XIV. Ab Initio

36 6 0
                                    


Bilah notifikasi muncul di layar antarmuka sebuah ponsel, sesaat sebelum getar merambat di permukaan meja dan mengetuk gendang telinga dengan dering alarm tak berjeda.

"Yang Mulia Dewa Atum penguasa delapan galaksi!" Rey terkinjat di tempat. "Game Master Loki!"

Dante yang baru keluar dari kamar mandi menggeleng kecil mendapati junior satu jurusannya terjaga dalam keadaan yang memprihatikan. Wajah kusut, rambut mencuat sana-sini, kelopak matanya pun masih dalam keadaan setengah terbuka. Dante yang jeli bahkan bisa melihat jejak pinggiran buku yang dipergunakan Rey sebagai penyanggah kepala di pipi kanannya.

"Awaken! Di mana para Awaken?" Rey tampak meraba-raba. Begitu pandangannya tertuju pada Dante yang bertelanjang dada dengan handuk melilit di pinggang, mulutnya kembali membuka. "Calon Arang? Apakah kau Calon Arang yang sedang menyamar?"

"Kau ini bicara apa, Rey. Bangunlah, aku akan menyiapkan sarapan."

Dante menepuk kepala Rey. Entah bagaimana caranya Dewa Atum, Loki, dan Calon Arang bisa bersekutu. Satu yang pasti, Rey baru saja bangun dari mimpi aneh. Sebab dalam keadaan sadar, anak laki-laki dengan tingkah yang kadang di luar nalar itu lebih senang menyebutnya "Calon Kakak Ipar" dibanding "Calon Arang".

"Bang Dante?" Tepukan Dante menyadarkan Rey. Butuh beberapa waktu bagi segenap indranya untuk menyadari bahwa hutan belantara tempat para siswa Asrama 300 DC berjuang menyelesaikan tantangan berganti menjadi kamar indekos Dante.

Dante hanya bergumam sebagai tanggapan. Diperhatikannya Rey yang berusaha mengumpulkan dengan mengusap mata.

"Aku bermimpi aneh, tapi rasanya sangat nyata." Rey mengatur napas. "Ini tentang Asrama 300 DC."

Sebelah alis Dante naik sekian derajat. "Mimpi apa itu?"

"Aku melihat Asrama 300 DC sebagai game survival yang diatur oleh dewa Loki sebagai Game Master dan para Awaken. Ada Calon Arang, Okita Souji, Jumong, Zhuge Liang, dan Vlad Dracula."

Kerut di dahi Dante semakin kentara. Dari semua tokoh dari masa lalu yang disebut Rey, yang ia tahu benar kisahnya hanya sebagian saja.

"Ah, kenapa aku bangun saat lagi seru-serunya!" Rey merutuk, berusaha mengingat potongan terakhir dari mimpinya, tetapi nihil. Yang Rey tahu hanya garis besarnya saja.

"Mimpi memang kadang berakhir saat sedang di puncak cerita." Dante mengedikkan bahu. Pandangannya tertuju pada jurnal berisi biodata dari para penghuni Asrama 300 DC yang dirangkum Rey semalam lewat wawancara dadakannya dengan Rara. Belakangan ini, Rey juga sering bermain game strategi dengan tema mitologi Nordik. Mimpi aneh yang dialami Rey bisa jadi akibat dari tumpang-tindih kedua memori tersebut. Adapun untuk Calon Arang dan kawan-kawannya yang disebut Rey sebagai Awaken, Dante tidak tahu-menahu. Barangkali hanya ingatan sekilas sebagai pelengkap bunga tidur.

"Menurut Bang Dante ini pertanda apa?" Rey meregangkan badannya yang pegal akibat tidur duduk. Ketika berdiri, barulah ia sadar selimut tebal milik Dante menggantung di bahunya. Harus Rey akui, Dante memang tipikal kakak yang perhatian.

"Mimpi hanya bunga tidur, Rey. Jangan dibawa serius."

"Tidak juga. Seperti August Kekulè yang menemukan struktur benzen karena terinspirasi dari ular yang mengigit ekornya sendiri dalam mimpi." Seakan kembali menemukan semangatnya, Rey berujar antusias sembari menyingkap halaman demi halaman jurnalnya. "Aku yakin, mimpi ini sebenarnya petunjuk."

Dante ikut melirik dan menggeser duduknya tepat di sebelah Rey. Kematian petugas kebersihan di Asrama 300 DC membuat Dante tidak bisa membiarkan penyelidikan atas kasus ayahnya semakin tertunda. Pasalnya, Rara ada di sana. Dante tidak ingin mempertaruhkan keselamatan adiknya. Berdasarkan keterangan dari Rara dan informasi dari Bella, Rey berhasil merangkum konflik dari beberapa penghuni asrama.

ASRAMA 300 DC (SEASON 2)Where stories live. Discover now