I

1.2K 77 9
                                    

Gelap. Api api yang semula menari nari di desa kini akhirnya musnah. Walau tanpa pelita, para warga di aula besar ini berusaha tetap tenang. Bukan takut akan kegelapan, namun justru takut jika api kembali menderang.

Bahkan bintang malam ini seolah malu jika harus menampakan diri mereka. Bulan pun seolah takut pantulan matahari padanya menyakiti para warga bumi sekarang.

Satu satunya yang membara mungkin hanya hati seorang pria tinggi di luar aula. Angin sama sekali tak menusuk kulitnya, Mingyu bahkan penuh peluh di tengah malam. Seolah habis di jemur seharian, Keringat mengucur sekujur badan.

Sebuah kertas koran lusuh ia capit dengan telunjuk dan ibu jari. Hembusan angin menerpa kertas itu namun Mingyu tak mau melepasnya pergi. Dan kala seorang pria tua datang bersama sebuah pematuk api, Mingyu membakar kertas itu dengan senang hati.

Seolah Api penting sekali untuk menghilangkan kertas itu sehingga walau Mingyu dan Pak tua Gojin tau para warga merasa trauma, mereka dengan tenang membakar surat kabar yang Mingyu bawa dari stasiun Orioch di depan Aula.

"Pangeran malang, terhasut bisikan setan," Pak tua Gojin, masih bersama luka luka di tubuhnya merunduk dan memejamkan mata, merasa kasihan dengan kabar yang telah ia baca, "Ia bahkan belum tentu mengerti apa yang sedang terjadi."

Pria tinggi disebelah tersenyum miring, "Kau boleh katakan itu lagi," tangannya di saku, mata menatap ke bawah dekat sepatu.

"Yang mana?"

"Yang mana saja, aku suka semuanya."

Kabar mengenai Orison yang memilih berperang melawan Tulgey baru Mingyu tahu tadi. Ia baru baca apa yang selama ini ia simpan di dalam tas. Hatinya memanas, merasa di khianati oleh Pangeran yang mungkin kini sudah resmi menjadi Pemimpin kerajaan Orison.

"Bisikan Setan atau belum mengerti apa yang sedang terjadi?"

Api mulai menghilang, hangatnya pudar. Mingyu menginjak abu hitam yang masih menyalakan apinya dengan kaki, "Keduanya benar benar menggambarkan Oryn, kan?"

"Entahlah yang mulia, maksudnya Siwon Oryn?"

"Ya dia memang setan dalam cerita ini, Tapi bagian kedua... itu sepertinya untukku."

Tawa besar keluar, Tepukan di pundak mendarat. Mingyu ikut terkekeh dengan gelakan pria disebelah, "Aku harus melakukan sesuatu paman."

Mingyu bangkit. Berjalan, dan langkahnya terhenti di depan seorang Omega yang kini mulai membuka matanya perlahan, "Ada apa Mingyu?" Tanya Jisoo terduduk, "Kau butuh sesuatu?"

"Boleh ku tanya?" Putra kedua, si bungsu Oryn masih berdiri, "Apa Aita masih baik baik saja?"

Tangan Mingyu ia sodorkan pada pangeran Aita, lalu diterima dan Jisoo kemudian bangkit sambil bertanya, "Kenapa?"

"Ayo kesana."

.

Jam masih berdetik di pergelangan tangan seorang beta laki laki disebelah Mingyu, remaja itu menatap Alpha yang sebelumnya meminta dirinya untuk memperlihatkan jam di tangannya.

"Jika kita berangkat sekarang, kemungkinan kita bisa sampai besok, sebelum tengah malam."

Teriakan tak terima terdengar. Para Beta, masih berselimut dan terduduk melempar suara suara mereka. Pasalnya pagi tadi, Pak tua Gojin meminta semua warga Raison D'être untuk berkumpul di dalam aula, Memohon agar seluruh atensi para beta tertuju pada Alpha satu satunya disana.

Namun ternyata baru 7 menit bicara, Mingyu sudah kehilangan perhatian warga, yang nampak tak minat dan khawatir soal ucapannya.

"Kau yakin, kita hampir mati disini, sekarang kau minta kami ikut denganmu menemui para Alpha?" Ujaran bernada penuh tekanan keluar dari salah satu warga. Pria itu bahkan menunjuk nunjuk Mingyu dengan raut kecewanya, "Apa kau yakin kami tak akan kembali menderita?"

Bisik bisik kembali . Mingyu tak ingat Beta bisa seemosional ini. Mungkin ia lupa luka yang masih jelas tertempel di dada para beta gara gara kejadian 2 hari yang lalu.

