chapter 04 : his memories

9K 498 20
                                    

"Trouble never looked so god damn fine

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Trouble never looked so god damn fine."

༺❀༻

Berlin dan Kate keluar dari ruangan kelas usai piket. Di sela langkahnya, Berlin terus merutuki Milan dengan berbagai nama jenis hewan, karena Milan telah membuat Berlin tidak fokus selama mata pelajaran terakhir, dia bertekad untuk mengomeli Milan nanti.

"Lin, cukup telinga gue sakit denger lo terus-terusan ngatain Milan," ucap Kate akhirnya, "dari awal gue udah kasih peringatan ya sama lo buat gak berurusan sama dia, lo batu sih," lanjutnya.

Berlin mencebik, "ya 'kan mau gimana lagi, lagian tadi pagi cuma ada Milan."

"Ya iya lah cuma ada Milan, siapa lagi coba yang bolos pelajaran? Pasti gak jauh-jauh dari anak Salvador," sahut Kate.

Berlin menghela napas gusar menyesali perkataannya tadi pagi, demi Tuhan... Berlin tidak mau lagi berurusan dengan Milan.

"Terus sekarang lo mau balikin buku Milan dimana?" tanya Kate seraya melirik buku yang dipegang Berlin.

"Oh iya!" Berlin menepuk jidat pelan, "gue tadi tuh mau nanya ruangan rapat anak Basket itu dimana?" tanya Berlin.

"Dari aula lo jalan aja sampe ujung, di sana ruangannya, tapi sorry, Lin, gue gak bisa temenin lo soalnya jemputan gue udah nyampe di depan," ucap Kate tak enak hati.

"Gapapa kali, thanks ya, Kate, lo hati-hati baliknya," ucap Berlin.

Kate mengangguk, "lo juga hati-hati, kalau Milan macem-macem langsung telepon gue."

"Santai aja, Kate."

Kate melambaikan tangan sebelum berpisah dengan Berlin di lobby. Kemudian, Berlin segera menuju basecamp basket dengan sedikit berlari. Belum ada beberapa detik Berlin sampai tiba-tiba seseorang keluar dari ruangan itu, Berlin terdiam untuk sesaat.

"Cari siapa?" tanya gadis itu, dia menutup pintu ruangan seolah-olah Berlin tidak boleh melihat ke dalam.

"Oh?" Berlin mengerjapkan mata, "itu... Milan," ucapnya.

Tidak ada sahutan membuat Berlin bingung di tempatnya, kedua mata seseorang dihadapan nya kini bergerak lincah memperhatikan Berlin dari ujung sepatu hingga atas rambut. Berlin mengernyit risih, lalu dia membaca nametag siswi tersebut, Tiffany Ruby. Kate pernah menceritakan tentang gadis itu, dan kabarnya sedang friendzone dengan Milan.

Tiffany mengangkat sebelah alisnya, "jadi lo Berlin?"

Berlin mengangguk, "kenapa?" tanyanya.

"Gue Tiffany, lo bukan anak basket 'kan?" tanya Tiffany seraya melipat kedua tangan didada.

"Bukan," sahut Berlin menggelengkan kepala.

"Buat apa cari Milan?" tanya Tiffany lagi.

"Mau-"

MILAN [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now