, he is brave. I know that, so everything's gonna be fine. Do you trust me?"

Andrew mengangguk.

Mereka berdua menunggu kabar tentang Tom, petugas yang membantu benar-benar sibuk, tidak ada yang bisa dilakukan selain menunggu. Mereka mengiyakan apa kata petugas yang akan mengabari mereka secepatnya setelah menemukan Tom, membantu Tom untuk pulih, memastikan Tom untuk kembali dengan selamat.

Beruntung Andrew diselamatkan sebelum dirinya menjadi korban selanjutnya yang harus menghabiskan beberapa minggu di rumah sakit untuk pulih, mereka tidak mengatakan apapun sampai rumah. Andrew duduk di ruang makan, masih memikirkan bagaimana tentang Tom di sana sendirian, entah bagaimana keadaannya. Toby yakin Andrew merenung di sana masih menyalahkan dirinya atas Tom, meski Toby sendiri tidak tahu ada apa, bagaimana, dimana Tom sekarang.

Tidak ada yang ingin memecahkan hening satu rumah, detik jam terdengar kencang walau terik matahari masih terasa di luar rumah. Jarum jam bergerak tanpa henti dan tidak ada yang berubah di dalam rumah. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing; segan untuk mengeluarkan sepatah kata.

Dering telepon yang tiba-tiba membuat keduanya pun tersentak, tidak berharap akan ada telepon langsung di hari yang sama. Toby sigap menganggkat telepon, menjawab sapaan yang terkesan ragu meski tetap ramah; Toby tidak suka mendengarnya.

Andrew pun menghampiri dimana telepon rumah berada, melihat Toby menjawab panggilan entah dari siapa yang ia harap dari pihak rumah sakit tentang Tom.

"Halo? Ya, dengan saya tobey Parker sendiri."

Dari tempat Andrew berdiri, ia tidak bisa melihat jelas ekspresi anak tertua menjawab panggilan itu, namun sorot matanya ke arah tembok seakan terbaca jelas bagi Andrew. Bahkan Andrew yakin Toby menahan nafasnya entah sampai kapan. Toby terlihat hanya menggangguk sebelum mengatakan dirinya akan pergi. Pergi? Kemana? Dan panggilan itu terputus, Toby hanya diam beberapa detik setelah menerima kabar dari siapapun itu yang membuat Andrew penasaran.

"Toby? Ada apa? Dimana Tom?"

Toby menggeleng pelan, menghadap Andrew yang menanti jawaban.

Entah bagaimana harus dijelaskan, terasa seperti hitungan detik dengan kenyataan bahwa hari yang melelahkan ini telah hampir berakhir, bulan telah datang untuk malam ini, menerangi malam yang sedih. Detik berikutnya -seingat mereka- adalah mereka yang harus ke rumah sakit secepatnya karena Toby dan Andrew harus tegar untuk kehilangan satu anggota keluarga lagi. Kehilangan kedua orang tua mereka cukup untuk air mata mereka enggan lagi keluar setetes demi setetes, lalu disusul Ben yang bahkan dipaksapun air mata tidak lagi keluar.

Semua yang dirasakan dipendam dalam, takt ahu jika mereka masih memiliki air mata setelah kehilangan orang tua dan Ben cukup menguras juga tenaga. Setelah menerima kabar itu, keduanya tidak berkata banyak, Toby tidak tahu harus berkata apa atau bagaimana, bahkan dirinya pun masih manusia, masih memiliki batas.

Hingga malam, mereka terpaksa di dalam rumah sakit, sejam jika satu dari mereka atau keduanya sadar telah duduk di lorong rumah sakit tanpa mengatakan sepatah kata. Gelas kopi yang sempat ditawarkan petugas medis masih digenggam; dan sudah kosong. Toby hanya berterima kasih dalam angguk untuk mereka tidak menanyakan hal yang bahkan Toby sendiri enggan membuka mulutnya.

Andrew terlalu larut dengan apa yang baru dan telah terjadi, dengan apa yang ada di pikirannya sekarang, dengan apa yang harus ia lakukan sekarang. Emosi biru ini memeluknya hingga air matapun tak bisa lagi membasahi wajahnya, berat untuk melakukannya untuk kesekian kali.

Bagaimana dengan 'everything's gonna be fine'? Is it... going to be fine?


Note:

maaf untuk segala typo dan apapun itu jika kurang mengenakan.😊✌🏻

kritik saran? komen ya kawan. peace guys.

Three ParkersWhere stories live. Discover now