Namun suara Nayeon di pojokan menghentikan semuanya,"Tenanglah, tenang. Dengarkan dulu penjelasan Alpha itu," Tangan di lipat di depan dada, mata bengkaknya seolah dipaksa terbuka, bengkak akibat tangis yang baru berhenti kemarin siang.

"Jelaskan, Yang mulia."

Sarkasme.

Hanya gumaman yang terdengar. Mingyu tak pernah setegang ini jika bicara di depan umum. Ia pria berprestasi yang mampu berpidato dihadapan warga kampusnya. Namun kini, bahkan memberi ucapan persuasif pada warga sebuah desa ia seolah tak bisa.

Mingyu sudah merencanakan nya matang matang. 2 hari bersama para beta disini, Mingyu mengambil kesempatan untuk berpikir dan menentukan sebuah jalan. Ia bahkan berdiskusi dengan Jisoo dan Pak tua Gojin yang banyak memberinya pencerahan.

Tapi di saat ia harus sampaikan rencananya pada orang orang, Mingyu justru terlihat bodoh karena hanya diam di tengah tengah kumpulan orang.

Bisik bisik kembali terdengar, Alpha Oryn itu makin mengkhawatirkan.

"Mingyu..." Suara wanita, "Maksudku Yang mulia, Pangeran," Ia berdiri di tengah tengah beta yang duduk bersama. Baju lusuhnya sempat ia rapihkan, Sambil tersenyum mencoba menarik perhatian Mingyu yang sebelumya tertunduk kalut.

"Tolong katakan rencanamu," Wanita yang nampak seusia dengan sang kakak, Seungcheol, masih tersenyum, "Kau ditakdirkan menentukan sesuatu, memutuskan sesuatu."

Suara lain terdengar, kini suara serak orang tua berujar, "Benar, Sampaikan rencanamu, kami ingin dengar."

Sempat hening. Kini semua mata kembali tertuju pada Mingyu, namun teralih setelah gebrakan terdengar dari ujung Aula.

"Ya! Tak ada gunanya!" Pria dewasa itu sedang berdiri dengan gagah, menunjuk Mingyu yang menatapnya gundah, "Menjadi keras kepala akan membuat kita sama saja seperti para Alpha!"

Ramai. Ramai sekali. Lebih ramai dari keluhan yang sempat terdengar di awal. Riuh ricuhnya membuat Putra Oryn kebingungan. Ia tak yakin apakah para Beta itu sedang berdiskusi atau berusaha memojokannya.

"Mingyu...," Suara Jisoo, berdiri di belakang Mingyu yang kini menengok kearahnya, "Mobil ku baik baik saja. Seperti katamu aku parkirkan mobil ku di tempat aman. Aku keluarkan semua barang barangnya."

"Baguslah."

"Jadi apa kita berangkat sekarang?"

Pertanyaan Jisoo tak di jawab. Mungkin Omega yang sejak pagi pergi bersama beberapa Beta itu tak terlalu memahami situasi dalam aula terkini. Si manis justru dengan tenang berdiri dibelakang Mingyu dan menatap para warga dengan ekspresi khas malaikatnya, khas putra mahkota Aita.

"Katakan," Pundak Mingyu di tepuk, "Katakan semua ide cemerlangmu, Oryn."

"Tapi mereka sepertinya-"

"Lalu kau akan batalkan itu?" Pak tua Gojin masih mencengkram pundak pria yang lebih tinggi darinya, "Lakukan apa yang seharusnya kau lakukan, Buka semua jati dirimu. Alpha, Kau Alpha. Kau yang paling tahu harus melakukan apa."

Benar. Jiwa itu, Jiwa milik Mingyu yang sempat tertutup oleh masa lalu. Terbawa arus menuju masa depan yang belum jelas itu. Alpha tetaplah Alpha, Jiwa mereka selalu membara.

Kini tubuh Mingyu menghadap para Warga. Seolah cengkraman di pundak adalah arus listrik yang mengaktifkan jiwanya, Mingyu kini mencoba menarik perhatian para Warga, "Semuanya, Kuharap kalian mengerti apa yang sedang terjadi."

"Akan ku ulang penjelasan ini, simpan pertanyaan kalian di akhir. Tapi kuyakin, tak akan ada satu pertanyaan pun, sebab ku akan jelaskan semuanya sedetail mungkin."

Jiwa Alpha milik Mingyu yang padam kala bertemu dengan Beta beta malang beberapa tahun silam, kembali membara kala berhadapan dengan para Beta yang akan menjadi tanggung jawabnya dimasa depan.

Karena apa yang Mingyu niat lakukan, akan menentukan masa depan. Bukan hanya miliknya, bukan hanya milik para warga Raison D'être saja, melainkan masa depan seluruh umat manusia.

Alphas The War has Begun.

.





Who is Excited!!! Wowowoowowowhoooo!

Alphas - The War Where stories live. Discover now