X. First Stage

41 5 17
                                    

Tidak ada seorangpun yang diizinkan untuk tenang hari ini. Semua murid Asrama 300 DC saling berbisik, mengira-ngira apa yang sebenarnya terjadi dengan raut wajah gelisah.

"Sudah kubilang, kan? Ada yang aneh di asrama ini." Rara yang sejak tadi bergandengan tangan dengan Ervin angkat bicara. "Kamu takut, Er?"

Ervin menggeleng. Ia melepaskan tangannya dari Rara, lalu menyeka dahinya yang dipenuhi bulir keringat. "Bohong kalau gue bilang enggak takut. Tapi kalau memang imbalannya bisa mengabulkan keinginan, kenapa harus takut?"

Rara tersenyum tipis. Mereka kembali menatap layar transparan di langit saat Loki berkata, "Baiklah. Sebaiknya kalian bersiap untuk menghadapi setiap ujian ini. Ingat, hanya mereka yang mampu bertahan yang akan menjadi pemenangnya. Kuserahkan kepada para Master untuk dimulai."

Bunyi tiupan sangkakala menggema dan menciptakan angin sepoi yang cukup kencang untuk menggugurkan dedaunan. Semua murid riuh karena Loki tiba-tiba menghilang dari layar tersebut, mereka semua berteriak ribut menuntut untuk dijelaskan lebih banyak tentang ujian yang dimaksud.

"Bukankah ini menarik, Shera?" Leiv tersenyum miring, matanya berbinar, kontras dengan murid lainnya yang justru menatap kesal ke arah langit.
Shera nampak berpikir, tetapi ia mengerti maksud Leiv. Ia bisa menjadi lebih kuat, bahkan, ia bisa mengubah Leiv menjadi sama sepertinya.

Layar transparan yang tadi berubah abu sejak Loki melenyap kini kembali menampilkan latar putih dengan lima sosok yang duduk melingkar menatap para murid Asrama 300DC. Lima sosok itu terlihat agung dengan tampilan kolosal yang eksentrik, mereka tersenyum tipis dan samasekali tidak bersuara. Tetapi, sikapnya yang demikian itu mampu mengheningkan riuh dari seluruh murid. Kini mereka terpaku kagum memandang layar di langit.

"Lo tau mereka siapa, Ra?" tanya Ervin sambil terperangah.

Rara mengangguk, lalu menggeleng, lalu mengangguk lagi.

Ervin yang merasa tidak diacuhkan lantas menoleh pada gadis di sampingnya itu. "Ra?"

"Aku ... tidak yakin."

Vlad Dracula menyeringai gembira mendapati wajah-wajah murid Asrama DC300 yang bingung sekaligus takjub. "Ini akan benar-benar menyenangkan."

"Mereka terlihat lucu seperti anak ayam kehilangan induknya," sahut Calon Arang.

"Cepatlah kau mulai, Nona. Bukankah perempuan selalu ingin didahulukan?"

Calon Arang berdecak sinis. "Perempuan selalu tampil manis, dan yang manis selalu menjadi hidangan penutup yang ditunggu-tunggu. Tidak akan menyenangkan jika aku yang memulai."

"Kalau begitu, biar aku yang memulai." Okita Souji bersuara, lalu menegakkan tubuhnya bersiap untuk membuat pengumuman. "Anak-anak!"

Semua murid beralih pandang menatap pria berkimono tersebut. Beberapa di antaranya semakin menegang, dan beberapa lainnya justru penasaran bukan main.

"Kalian bisu?"

Para murid saling menoleh, ada yang tidak mengerti ada juga yang ragu.

"Anak-anak! Jawab!"

"Ya, Master."

Seruan yang tidak kompak itu membuat Okita Souji menghela napas dan menggelengkan kepala. "Anak-anak!"

"Ya, Master!!!"

Vlad Dracula terkikik. "Tenaga mereka mungkin akan habis hanya dengan menjawab panggilanmu."

"Lemah!" keluh Okita Souji tanpa mengindahkan penyula dari Wallachia itu. "Hanya mereka yang tangguh yang mampu bertahan, ingat!"

Ervin menelan saliva mendengar suara tegas milik Okita Souji. Ia sendiri cukup tegang sejak tadi, namun wajahnya malah terlihat skeptis.

ASRAMA 300 DC (SEASON 2)Where stories live. Discover now