Awal Mula

190 26 32
                                    

KRING ... KRING ... KRING ...!

"Ish, apaan, sih? Ganggu banget, deh, tuh, benda!" gerutu seorang yang sedang berbaring santai di kasurnya.

Awalnya, ia ingin meladeni alarm yang terletak di meja, di samping tempat tidurnya. Akan tetapi, ia membatalkan niatannya itu. Rasa kantuknya menguasai benaknya. Hal yang dilupakannya, bahwa hari ini bukanlah hari Minggu, tetapi hari pertama ia melaksanakan tugasnya kembali sebagai siswa, yakni hari Senin. Ia melanjutkan kegiatannya di dalam alam bawah sadarnya.

Sementara itu, semua saudaranya menunggunya sedari tadi. Ada yang bersungut-sungut, ada juga yang diam, dan ada pula yang tertidur pulas di meja makan. Jam dinding  menunjukkan pukul enam lewat lima puluh menit. Halilintar yang diam selama dua puluh menit, tampaknya mulai kesal oleh kelakuan adiknya itu. Lantas, ia pun pergi menuju ke kamar saudaranya, bersebelahan dengan kamarnya.

BRAK ... BRAK ... BRAK ...!

Halilintar menggedor pintu kamar saudaranya tersebut dengan sangat keras, melampiaskan amarah yang dipendamnya sedari dirinya sabar menunggu adiknya yang tak kunjung bangun. Tentu saja, dia jengkel. Waktu berharganya terbuang begitu saja, demi menanti kemalasan adik ketiganya yang tidak segera sirna dari raganya. Lain daripada itu, reputasinya sebagai siswa teladan bisa saja tercoreng gegara kasus yang sepele.

"Woi, Blaze! Blaze! Bangun! Ini sudah jam berapa, hah ...?" pekik kakak sulung dari tujuh Boboiboy bersaudara itu. Dia gusar, ingin membanting saudaranya itu. Namun, ia sadar bahwa pintunya terkunci. Alhasil, ia mengurungkan niatnya itu.

"Hoam .... Aduh ... Kak Hali ...! kenapa, sih, teriak di pagi buta begini, Kak? Lagian, ini kan juga masih weekend, Kak. Nyantai aja, Kak," sungut Blaze, dari dalam kamarnya, merasa terusik dengan teriakan tidak jelas dari kakak pertamanya itu.

"He—eh ... dasar tukang ngayal! Ini hari Senin, Bego! Tch! aku bisa telat upacara, nih, karena kelakuanmu!" umpat Halilintar.

"Hah? Apa? Hari Senin? Waduh ... gawat, dah! Mana ketemu guru BK yang galak lagi! Duh, mati aku!" seru Blaze, panik karena tidak tahu kalau hari ini bukanlah hari libur, seperti sangkaannya itu.

"Makanya, otaknya dipakai, Blaze, bukan cuman jadi isi kepala aja! Udahlah! Aku pengen jalan duluan aja!" tutur Halilintar, berang dan sedikit memaki.

"E—Eh ... tunggu dulu, Kak .... Tunggu!" bujuk Blaze, agar kakak sulungnya mau berangkat bersama dengannya. Akan tetapi, kakaknya telah pergi dari depan kamarnya. Terpaksa, ia pun mesti buru-buru mempersiapkan dirinya, walaupun sangat mustahil untuk mengejar waktu agar ia tidak terlambat ke sekolah.

Dentuman demi dentuman lantai kamarnya itu terdengar jelas di sekitarnya. Ia belingsatan bukan main. Dimulai dengan membersihkan badannya dari bau apek di kamar mandinya. Lantas, dia menggunakan seragamnya. Baju yang dipakainya tertampak sangat berantakan dan kusut. Celana panjangnya selaras kondisinya. Ia memasangkan sabuk pinggangnya dan menutupi kakinya dengan kaus kaki pendek berwarna putih. Setelahnya, dirinya meraih tas yang warnanya oranye itu dari mejanya dan langsung berjalan ke pintu depan rumah, tanpa sarapan ataupun membawa bekal.

Tidak lupa, ia mengunci pintu rumahnya dan berlari menuju ke sekolahnya, mengejar saudaranya yang melangkah jauh daripadanya. Dalam hatinya, ia merungut atas perlakuan saudaranya yang kurang adil terhadapnya. Ayolah! Taufan sering bangun kesiangan. Namun, si Bocah Biru Langit itu ditunggu oleh kakak dan adiknya, termasuk dirinya. Lalu, mengapa ia malah ditinggalkan? Ah, tetapi, tidak ada gunanya mengeluh. Hal yang utama, yakni berpikir agar dapat memasuki wilayah sekolah, tetapi tidak ketahuan oleh kumpulan guru killer, layaknya guru BK-nya.

Tapak demi tapak telah dilalui olehnya. Ia berpikir keras untuk meloloskan diri dari jebakan maut yang segera menantinya. Sampai akhirnya, muncul sebuah ide yang brilian dari kepalanya itu. Dia akan memanjat pagar di belakang gedung sekolahnya yang tak ada pengawasan CCTV. Hahaha, cukup cerdik juga akalnya. Namun, itu tak menjamin idenya terlaksana sangat mujur, sesuai harapannya. Setidaknya, telah berusaha 'kan?

SANG JUARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang