Alasan : Bagian (2)

60 9 32
                                    

"Hah, Kak Hali ... Kak Ufan .... Kayaknya, kita harus menceritakan asal muasal dari tercetusnya akan kesepakatan itu. Namun, aku, Kak Hali, dan Kak Ufan akan berbicara soal ini, tidak di teras rumah seperti ini, melainkan di meja makan kita. Kalian semua, ikuti aku ke ruang sana!"

Aku yang penasaran dengan ucapan Kak Gempa, akhirnya, mengekorinya ke mana dirinya pergi. Ternyata, ia berjalan ke dapur, menyambangi panci berukuran besar yang berisi rebusan ikan tenggiri. Bau amis bukan kepalang sangatlah menyiksa indra penciumanku. Lebih parahnya lagi, aroma itu terdeteksi kuat oleh hidungku, di mana aku baru saja berada di depan pintu ruang tersebut. Coba kubayangkan, apa yang akan terjadi umpama posisiku sangat dekat dengan bahan masakan itu? Barangkali, hari ini adalah hari terakhirku di dunia terkasih ini. Ah, mungkin, aku berlebihan dalam berangan-angan.

Kak Gempa mempersilakanku duduk di kursi plastik pada meja makan. Aku menurutinya, walaupun, hatiku sejatinya enggan untuk berdiam di sana. Demi penyelamatan sensoriku dari kerusakan yang diakibatkan oleh bau kutukan itu, aku mencari suatu barang yang dapat menyumbat kedua lubang hidungku. Kedua bola mataku aktif menjelajahi apa yang ada di sekitarku. Beberapa saat kemudian, aku pun menjumpai benda yang kuincar dan amat kuperlukan saat ini. Benda yang kumaksudkan itu adalah klip, terletak persis di depanku. Hah ... buat apalah, aku bersusah payah, seandainya, aku menyadari dari awal perihal keberadaannya. Aku mengambilnya dan menjepitkannya pada cuping hidungku. Akhirnya, aku tak perlu begitu tersiksa akan baunya itu. Sekarang, aku bernapas melalui mulutku. Lagi pula, kurasa, amat mustahil jikalau makhluk fana di dunia bagaikanku ini tidak perlu bernapas.

Kutonton perangai kakak ketigaku dari kursiku, tempat di mana aku berdiam diri di ruangan ini. Hah. Kak Gempa terlihat masih meladeni masakannya yang rasanya jauh dari ekspektasi kebanyakan insan. Aku sendiri sungguh yakin, seandainya karya kreativitas Kak Gempa itu dicobakan ke kucing, mamalia yang menyukai bau amis ikan, pastinya, hewan malang itu seketika hilang kesadarannya dan tertidur tenang selama belasan hari. Telah banyak manusia yang menjadi saksi akan mujarabnya dari penemuan mutakhir kakakku ini, terutama penderita insomnia yang dilanda frustrasi berat disebabkan tak dapat tidur lelap sebulan penuh. Aku berani jamin, jangankan sekadar tidur nyenyak, ciptaan kakakku tersebut juga dapat memastikan penggunanya memperoleh durasi tidur nyenyak yang sangat lama, bahkan, mungkin bisa selamanya. Terdengar sakti bagi sebagian orang, tetapi, aku tidak mau merasakan khasiat dari hasil pemikiran dan kerja keras oleh kakakku itu.

Beberapa menit berlalu, Kak Hali dan Taufan sudah berada di depan pintu dapur. Kak Halilintar duduk di depanku, berhadapan denganku. Sementara itu, Kak Taufan duduk di samping kiriku. Mereka menatap diriku dengan sorot mata bingung. Ah, aku tahu. Ini pastinya gegara klip yang memblokir udara masuk melalui kedua lubang hidungku. Dikarenakan aku merasa gelisah diperhatikan intens oleh mereka, aku hendak mengakhiri tingkahnya dengan memulai percakapan ringan. Namun, aku membatalkan niatku itu ketika si Kakek Menyebalkan juga turut serta ke dapur. Fokus netra kedua saudaraku pun teralihkan, tidak semata-mata kepadaku saja. Lega melanda batinku pada kini. Aku berhutang budi kepada kakek tua itu tentang ini.

Ia menempati kursi di sebelah kanan kakak pertamaku. Sehabis itu, Kak Hali sontak menyalami kakek itu dan mencium tangannya. Tidak lupa, ia tersenyum kepada orang tersebut. Ini sungguh di luar dugaanku. Boleh kukatakan, ini merupakan peristiwa sejarah dalam hidupku, menyaksikan dengan kedua bola mataku sendiri, bahwa saudara tuaku yang terkenal super dingin itu bersikap sungguh ramah terhadap orang asing. Gegara hal itu, aku sampai beranggapan jika orang di depanku saat ini bukan Kak Hali. Jangankan tersenyum untukku, kepada bapaknya saja, ia tidak pernah menampilkan sikapnya yang ramah itu.

"Silakan duduk, Kek, di situ."

"Ah, ya ... terima kasih, Nak Hali."

"Tuh, Blaze ...! Cobalah bersikap sopan sedikit terhadap orang yang lebih sepuh dibandingkan kita."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SANG JUARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang